Keutamaan Ilmu
Allah Ta’ala berfirman:قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ
“Katakanlah: “Apakah sama antara orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu?” (QS. Az-Zumar: 9)
Dan Allah berfirman:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Dan Allah juga berfirman:
وَقُل رَّبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Dan katakanlah (wahai Muhammad): “Wahai Rabbku, tambahkanlah ilmuku.” (QS. Thaha: 114)
Dari Muawiah bin Abi Sufyan -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْراً يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya niscaya Allah akan menjadikannya faham dalam masalah agama.” (HR. Al-Bukhari no. 71, 2948, 6882 dan Muslim no. 1037)
Dari Abu Ad-Darda` -radhiallahu anhu- dia berkata: Aku mendengar Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ سَلَكَ سَبِيْلاً يَبْتَغِي بِهِ عِلْماً، سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقاً إِلَى الْجَنَّةِ. وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتِهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بِمَا يَصْنَعُ. وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ كُلًّ شَيْءٍ حَتَّى الْحَيْتَانُ فِي الْمَاءِ. وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ. وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَاراً وَلاَ دِرْهَماً, إِنَّمَا وَرَّثُْوا الْعِلْمَ, فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Barangsiapa yang menempuh sebuah jalan guna mencari ilmu niscaya Allah akan memudahkan jalannya untuk masuk ke dalam surga. Sesungguhnya para malaikat betul-betul meletakkan sayap-sayap mereka pada penuntut ilmu karena mereka ridha dengan apa yang dia tuntut. Sesungguhnya seorang alim (orang yang berilmu) itu dimintaampunkan oleh segala sesuatu sampai ikan-ikan di lautan. Kelebihan seorang alim di atas abid (ahli ibadah) adalah bagaikan kelebihan yang dimiliki oleh bulan di atas bintang-bintang lainnya. Para ulama adalah pewaris para nabi, dan sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan dinar dan tidak pula perak akan tetapi mereka hanya mewariskan ilmu, karenanya barangsiapa yang mengambilnya (ilmu) maka sungguh dia telah mengambil bagian yang sangat besar.” (HR. Abu Daud no. 3642 dan At-Tirmizi no. 2682 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 6297)
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika manusia meninggal maka semua amalannya terputus kecuali tiga perkara: Kecuali sedekah jariyah, atau ilmu yang dimanfaatkan, atau anak saleh yang mendoakan untuknya.” (HR. Muslim no. 1631)
Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim, begitu Nabi bersabda.
“Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim (Muslim lelaki dan Muslim perempuan).” (HR. Ibnu Majah)
Kita harus mempelajari ilmu sebelum kita berbicara dan beramal tentang itu:
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah…” [Muhammad 19]
Dalam menyampaikan ilmu, Nabi biasanya mengulang hingga 3x:
“Anas r.a. mengatakan
bahwa apabila Nabi saw. mengatakan suatu perkataan beliau mengulanginya
tiga kali sehingga dimengerti. Apabila beliau datang pada suatu kaum,
maka beliau memberi salam kepada mereka tiga kali.” [HR Bukhari]
Ilmu membuat seseorang jadi mulia, baik di hadapan manusia juga di hadapan Allah:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama”. (TQS.Fathir [35]: 28)
Pada surat Ali ‘Imran: 18 Allah SWT
bahkan memulai dengan dirinya, lalu dengan malaikatnya, dan kemudian
dengan orang-orang yang berilmu. Jelas kalau Allah menghargai
orang-orang yang berilmu.
“Allah menyatakan bahwasanya
tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat
dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu)” (Ali
Imran:18)
Allah juga menyatakan bahwa hanya dengan ilmu orang bisa memahami perumpamaan yang diberikan Allah untuk manusia.
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini
Kami buatkan untuk manusia, dan tiada memahaminya kecuali orang-orang
yang berilmu” (Al ‘Ankabut:43)
Tuhan juga menegaskan hanya dengan ilmulah orang bisa mendapat petunjuk Al Qur’an.
“Sebenarnya, Al Qur’an itu adalah ayat2 yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu” (Al Ankabut:49)
“Ulama adalah pewaris para Nabi” Begitu sabdanya seperti yang dimuat di HR Abu Dawud.
Bahkan Nabi tidak tanggung2 lebih menghargai seorang ilmuwan daripada satu kabilah. “Sesungguhnya matinya satu kabilah itu lebih ringan daripada matinya seorang ‘alim.” (HR Thabrani)
Seorang ‘alim juga lebih tinggi dari pada seorang ahli ibadah yang sewaktu2 bisa tersesat karena kurangnya ilmu. “Keutamaan
orang ‘alim atas orang ahli ibadah adalah seperti keutamaan diriku atas
orang yang paling rendah dari sahabatku.” (HR At Tirmidzi).
Itulah kemulian orang yang berilmu!
Menuntut ilmu itu pahalanya begitu besar:
“Barangsiapa
keluar dalam rangka thalabul ilmu (mencari ilmu), maka dia berada dalam
sabilillah hingga kembali.” (HR. Tirmidzi, hasan)
Menuntut ilmu itu wajib selama kita masih hidup:
اطلبوا العلم من المهد إلى اللحد.
“Carilah ilmu semenjak dari ayunan sampai liang lahat” [HR Bukhari]
Dalam hadits lainnya
dijelaskan bahwa ilmu yang wajib dituntut adalah ilmu yang bermanfaat.
Yang bukan hanya benar, tapi juga dapat mendekatkan diri kita kepada
Allah SWT dan dapat memberi kebahagiaan bagi kita, keluarga, dan
masyarakat baik di dunia mau pun di akhirat.
Allah
berfirman, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut
(menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah
(kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat
(ilmu dan hikmah) Allah. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha
bijaksana.” (QS Lukman [31] : 27)
Ilmu itu begitu luas,
dari yang bermanfaat hingga yang tidak bermanfaat. Contoh ilmu yang
bermanfaat adalah ilmu agama, ilmu fisika, ilmu komputer, dsb. Contoh
ilmu yang tidak bermanfaat bahkan terlarang adalah ilmu sihir, ilmu
meramal/astrologi, dsb. Begitu banyak ilmu namun waktu kita begitu
sedikit. Oleh karena itu hendaknya dipakai untuk mempelajari ilmu yang
bermanfaat.
Oleh karena itu,
Rasulullah SAW pernah memohon dalam doanya, “Allaahumma inni a’uudzubika
min ‘ilmin laa yanfa’u”. ‘Ya, Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu
yang tidak bermanfaat.’
Dalam sebuah Hadits
yang diriwayatkan oleh Ar Rabi-i’, Rasulullah SAW bersabda, “Tuntutlah
ilmu. Sesungguhnya, menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah
Azza wa Jalla, sedangkan Mengajarkannya kepada orang yang tidak
mengetahuinya adalah shadaqah. Sesungguhnya ilmu pengetahuan adalah
keindahan bagi ahlinya didunia dan akhirat.”
Ternyata ilmu yang
bermanfaat itu adalah ilmu yang menyebabkan kita semakin dapat mengenal
Allah, yang dapat kita amalkan, yang membuat kita rendah hati serta
terhindar dari sifat takabur..
Ilmu selain diyakini kebenarannya juga harus diamalkan. Sebab ilmu tanpa amal, seperti pohon yang tidak berbuah.
“Barangsiapa
mengamalkan apa-apa yang ia ketahui, maka Allah akan mewariskan
kepadanya ilmu yang belum diketahuinya, dan Allah akan menolong dia
dalam amalan nya sehingga ia mendapatkan surga. Dan barangsiapa yang
tidak mengamalkan ilmunya maka ia tersesat oleh ilmunya itu. Dan Allah tidak menolong dia dalam amalannya sehingga ia akan mendapatkan neraka “. (hadits)
Tidak pantas bagi orang Islam/Ulama mengajarkan orang melakukan sesuatu sementara dia sendiri tidak melaksanakannya:
“Wahai orang-orang yang beriman,
mengapa kalian mengatakan sesuatu yang kalian sendiri tidak
mengerjakannya. Sungguh besar murka Allah atas perkataan kalian terhadap
sesuatu yang kalian sendiri tidak kerjakan.” (QS. Ash Shaff [61]: 2-3)
“Apakah kalian menyuruh orang
untuk mengerjakan kebaikan sedangkan kalian melupakan kewajiban diri
kalian sendiri. Padahal kalian juga membaca Al Kitab. Tidakkah kalian
memahami.” (QS. Al Baqarah [2]: 44)
Ilmu atau ayat Al Qur’an yang tidak diamalkan akan jadi beban bagi kita di akhirat:
“Dan al-Qur’an itu adalah hujjah bagimu atau hujjah untuk menjatuhkan dirimu.” (HR. Muslim)”
“Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai dia akan ditanya tentang empat perkara, diantaranya adalah tentang ilmunya, apa yang sudah diamalkannya.” [HR Abu Barzah]
“Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai dia akan ditanya tentang empat perkara, diantaranya adalah tentang ilmunya, apa yang sudah diamalkannya.” [HR Abu Barzah]
Dari Usamah bin Zaid, dia berkata, “Aku
pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Pada hari kiamat nanti akan
ada seseorang yang didatangkan kemudian dilemparkan ke dalam neraka. Isi
perutnya terburai, sehingga ia berputar-putar sebagaimana berputarnya
keledai yang menggerakkan penggilingan. Penduduk neraka pun berkumpul
mengerumuninya. Mereka bertanya, ‘Wahai fulan, apakah yang terjadi pada
dirimu? Bukankah dahulu engkau memerintahkan kami untuk berbuat kebaikan
dan melarang kami dari kemungkaran?’. Dia menjawab, ‘Dahulu aku
memerintahkan kalian berbuat baik akan tetapi aku tidak mengerjakannya.
Dan aku melarang kemungkaran sedangkan aku sendiri justru
melakukannya’.” [HR Bukhari dan Muslim]
Begitu juga amal
tanpa ilmu, hanya akan membawa kehancuran. Contohnya orang tidak pernah
belajar menerbangkan pesawat tentu akan berbahaya jika dia menerbangkan
pesawat. Setelah diamalkan, maka disunnahkan bagi kita untuk mengajarkan
ilmu tersebut ke orang lain yang belum mengetahui.
Kita menuntut ilmu
dunia selama 12 tahun dari SD hingga SMA. Setiap hari paling tidak 5 jam
kita mempelajari ilmu dunia. Tapi pernahkah kita menghitung berapa lama
kita belajar ilmu agama? Adakah sejam sehari?
Jika tidak, sungguh
malang nasib kita, padahal ilmu agama penting bagi kita guna mendapatkan
kebahagiaan di akhirat. Bukankah kebahagiaan di akhirat lebih baik dan
lebih kekal? Bukankah hidup di dunia hanya sekejap saja (Cuma sekitar 63
tahun)?
Meski dia profesor
Fisika atau Pakar Komputer, tapi jika tidak tahu ilmu agama sehingga
sholat, puasa, zakat, dsb tidak benar niscaya dia akan masuk neraka.
Pada awal masa Islam, ummat Islam
melaksanakan ajaran tsb dengan sungguh2. Mereka giat menuntut ilmu.
Hadits2 seperti “Siapa yang meninggalkan kampung halamannya untuk
mencari pengetahuan, ia berada di jalan Allah”, “Tinta seorang ulama
adalah lebih suci daripada darah seorang syahid (martir)”, memberikan
motivasi yang kuat untuk belajar.
Ummat Islam belajar dari orang Cina
teknik membuat kertas. Pabrik kertas pertama didirikan di Baghdad tahun
800, dan perpustakaan pun tumbu dengan subur di seluruh negeri Arab
(baca: Islam) yang dulu dikenal sebagai bangsa nomad yang buta huruf dan
cuma bisa mengangon kambing.
Direktur observatorium Maragha,
Nasiruddin At Tousi memiliki kumpulan buku sejumlah 400.000 buah. Di
Kordoba (Spanyol) pada abad 10, Khalifah Al Hakim memiliki suatu
perpustakaan yang berisi 400.000 buku, sedangkan 4 abad sesudahnya raja
Perancis Charles yang bijaksana (artinya: pandai) hanya memiliki koleksi
900 buku. Bahkan Khalifah Al Aziz di Mesir memiliki perpustakaan dengan
1.600.000 buku, di antaranya 16.000 buah tentang matematika dan 18.000
tentang filsafat.
Pada masa awal Islam dibangun badan2
pendidikan dan penelitian yang terpadu. Observatorium pertama didirikan
di Damaskus pada tahun 707 oleh Khalifah Amawi Abdul Malik. Universitas
Eropa 2 atau 3 abad kemudian seperti Universitas Paris dan Univesitas
Oxford semuanya didirikan menurut model Islam.
Para ilmuwan Islam seperti Al Khawarizmi
memperkenalkan “Angka Arab” (Arabic Numeral) untuk menggantikan sistem
bilangan Romawi yang kaku. Bayangkan bagaimana ilmu Matematika atau
Akunting bisa berkembang tanpa adanya sistem “Angka Arab” yang
diperkenalkan oleh ummat Islam ke Eropa. Kita mungkin bisa menuliskan
angka 3 dengan mudah memakai angka Romawi, yaitu “III,” tapi coba tulis
angka 879.094.234.453.340 ke dalam angka Romawi. Bingungkan? Jadi para
ahli matematika dan akuntan haruslah berterimakasih pada orang-orang
Islam, he he he..:) Selain itu berkat Islam pulalah maka para ilmuwan
sekarang bisa menemukan komputer yang menggunakan binary digit (0 dan 1)
sebagai basis perhitungannya, kalau dengan angka Romawi (yang tak
mengenal angka 0), tak mungkin hal itu bisa terjadi.
Selain itu Al Khawarizmi juga memperkenalkan ilmu Algorithm (yang diambil dari namanya) dan juga Aljabar (Algebra).
Omar Khayam menciptakan teori tentang angka2 “irrational” serta menulis suatu buku sistematik tentang Mu’adalah (equation).
Di dalam ilmu Astronomi ummat Islam juga
maju. Al Batani menghitung enklinasi ekleptik: 23.35 derajad
(pengukuran sekarang 23,27 derajad).
Dunia juga mengenal Ibnu Sina (Avicenna)
yang karyanya Al Qanun fit Thibbi diterjemahkan ke bahasa Latin oleh
Gerard de Cremone (meninggal tahun 1187), yang sampai zaman Renaissance
tetap jadi textbook di fakultas kedokteran Eropa.
Ar Razi (Razes) adalah seorang jenius
multidisiplin. Dia bukan hanya dokter, tapi juga ahli fisika, filosof,
ahli theologi, dan ahli syair. Eropa juga mengenal Ibnu Rusyid
(Averroes) yang ahli dalam filsafat.
Dan masih banyak lagi kemajuan yang
dicapai oleh ummat Islam di bidang ilmu pengetahuan. Ketika terjadi
perang salib antara raja Richard the Lion Heart dan Sultan Saladdin,
boleh dikata itu adalah pertempuran antara bangsa barbar dengan bangsa
beradab. Raja Richard yang terkenal itu ternyata seorang buta huruf,
(kalau rajanya buta huruf, bagaimana rakyat Eropa ketika itu) sedangkan
Sultan Saladin bukan saja seorang yang literate, tapi juga seorang ahli
di bidang kedokteran. Ketika raja Richard sakit parah dan tak seorangpun
dokter ahli Eropa yang mampu mengobatinya, Sultan Saladin
mempertaruhkan nyawanya dan menyelinap di antara pasukan raja Richard
dan mengobatinya. Itulah bangsa Islam ketika itu, bukan saja pintar,
tapi juga welas asih. Jika kita menonton film Robin Hood the Prince of
Thieves yang dibintangi Kevin Kostner, tentu kita maklum bagaimana Robin
Hood terkejut dengan kecanggihan teknologi bangsa Moor seperti
teropong.
Tapi itu sekarang tinggal sejarah. Ummat
Islam sekarang tidak lagi menghargai ilmu pengetahuan tak heran jika
mereka jadi bangsa yang terbelakang. Hanya dengan menghidupkan ajaran
Islam-lah kita bisa maju lagi.
Ummat Islam harus kembali giat menuntut
ilmu. Menurut Al Ghazali, sesungguhnya menuntut ilmu itu ada yang fardu
‘ain (wajib bagi setiap Muslim) ada juga yang fardu kifayah (paling
tidak ada segolongan ummat Islam yang mempelajarinya.
Jika sebagian muslim sudah
mempelajarinya (misalnya ada beberapa orang yang belajar ilmu
kedokteran), maka gugurlah kewajiban itu bagi yang lainnya. Tapi
mempelajari ilmu agama adalah fardu ‘ain, kewajiban bagi setiap Muslim.
Tanpa ilmu, maka semua amalnya akan ditolak.
Ilmu agama tentang mana yang wajib dan
mana yang halal seperti cara shalat yang benar itu adalah wajib bagi
setiap muslim. Jangan sampai ada seorang ahli Matematika, tapi cara
shalat ataupun mengaji dia tidak tahu. Jadi ilmu agama yang pokok agar
setiap muslim bisa mengerjakan 5 rukun Islam dan menghayati 6 rukun Iman
serta mengetahui kewajiban dan larangan Allah harus dipelajari oleh
setiap muslim. Untuk apa kita jadi ahli komputer, kalau kita akhirnya
masuk neraka karena tidak pernah mengetahui cara shalat?
Adapun ilmu yang memberikan manfaat bagi
ummat Islam seperti kedokteran yang mampu menyelamatkan jiwa manusia,
ataupun ilmu teknologi persenjataan seperti pembuatan tank dan pesawat
tempur agar ummat Islam bisa mempertahankan diri dari serangan musuh
adalah fardu kifayah. Paling tidak ada segolongan muslim yang
menguasainya.
Yang pertama harus kita pelajari adalah
aqidah atau tauhid yang juga disebut “Ushuluuddiin” (Dasar-dasar Agama).
Ini adalah fondasi yang harus kita kuasai. Kita bukan cuma tahu bahwa
rukun iman ada 6, tapi juga tahu dalil-dalilnya. Sebagai contoh, beriman
kepada Allah. Kita juga harus tahu sifat-sifat Allah seperti wujud
(ada). Kita tidak bisa cuma bilang bahwa Tuhan itu ada. Tapi juga harus
bisa membuktikan/menjelaskan dalil-dalil bahwa Tuhan itu memang ada.
Tanpa aqidah yang kuat, maka seseorang yang ibadahnya rajin dapat tersesat atau murtad dengan mudah.
Setelah aqidah kita kuat dan dilandasi
dengan ilmu, baru kita mempelajari Fiqih. Fiqih adalah ilmu yang
menjelaskan cara-cara beribadah kepada Allah seperti sholat, puasa,
zakat, hubungan dengan sesama manusia, dan sebagainya. Banyak kewajiban
mau pun larangan yang harus kita ketahui, ada di kitab-kitab Fiqih.
Yang harus kita ketahui lagi adalah,
ilmu agama harus berlandaskan Al Qur’an dan Hadits yang shahih. Jika
satu masalah tidak tercantum dalam Al Qur’an dan Hadits, baru dilakukan
ijtihad. Tapi ijtihad ini pun tidak boleh bertentangan dengan Al Qur’an
dan hadits.
Menuntut ilmu juga niatnya harus untuk Allah semata. Bukan untuk kepentingan pribadi.
Dalam Kitab Bidayatul Hidayah, Imam Al
Ghazali menulis sebagai berikut : “Wahai, hamba Allah yang rajin
menuntut ilmu. Jika kalian menuntut ilmu, hendaknya dengan niat yang
ikhlas karena Allah semata-mata. Di samping itu, juga dengan niat karena
melaksanakan kewajiban karena menuntut ilmu wajib hukumnya, sebagaimana
Rasulullah SAW bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang
Islam laki-laki maupun perempuan” [HR Ibnu Abdul barr]
Janganlah sekali-kali engkau menuntut
ilmu dengan maksud untuk bermegah-megahan, sombong, berbantah-bantahan,
menandingi dan mengalahkan orang lain (lawan bicara), atau supaya orang
mengagumimu. Jangan pula engkau menuntut ilmu untuk dijadikan sarana
mengumpulkan harta benda kekayaan duniawi. Yang demikian itu berarti
merusak agama dan mudah membinasakan dirimu sendiri.
Nabi SAW mencegah hal seperti itu dengan
sabdanya. “Barangsiapa menuntut ilmu yang biasanya ditujukan untuk
mencari keridhaan Allah, tiba-tiba ia tidak mempelajarinya, kecuali
hanya untuk Mendapatkan harta benda keduniaan, maka ia tidak akan
memperoleh bau harumnya surga pada hari kiamat. ” [HR Abu Dawud]
Rasulullah SAW bersabda,
“Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para
ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk
perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis
(pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu.
Barangsiapa seperti itu, maka baginya neraka…neraka.” [HR Tirmidzi
& Ibnu Majah]
“Seorang ‘alim apabila
menghendaki dengan ilmunya keridhaan Allah, maka dia akan ditakuti oleh
segalanya. Akan tetapi, jika dia bermaksud untuk menumpuk harta, maka
dia akan takut dari segala sesuatu.” [HR. Ad Dailami]
Sedikit nasehat dalam belajar: Biasakan
usai belajar di sekolah/madrasah, dibaca/pelajari lagi apa yang baru
dipelajari. Kemudian saat akan belajar di sekolah juga baca/pelajari apa
yang akan dipelajari. Dengan cara ini, ilmu akan lebih melekat
ketimbang dengan memakai “sistem” SKS (Sistem Kebut Semalam) yang dalam
waktu 1-2 minggu juga bisa hilang lagi hafalan/ilmunya.
“…Bertanyalah kepada Ahli Zikir (Ulama) jika kamu tidak mengetahui” [An Nahl 43]
Dirangkum dari berbagai tulisan seperti “Ilmu yang bermanfaat” (Aa Gym), “Ihya ‘Uluumuddiin” (Imam Al Ghazali)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar