Hak Suami yang Wajib Ditunaikan Istrinya
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulillah, Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam, kelurga dan para sahabatnya.
Hak suami atas istri termasuk salah satu hak yang paling
agung untuk ditunaikan oleh seorang wanita. Bahkan haknya suami atas istrinya
lebih besar daripada haknya istri atas suaminya. Hal berdasarkan firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu
tingkatan kelebihan daripada istrinya." (QS. Al-Baqarah: 228)
Al-Jashash berkata: Allah Ta'ala mengabarkan dalam ayat ini,
setiap pasangan suami istri memiliki hak atas pasangannya. Dan bahwasanya suami
diistimewakan dangan hak atas istrinya yang tak dimiliki istrinya atas
dirinya."
Di antara hak-hak tersebut:
1) Kewajiban taat kepada suami. Allah telah jadikan para
suami sebagai pemimpin atas istrinya. Ia wajib mengatur, mengarahkan dan
mengurusi istrinya sebagaimana pemimpin yang mengurusi rakyatnya. Hal ini
karena Allah telah istimewakan kaum lelaki dari fisik, akal, dan beban nafkah.
Allah Ta'ala berfirman,
اَلرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ
بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,
oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka." (QS. Al-Nisa': 34)
2) Siap melayani suaminya dalam urusan ranjang saat ia
memintanya. Ini termasuk hak suami atas istrinya setelah suami menyerahkan
mahar dari perkawinannya. Maka jika seorang istri menolak untuk melayani
suaminya maka ia telah melakukan dosa besar, kecuali ia memiliki udzur syar'i
seperti haid, puasa wajib, sakit dan semisalnya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى
فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى
تُصْبِحَ
"Apabila seorang suami mengajak istrinya ke ranjangnya
(untuk berjima'), lalu ia menolak sehingga suaminya di malam itu murka
kepadanya, maka para malaikat melaknatnya hingga pagi." (Muttafaq 'Alaih)
Ibnu Majah meriwayatkan hadits yang dari Abdullah bin Abi
Aufa, ia berkata: Saat Mu'adz tiba dari Syam, ia bersujud kepada Nabi
Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Beliau berkata: "Apa ini wahai Mu'adz?"
Mu'adz menjawab, "Aku telah datang ke Syam, aku temui
mereka bersujud kepada para pemimpin dan penguasa mereka. Lalu aku berniat
dalam hatiku melakukan itu kepada Anda."
Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Jangan lakukan itu, kalau saja aku (boleh) memerintahkan seseorang
bersujud kepada selain Allah, pastilah aku perintahkan wanita bersujud kepada
suaminya. Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidaklah seorang istri
disebut telah menunaikan hak Rabb-nya sehingga ia menunaikan hak suaminya.
Kalau saja suami memintanya untuk melayaninya sementara ia berada di atas
pelana unta, maka hal itu tidak boleh menghalanginya." (Dishahihkan oleh
Al-Albani dalam Shahih Ibni Majah)
Maknanya: hadits tersebut memerintahkan kepada para istri
untuk mentaati dan siap melayani suaminya. Tidak boleh ia menolak ajakan suami
walau ia sudah siap melakukan perjalanan, yakni sudah berada di atas pelana
untanya, maka hal ini lebih ditekankan saat ia berada dalam keadaan selain itu.
3) Tidak mengizinkan masuk ke rumahnya orang yang tidak
disuka suaminya. Di antara hak suami yang harus ditunaikan istrinya, janganlah
ia membawa masuk ke dalam rumahnya orang yang dibenci suaminya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda,
لَا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ
وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَلَا تَأْذَنَ فِي بَيْتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ
وَمَا أَنْفَقَتْ مِنْ نَفَقَةٍ عَنْ غَيْرِ أَمْرِهِ فَإِنَّهُ يُؤَدَّى إِلَيْهِ
شَطْرُهُ
"Tidak boleh (haram) bagi wanita untuk berpuasa
sementara suaminya ada di sisinya kecuali dengan izinnya. Istri juga tidak
boleh memasukkan orang ke dalam rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Dan
harta yang ia nafkahkan bukan dengan perintahnya, maka setengah pahalanya
diberikan untuk suaminya." (HR. Al-Bukhari)
4) Tidak keluar rumah kecuali dengan izin suami.
Syafi'iyah dan Hanabilah berkata, "Ia (istri) tidak
boleh keluar untuk menjenguk ayahnya yang sakit kecuali dengan izin suaminya.
Ia punya hak untuk melarang istrinya dari hal itu; karena ketaatan kepada suami
adalah wajib, maka tidak boleh meninggalkan perkara wajib dengan sesuatu yang
tidak wajib."
. . . Ia (istri) tidak boleh keluar untuk menjenguk ayahnya
yang sakit kecuali dengan izin suaminya. Ia punya hak untuk melarang istrinya
dari hal itu . . .
5) Suami memiliki hak mendisiplinkan istrinya saat ia tidak
patuh kepada perintahnya dengan cara yang baik, bukan dengan maksiat. Sebabnya,
Allah Ta'ala telah memerintahkan mendisiplinkan wanita dengan hajr (menjauhkan
dari tempat tidurnya) dan memukul saat tidak mau taat.
Hanafiyah menyebutkan 4 tempat dibolehkannya suami memukul
istrinya dalam rangka mendisiplinkannya, di antaranya: Pertama, tidak mau
berhias apabila ia menghendaki istrinya berhias. Kedua, tidak mau menyambut
ajakan suami ketika mengajaknya ke ranjangnya padahal dalam keadaan suci.
Ketiga, meninggalkan shalat. Keempat, keluar rumah tanpa seizinnya.
Beberapa dalil yang mendasari bolehnya mendisiplinkan
wanita:
Firman Allah Ta'ala,
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ
وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ
"Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka." (QS. Al-Nisa': 34)
Firman Allah Ta'ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ
وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu."
(QS. Al-Tahrim: 6)
Imam Qatadah berkata, "Engkau perintah mereka untuk
taat kepada Allah, engkau larang mereka dari bermaksiat kepada Allah, engkau
pimpin dan perintah mereka dengan perintah Allah, dan engkau bantu mereka
menjalankannya. Jika engkau lihat kemaksiatan kepada Allah maka engkau cegah
dan larang mereka darinya."
Serupa dengan itu, Al-Dhahak dan Muqatil berkata,
"Kewajiban seorang muslim agar mengajarkan kepada keluarganya dari
kerabatnya, budak wanita, dan budak laki-lakinya apa saja yang telah Allah
fardhukan kepada mereka dan apa yang telah Dia larang dari mereka."
(Lihat: Tafsir Ibni Katsir: 4/392)
6) Istri berkhidmat kepada suaminya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menerangkan, bahwa seorang
istri wajib membantu suaminya dengan cara yang ma'ruf. Ini sesuai dengan
tuntutan situasi dan kondisi. Khidmatnya wanita kampung berbeda dengan wanita
kota, khidmatnya wanita yang kuat berbeda dengan khidmatnya wanita yang
lemah." (Al-Fatawa al-Kubra: 4/561)
. . . Kewajiban seorang muslim agar mengajarkan kepada
keluarganya dari kerabatnya, budak wanita, dan budak laki-lakinya apa saja yang
telah Allah fardhukan kepada mereka dan apa yang telah Dia larang dari mereka.
. .
Penutup
Sesungguhnya pemenuhan hak suami oleh istri merupakan ladang
kebaikan yang besar, Siapa wanita yang bisa menanaminya dengan sebanyak-banyak
tanaman, maka ia akan memanen sebanyak-banyak buah manisnya. Bukankah
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah bersabda, "Apabila wanita
menunaikan shalat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya,
dan mentaati suaminya; maka disampaikan kepadanya: masuklah surga dari pintu
mana saja yang kamu mau." (Dishahihkan Al-Albani dalam Shahih al-Jami',
no. 660)
Diriwayatkan dari al-Husain bin Mihshan, bahwa bibinya
pernah datang kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam karena satu keperluan.
Saat sudah selesai, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bertanya kepadanya,
"apakah kamu punya suami?"
Ia menjawab, "Ya."
Beliau bertanya lagi, "Bagaimana sikapmu
terhadapnya?"
Ia menjawab, "Aku tidak kurangi hak-nya kecuali apa
yang aku tidak mampu."
Beliau bersabda, "Perhatikan sikapmu terhadapnya,
karena ia surga dan nerakamu." (HR. Ahmad dan Al-Hakim, dishahihkan
Al-Albani dalam Shahih al;Targhib wa al-Tarhib, no. 1933)
Maksudnya, suamimu itu adalah sebab kamu bisa masuk surga
jika kamu tunaikan hak-nya. dan suamimu itu menjadi sebab kamu masuk neraka
jika kamu lalaikan hal itu. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar