KEFANAAN YANG DICARI

Jumat, 21 Desember 2012


Belajar Dari Mutiah, Sang Wanita Pertama Yang Masuk Surga

Suatu hari, Fatimah Az Zahra ra bertanya kepada Rasulullah SAW tentang wanita pertama yang akan memasuki surga. Rasulullah bersabda: “Wahai Fatimah, jika engkau ingin mengetahui perempuan pertama masuk surga, selain Ummul Mukminin, dia adalah Ummu Mutiah.”

Jawaban itu membuat Fatimah terkejut. Ternyata bukan dirinya wanita yang masuk surga pertama kali. Padahal Fatimah adalah putri Rasulullah, dan telah menjalankan ibadah dengan baik.

Dari sana, timbullah rasa penasaran dan keingintahuan yang kuat di dalam diri Fatimah untuk lebih mengenal sosok wanita mulia tersebut. Fatimah pun mulai mencari keberadaan beliau di pinggiran kota Madinah. Fatimah ingin menyaksikan sendiri amalan dan ibadah apa yang dilakukan Mutiah.

Setelah mendapatkan ijin dari suaminya Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az Zahra pergi ke rumah Mutiah dengan mengajak Hasan, putra laki-lakinya yang masih kecil. Sesampainya di rumah tersebut, Fatimah segera mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Mengetahui bahwa putri Rasulullah SAW datang berkunjung, dengan segera Mutiah membuka pintu rumahnya. Namun ketika Mutiah melihat Fatimah membawa Hasan, Mutiah kemudian kembali menutup pintu rumahnya. Fatimah heran dengan sikap Mutiah tersebut. Fatimah lalu bertanya dari balik pintu tentang sebab Mutiah melakukan hal itu.

Mutiah menjawab bahwa Rasulullah SAW mengajarkan untuk tidak membolehkan seorang istri memasukkan laki-laki ke rumahnya, ketika suaminya tidak ada di rumah dan atau tanpa ijin suaminya. Dan Hasan adalah seorang laki- laki, walaupun dia masih kecil. Selain itu Mutiah juga belum meminta ijin kepada suaminya.

Akhirnya Mutiah meminta Fatimah untuk kembali keesokan harinya, setelah Mutiah meminta ijin terlebih dahulu kepada suaminya.

Tersentaklah Fatimah Az-Zahra mendengarkan kata-kata wanita mulia ini. Namun, Fatimah tidak bisa menolak, karena argumentasi Mutiah memanglah seperti yang diajarkan ayahnya Rasulullah SAW. Setelah mengucapkan salam ia bersama Hasan meninggalkan kediaman Mutiah.

Pada hari berikutnya Fatimah kembali mengunjungi rumah Mutiah. Kali ini bukan hanya Hasan yang ikut, Husein pun juga ingin ikut bersama ibunya.

Ketika mereka bertiga telah sampai didepan rumah Mutiah, kejadian dihari pertama terulang kembali. Mutiah meminta maaf seraya mengatakan bahwa ijin yang diberikan oleh suaminya hanya untuk Hasan, dan Mutiah belum meminta ijin suami untuk membawa Husein masuk ke rumahnya.

Semakin takjub hati Fatimah memikirkan, bahwa begitu mulianya wanita ini menjunjung tinggi ajaran Rasulullah SAW. Selain itu beliau juga sangat tunduk dan tawaddu’ kepada suaminya. Fatimahpun akhirnya kembali pulang bersama Hasan dan Husein. Namun sebelumnya ia berjanji untuk datang lagi keesokan harinya.

Pada hari yang ketiga, Fatimah bersama kedua anaknya datang kembali ke rumah Mutiah. Akhirnya, dihari itu mereka bertiga diijinkan masuk ke rumah, karena kehadiran Hasan dan Husein telah mendapat izin dari suami Mutiah. Fatimah pun bersemangat ingin segera mengetahui, ibadah, amalan, dan muamalah apa saja yang dilakukan perempuan pertama masuk surga ini.

Setelah memasuki rumah, Fatimah mendapati ternyata rumah Mutiah sangatlah sederhana.Tak ada perabotan mewah disana. Namun, seisi rumah tertata rapi dan bersih, sampai- sampai Hasan dan Husein pun merasa betah bermain di dalam rumah itu.

Fatimah juga tidak menemukan sesuatu istimewa yang dilakukan Mutiah. Mutiah hanya kelihatan sibuk mondar-mandir dari dapur ke ruang tamu karena harus menyiapkan makanan siang untuk suaminya. dan Mutiahpun meminta maaf kepada Fatimah untuk itu, karenanya tidak bisa menemani Fatimah mengobrol.

Fatimah kemudian melihat Mutiah meletakkan makanan di sebuah wadah, dan tak lupa, Mutiah juga mengikut sertakan sebuah cambuk. Fatimah yang merasa penasaran dengan hal itu, kemudian memberanikan diri bertanya, "Untuk apa cambuk itu?”.

Mutiah menjelaskan, bahwa jika suami Mutiah merasa masakannya tidak enak, dia ridha untuk menyerahkan cambuk itu kepada suaminya untuk dipukulkan ke punggungnya.

Mendengar hal itu, Fatimah kemudian bertanya kembali, “Apakah itu kehendak suamimu?”. Mutiah pun menjawab, "Bukan. Semua ini kulakukan karena keinginanku sendiri, agar jangan sampai aku menjadi istri durhaka kepada suamiku. Aku hanya mencari keridhaan dari suami, karena istri yang baik adalah istri yang patuh pada suami yang baik dan suami ridha kepada istrinya”

Dari jawaban Mutiah tersebut, akhirnya Fatimah mengetahui alasan mengapa Rasulullah mengatakan jika Mutiah adalah perempuan yang diperkenankan masuk surga pertama kali. Surga memang menjadi tempat yang pantas dan imbalan yang setimpal bagi para istri yang dengan tulus melayani suaminya, seperti yang telah dilakukan oleh Mutiah.

Saudariku,...

Jika zaman menyatakan tentang langkanya wanita seperti Mutiah sekarang ini, Semoga Allah senantiasa membukakan mata hati kita untuk menjadi bagian dari sesuatu yang langka tersebut.

Dan jika manusia meragukan masih adakah keberadaan wanita yang mau mengabdi dengan tulus kepada suaminya seperti yang dilakukan Mutiah, maka pastikan bahwa kita adalah satu yang pengabdi itu.

Semoga pelajaran yang diberikan oleh Mutiah sang wanita mulia, bisa memberi semangat kepada kita kembali untuk meraih surga Allah, lewat ketulusan kita dalam memberikan kesenangan serta ketulusan pengabdian kepada suami.








Sampaikanlah kepada Wanita...

Kecantikannya dapat menyalakan dunia ini. Dia ibarat sepotong surga yang menyilaukan mata siapapun yang melihatnya. Namun jika kecantikan ini terserak, maka akan menjadi hidangan yang ternikmat bagi nafsu jalang manusia. Kecantikan itu yang akan membawanya menduduki level yang pantas baginya, entah yang paling terhormat, ataupun yang paling terhina. 

Sampaikanlah kepada Wanita...

Godaan dan rayuannya, dapat melayangkan dan melenakan siapapun menuju sebuah dunia yang tidak lagi dikenali manusia. Adakah di dunia ini racun yang lebih hebat selain yang timbul dari fitnah seorang wanita? Atau adakah madu yang lebih manis selain yang hadir dalam keindahan wanita?

Sampaikanlah kepada Wanita...

keteduhannya dapat menenangkan dalam dahsyatnya hati yang bergolak. Dia adalah cerminan dari sebuah kebijaksanaan, yang bahkan lebih dalam dari pada kewibawaan seorang laki- laki.

Keteduhan itu bisa hadir dari kesabarannya. Jika wanita bisa bersabar menghadapi dirinya sendiri dan semua cobaan yang datang kepadanya, maka dunia ini akan tetap baik- baik saja.

Keteduhan itu bisa hadir dalam lisannya. Lisan mereka adalah ibarat pisau bermata dua, dia bisa jadi penegak atau penghancur suaminya. Semua tergantung kepada pilihan yang berakar dari kebijakan hatinya sendiri.

Keteduhan juga dapat hadir dalam semangatnya. Semangat wanita adalah penguat. Walaupun dengan kelemahan fisik, namun keteguhan jiwa wanita dapat mengubah dunia dari kegelapan menjadi penuh cahaya, meleburkan keputusasaan menjadi niat yang tangguh, bahkan mampu untuk memindahkan gunung sekalipun.

Keteduhan juga hadir pula dalam kelembutannya. Lembutnya wanita adalah refleksi dari keagungan dan kasih sayang Allah, yang muncul di dunia. Ya, dimana lagi tempat berteduh yang lebih hangat di dunia ini, selain dalam dekapan ibu?

Keteduhan itu hadir dalam ketaatannya. Taatnya dia kepada Allah, mengantarkannya menuju tempat yang indah, namun akan sangat masih asing bagi mata manusia, yaitu surga. Taatnya kepada sang suami akan menjauhkan cacat harga diri seorang laki- laki, dan menjadikan wanita sebuah simpanan yang terbaik, bahkan dari yang pernah ada.

Sampaikanlah kepada wanita...

Namun, dia bisa saja menjadi pemusnah kebahagiaan yang tidak akan lekang oleh waktu.

Kesedihan itu akan hadir dalam setiap tuntutannya yang jauh dari kata pantas. Dunia akan diliputi oleh rasa repot jika seorang wanita sudah tidak mengerti arti sebuah rasa syukur atas dunia.

Kehancuran itu hadir dalam pembangkangannya. Jika seorang wanita telah menjadi budak dari nafsunya sendiri, dan merasa pantas untuk menjadi yang paling berakal dari yang lainnya, maka lihatlah bahwa sebenarnya perasaan yang sudah meliputi dirinya tersebut, akan mengombang- ambingkan dalam sebuah ukuran yang tidak pasti dan berakhir dalam kebingungannya sendiri.

Sampaikanlah kepada wanita, keindahan itu adalah tentang hati, jiwa dan pikirannya yang selalu dekat hanya kepada Allah Subhanahu Wata'ala.

Sampaikanlah kepada wanita, bahwa dia adalah indah, bahkan terlalu indah untuk mereka sia- siakan sendiri.

Sampaikanlah kepada wanita, bahwa dirinya lah sendiri, penyambung ataupun pemutus semua keindahan itu.

(Syahidah/voa-islam.com)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar