A. TATA CARA MEMANDIKAN
JENAZAH
1.
Alat dan bahan yang dipergunakan
Alat-alat
yang dipergunakan untuk memandikan jenazahadalah
sebagai berikut:
-
Kapas
- Dua buah sarung tangan untuk petugas yang memandikan
- Sebuah spon penggosok
- Alat penggerus untuk menggerus dan menghaluskan kapur barus – Spon-spon plastik- Shampo
- Sidrin (daun bidara)
- Kapur barus
- Masker penutup hidung bagi petugas
- Gunting untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan
- Air
- Pengusir bau busuk dan Minyak wangi
- Dua buah sarung tangan untuk petugas yang memandikan
- Sebuah spon penggosok
- Alat penggerus untuk menggerus dan menghaluskan kapur barus – Spon-spon plastik- Shampo
- Sidrin (daun bidara)
- Kapur barus
- Masker penutup hidung bagi petugas
- Gunting untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan
- Air
- Pengusir bau busuk dan Minyak wangi
>Daun
Sidr (Bidara)
2.
Menutup aurat si mayit
Dianjurkan
menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas pakaiannya, serta
menutupinya dari pandangan orang banyak. Sebab si mayit barangkali berada dalam
kondisi yang tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan pemandian sedikit
miring ke arah kedua kakinya agar air dan apa-apa yang keluar dari jasadnya
mudah mengalir darinya.
3.
Tata cara memandikan jenazah
Seorang
petugas memulai dengan melunakkan persendian jenazah tersebut. Apabila kuku-kuku
jenazah itu panjang, maka dipotongi. Demikian pula bulu ketiaknya. Adapun bulu
kelamin, maka jangan mendekatinya, karena itu merupakan aurat besar. Kemudian
petugas mengangkat kepala jenazah hingga hampir mendekati posisi duduk. Lalu
mengurut perutnya dengan perlahan untuk mengeluarkan kotoran yang masih dalam
perutnya. Hendaklah memperbanyak siraman air untuk membersihkan kotoran-kotoran
yang keluar.
Petugas
yang memandikan jenazah hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau
sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur
si mayit) tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit
berusia tujuh tahun ke atas.
4.
Mewudhukan jenazah
Selanjutnya
petugas berniat (dalam hati) untuk memandikan jenazah serta membaca basmalah.
Lalu petugas me-wudhu-i jenazah tersebut sebagaimana wudhu untuk shalat. Namun
tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup
dengan memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara
bibir si mayit lalu menggosok giginya dan kedua lubang hidungnya sampai bersih.
Selanjutnya,
dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan daun bidara
atau dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk
membasuh sekujur jasad si mayit.
5.
Membasuh tubuh jenazah
Setelah
itu membasuh anggota badan sebelah kanan si mayit. Dimulai dari sisi kanan
tengkuknya, kemudian tangan kanannya dan bahu kanannya, kemudian belahan
dadanya yang sebelah kanan, kemudian sisi tubuhnya yang sebelah kanan, kemudian
paha, betis dan telapak kaki yang sebelah kanan.
Selanjutnya
petugas membalik sisi tubuhnya hingga miring ke sebelah kiri, kemudian membasuh
belahan punggungnya yang sebelah kanan. Kemudian dengan cara yang sama petugas
membasuh anggota tubuh jenazah yang sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga
miring ke sebelah kanan dan membasuh belahan punggung yang sebelah kiri. Dan
setiap kali membasuh bagian perut si mayit keluar kotoran darinya, hendaklah
dibersihkan.
Banyaknya
memandikan: Apabila sudah bersih, maka yang wajib adalah memandikannya satu
kali dan mustahab (disukai/sunnah) tiga kali. Adapun jika belum bisa bersih,
maka ditambah lagi memandikannya sampai bersih atau sampai tujuh kali (atau
lebih jika memang dibutuhkan). Dan disukai untuk menambahkan kapur barus pada
pemandian yang terakhir, karena bisa mewangikan jenazah dan menyejukkannya.
Oleh karena itulah ditambahkannya kapur barus ini pada pemandian yang terakhir
agar baunya tidak hilang.
Dianjurkan
agar air yang dipakai untuk memandikan si mayit adalah air yang sejuk, kecuali
jika petugas yang memandikan membutuhkan air panas untuk menghilangkan
kotoran-kotoran yang masih melekat pada jasad si mayit. Dibolehkan juga
menggunakan sabun untuk menghilangkan kotoran. Namun jangan mengerik atau
menggosok tubuh si mayit dengan keras. Dibolehkan juga membersihkan gigi si
mayit dengan siwak atau sikat gigi. Dianjurkan juga menyisir rambut si mayit,
sebab rambutnya akan gugur dan berjatuhan.
Setelah
selesai dari memandikan jenazah ini, petugas mengelapnya (menghandukinya)
dengan kain atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya
jika panjang, serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan
sebelum memandikannya) dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di
dalam kain kafan. Kemudian apabila jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut
kepalanya dipilin (dipintal) menjadi tiga pilinan lalu diletakkan di belakang
(punggungnya).
Faedah
-
Apabila masih keluar kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah) setelah
dibasuh sebanyak tujuh kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat keluar
kotoran itu) dengan kapas, kemudian mencuci kembali anggota yang terkena najis
itu, lalu si mayit diwudhukan kembali. Sedangkan jika setelah dikafani masih
keluar juga, tidaklah perlu diulangi memandikannya, sebab hal itu akan sangat
merepotkan.
-
Apabila si mayit meninggal dunia dalam keadaan mengenakan kain ihram dalam
rangka menunaikan haji atau umrah, maka hendaklah dimandikan dengan air
ditambah perasaan daun bidara seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun
tidak perlu dibubuhi wewangian dan tidak perlu ditutup kepalanya (bagi jenazah
pria). Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengenai
seseorang yang wafat dalam keadaan berihram pada saat menunaikan haji.
-
Orang yang mati syahid di medan perang tidak perlu dimandikan, namun hendaklah
dimakamkan bersama pakaian yang melekat di tubuh mereka. Demikian pula mereka
tidak perlu dishalatkan.
-
Janin yang gugur, bila telah mencapai usia 4 bulan dalam kandungan, jenazahnya
hendaklah dimandikan, dishalatkan dan diberi nama baginya. Adapun sebelum itu
ia hanyalah sekerat daging yang boleh dikuburkan di mana saja tanpa harus
dimandikan dan dishalatkan.
-
Apabila terdapat halangan untuk memamdikan jenazah, misalnya tidak ada air atau
kondisi jenazah yang sudah tercabik-cabik atau gosong, maka cukuplah
ditayamumkan saja. Yaitu salah seorang di antara hadirin menepuk tanah dengan
kedua tangannya lalu mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak
tangan si mayit.
-
Hendaklah petugas yang memandikan jenazah menutup apa saja yang tidak baik
untuk disaksikan pada jasad si mayit, misalnya kegelapan yang tampak pada wajah
si mayit, atau cacat yang terdapat pada tubuh si mayit dll.
B. TATA CARA MENGKAFANI
JENAZAH
1.
Kafan-kafan mesti sudah disiapkan setelah selesai memandikan jenazah dan
menghandukinya
Mengkafani
jenazah hukumnya wajib dan hendaklah kain kafan tersebut dibeli dari harta si
mayit. Hendaklah didahulukan membeli kain kafannya dari melunaskan hutangnya,
menunaikan wasiatnya dan membagi harta warisannya. Jika si mayit tidak memiliki
harta, maka keluarganya boleh menanggungnya.
2.
Mengkafani jenazah
Dibentangkan
tiga lembar kain kafan, sebagiannya di atas sebagian yang lain. Kemudian
didatangkan jenazah yang sudah dimandikan lalu diletakkan di atas
lembaran-lembaran kain kafan itu dengan posisi telentang. Kemudian didatangkan
hanuth yaitu minyak wangi (parfum) dan kapas. Lalu kapas tersebut dibubuhi
parfum dan diletakkan di antara kedua pantat jenazah, serta dikencangkan dengan
secarik kain di atasnya (seperti melilit popok bayi).
Kemudian
sisa kapas yang lain yang sudah diberi parfum diletakkan di atas kedua matanya,
kedua lubang hidungnya, mulutnya, kedua telinganya dan di atas tempat-tempat
sujudnya, yaitu dahinya, hidungnya, kedua telapak tangannya, kedua lututnya,
ujung-ujung jari kedua telapak kakinya, dan juga pada kedua lipatan ketiaknya,
kedua lipatan lututnya, serta pusarnya. Dan diberi parfum pula antara
kafan-kafan tersebut, juga kepala jenazah.
Selanjutnya
lembaran pertama kain kafan dilipat dari sebelah kanan dahulu, baru kemudian
yang sebelah kiri sambil mengambil handuk/kain penutup auratnya. Menyusul
kemudian lembaran kedua dan ketiga, seperti halnya lembaran pertama. Kemudian
menambatkan tali-tali pengikatnya yang berjumlah tujuh utas tali. Lalu
gulunglah lebihan kain kafan pada ujung kepala dan kakinya agar tidak lepas
ikatannya dan dilipat ke atas wajahnya dan ke atas kakinya (ke arah atas).
Hendaklah ikatan tali tersebut dibuka saat dimakamkan. Dibolehkan mengikat kain
kafan tersebut dengan enam utas tali atau kurang dari itu, sebab maksud
pengikatan itu sendiri agar kain kafan tersebut tidak mudah lepas (terbuka).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar