SEBAB HIDUP TAK MENGENAL SIARAN TUNDA
Saudaraku, hidup ini hanya sekali. Maka, buatlah yang sekali
itu menjadi “sesuatu”. Waktu dan umur yang kita lewati, sekali berlalu, tak
pernah kembali. Ia pergi dengan segenap catatan yang menggoresnya. Berbuatlah
dalam kebajikan, sekecil apapun! Semoga kebaikan yang kecil itu menambah berat
amal timbangan kebaikan kita di akhirat kelak.Sebab hidup tak mengenal siaran
tunda, maka bekerjalah dalam kesungguhan dan keikhlasan. Sekali waktu yang
telah berlalu tak akan pernah kembali. Setiap detik yang bergeser dari jam
tangan kita telah menjadi sesuatu yang lampau. Ia pergi dan kita masih di sini,
dengan sejuta persoalan yang membelenggu diri kita. Seorang penyair sufi
berkata,
ما من يوم ينشق فجره إلا وينادى “يا ابن آدم أنا خلق جديد وعلى عملك شهيد،
فتزود منى فإنى إذا مضيت لا أعود الى يوم القيامة
Tidaklah fajar hari ini terbit, kecuali ia akan memanggil,
“Wahai anak Adam, aku adalah ciptaan yang baru dan aku akan menjadi saksi atas
setiap pekerjaanmu, maka mintalah bekal kepadaku. Karena bila aku telah
berlalu, aku tak akan kembali hingga hari kiamat tiba.”
Seringkali, kita
berkeluh kesah dalam hidup ini. Padahal, keluh kesah kita tak menyelesaikan
persoalan sedikitpun.
Pada tulisan singkat
ini, saya ingin kita bertafakur sejenak. Merenung dalam pemahaman yang sama,
apa saja yang sudah kita khidmatkan dalam hidup kita ini. Bersegeralah! Sebab,
hidup tak mengenal siaran tunda.
Seringlah merenung
Saudaraku, merenunglah
sejenak. Kata orang bijak, bertafakur satu jam lebih baik dari pada bekerja
sepuluh jam tanpa tahu makna dan arti. Lihatlah sekelilingmu, segera setelah
itu pasti engkau akan bersyukur. Lihatlah bagaimana Allah menciptakanmu dengan
penuh kesempurnaan. Lihatlah bagaimana Allah memberimu begitu banyak nikmat,
وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ
لا تُحْصُوهَا إِنَّ الإنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ (٣٤)
“Dan Dia telah memberikan kepadamu
(keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu
menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya
manusia itu, sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS Ibrahim:
34)
Dengan bertafakur
tadi, tersadarlah bahwa – alhamdulillah – kita diciptakan sempurna. Tak kurang
suatu apa.
Yang telah berlalu, biarlah ia pergi bersama waktu.
Suka atau tidak,
setiap kita punya kenangan dengan masa lalu. Berapa banyak di antara kita yang
asyik menggapai masa lalu, padahal ia telah menjadi arsip sejarah. Masa lalu
adalah periode yang tak mungkin kita kembali ke padanya. Yang telah berlalu,
biarlah ia pergi bersama waktu. Cukup jadikan ia sebagai pelajaran untuk masa
yang akan datang.
Masa lalu adalah
kenangan, ia tak mungkin kembali. Jika Anda seorang jenderal namun sudah
pension, tetaplah Anda pensiunan. Tak ada lagi tongkat komando, tak ada pula
ajudan dan pengawal.
Masa lalu adalah
cermin untuk kita belajar. Tak lebih dan tak kurang. Sebab hidup tak mengenal
siaran tunda, belajarlah dari para penguasa yang telah berlalu dalam
kelalimannya. Mereka memupuk harta, saat mati tak membawanya sedikitpun ke alam
baka. Penyair Arab menulis:
أين الملوكُ الماضيةُ تركوا المنازلَ خاليةً جمعوا الكنوزَ بجَدِّهم تركُوا
الكنوزَ كما هِيَ فانظرْ إليهِم هل تَرَى في دارِهِمْ من باقيةٍ إلا قبورًا دارساتٍ
فيها عظامٌ باليةٌ
Mana para raja zaman dahulu ***
Tinggalkan istana-istana yang sepi
Mengumpulkan harta dengan segenap kesungguhan ***
Harta-harta itu ternyata tetap apa adanya
Carilah mereka, apakah engkau dapati mereka ***
di rumah-rumah mereka
Tidak, kecuali tulang
belulang yang telah usang.
Warnailah hari-harimu
Saudaraku, sebab
hidup tak mengenal siaran tunda, maka warnailah hari-harimu. Jadikan ia merah,
kuning, biru, coklat, ungu, putih dan jingga dalam aktivitas keseharianmu.
Cerialah, sebab – kata Rasulullah SAW – senyummu untuk saudaramu bernilai
sedekah. Kebahagiaan tak dapat kau beli dengan uang, tapi ia dapat kau ciptakan
dengan mensyukuri setiap keadaan.
Sebab hidup tak
mengenal siaran tunda, bersegeralah mewarnai bintang kebaikanmu. Segera
tunaikan shalat sesaat setelah adzan berkumandang. Itulah bintang kebaikanmu
hari ini. Warnai pula silaturahim dengan sahabat, handai dan taulan. Mereka
yang rajin bersilaturahim, niscaya dipanjangkan umur dan kesempatannya.
Bersedekahlah, walaupun kau dalam keadaan susah!
Warnai pula bintang
kebaikanmu dengan menjenguk tetangga yang sakit, saudara yang malang, dan
tetangga yang mengundang. Hak-hak seorang muslim atas muslim lainnya adalah
enam: Berjumpa, ucapkan salam. Mengundang, penuhi jemputannya itu. Perlu
nasihat, kirimi SMS “Bro, shalat yuk”. Bersin, ucapkan “semoga Allah
menyayangimu.” Sakit? Kunjungi dan – jika mati – antarkan hingga ke kuburannya.
Berharap Terima Kasih? Ke laut aja luh.
Saudaraku, sebab
hidup tak mengenal siaran tunda, tak usahlah Anda berharap terima kasih dari
setiap kebaikan yang Anda lakukan. “Terima kasih?” “Ke laut aja luh”. Apalah
artinya pujian manusia, jika ia akan merusak nilai kebaikan kita di hadapan
Tuhan. Bukankah Fatimah, putri Rasulullah SAW tercinta, jatuh sakit akibat tak
makan tiga hari sebab seluruh persediaan makanannya telah ia hadiahkan kepada
para fakir miskin, janda tua-renta dan mereka yang baru saja dibebaskan dari
tahanan Rasulullah SAW mencari-carinya
sebab Fatimah yang biasa rajin berkunjung, kok tiba-tiba absen sekian hari.
Allah SWT lalu mengabadikan perjuangan Fatimah (dan suaminya, Ali bin Abi
Thalib) dengan menurunkan firman-Nya
“Dan mereka memberikan makanan yang
disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya
Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami
tidak menghendaki Balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS
al-Insan: 8-9)
Saudaraku, jangan
karena berharap terima kasih, kita tak bergegas dalam amal-amal kebaikan.
Biarkanlah ia dilupakan manusia, disembunyikan sejarah, ditutupi keangkuhan
kehidupan dunia, namun – satu hal yang pasti – ia bernilai di hadapan Dzat yang
memiliki segala kemampuan membalas perbuatan kebaikan.
Di balik setiap kesulitan pasti ada berjuta kemudahan
Saudaraku, sebab
hidup tak mengenal siaran tunda, maka yakinlah dibalik satu kesulitan ada
sejuta kemudahan di baliknya. Tak percaya? Bukankah hal itu dijanjikan oleh
Dzat yang menggenggam seluruh janji manusia.
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu
ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. dan hanya kepada
Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS. Al-Insyiraah: 6-8)
Pada ayat ini, Allah
menyebut kesulitan dengan memberikan sisipan huruf “alif dan lam” yang dalam
kaidah bahasa Arab berarti “ma’rifah” atau “tunggal”. Tetapi, kata kemudahan
tidak disisipi huruf yang sama. Menandakan apa? Bahwa pada satu kesulitan, ada
berjuta kemudahan di depanmu.
Saudaraku, sebab
hidup tak mengenal siaran tunda, maka mari berharap dari satu kesulitan hidup
kita, ada sejuta tawaran kebaikan di depannya.
Semoga catatan kecil
ini bermanfaat. Salam takzim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar