Ahlus Sunnah wal Jama’ah atau Salafush Sholih
(generasi terbaik dari umat Islam) bukan hanya mengajarkan prinsip
dalam beraqidah saja, namun Ahlus Sunnah wal Jama’ah juga bagaimanakah
berakhlaq yang mulia.
Itulah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya,
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ صَالِحَ الأَخْلاَقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan baiknya akhlaq.” (HR. Ahmad 2/381, shahih)
Dalam suatu hadits shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanjatkan do’a,
اللّهُمَّ اهْدِنِى لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِى لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ
“Allahummah-diinii li-ahsanil akhlaaqi, laa yahdi li-ahsaniha illa anta
(Ya Allah, tunjukilah padaku akhlaq yang baik. Tidak ada yang dapat menunjuki pada baiknya akhlaq tersebut kecuali Engkau)” (HR. Muslim no. 771).
Maka sungguh sangat aneh jika ada yang mengklaim dirinya sebagai Ahlus
Sunnah, namun jauh dari akhlaq yang mulia. Jika ia menyatakan dirinya
mengikuti para salaf (generasi terbaik umat ini), tentu saja ia tidak
boleh mengambil sebagian ajaran mereka saja. Akhlaqnya pun harus
bersesuaian dengan para salaf. Namun saying seribu sayang, prinsip yang
satu inilah yang jarang diperhatikan. Kadang yang menyatakan dirinya
Ahlus Sunnah malah dikenal bengis, dikenal kasar, dikenal selalu
bersikap keras. Sungguh klaim hanyalah sekedar klaim. Apa manfaatnya
klaim jika tanpa bukti?
Di antara bukti pentingnya akhlaq di sisi para salaf –Ahlus Sunnah wal
Jama’ah-, mereka menjadikan masalah akhlaq sebagai ushul (pokok)
aqidah dan mereka memasukkannya dalam permasalahan aqidah. Di antara
ajaran akhlaq tersebut adalah:
[1] : Selalu mengajak pada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar
Ahlus Sunnah mengajak pada yang ma’ruf (kebaikan) dan melarang dari
kemungkaran. Mereka meyakini bahwa baiknya umat Islam adalah dengan
tetap adanya ajaran amar ma’ruf yang barokah ini. Perlu diketahui bahwa
amar ma’ruf merupakan bagian dari syariat Islam yang paling mulia.
Amar ma’ruf inilah yang merupakan sebab terjaganya jama’ah kaum
muslimin. Amar ma’ruf adalah suatu yang wajib sesuai kemampuan dan
dilihat dari maslahat dalam beramar ma’ruf. Mengenai keutamaan amar
ma’ruf nahi mungkar, Allah Ta’ala berfirman,
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar,
dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron: 110)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ
أَضْعَفُ الإِيمَانِ
“Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah
ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu,
hendaklah mencegahnya dengan lisan. Jika tidak mampu juga, hendaklah
ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim no. 49)
[2] : Mendahulukan sikap lemah lembut dalam berdakwah dan amar ma’ruf nahi mungkar
Ahlus Sunnah wal Jama’ah berprinsip bahwa hendaknya lebih mendahulukan
sikap lemah lembut ketika amar ma’ruf nahi mungkar, hendaklah pula
berdakwah dengan sikap hikmah dan memberi nasehat dengan cara yang
baik. Allah Ta’ala berfirman,
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An Nahl: 125)
[3] : Sabar ketika berdakwah
Ahlus Sunnah meyakini wajibnya bersabar dari kelakukan jahat manusia
ketika beramar ma’ruf nahi mungkar. Hal ini karena mengamalkan firman
Allah Ta’ala,
وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
“Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqman: 17)
[4] : Tidak ingin kaum muslimin berselisih
Ahlus Sunnah ketika menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, mereka punya
satu prinsip yang selalu dipegang yaitu menjaga keutuhan jama’ah kaum
muslimin, menarik hati setiap orang, menyatukan kalimat (di atas
kebenaran), juga menghilangkan perpecahan dan perselisihan.
[5] : Memberi nasehat kepada setiap muslim karena agama adalah nasehat
Ahlus Sunnah wal Jama’ah pun punya prinsip untuk memberi nasehat
kepada setiap muslim serta saling tolong menolong terhadap sesama dalam
kebaikan dan takwa. Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« الدِّينُ النَّصِيحَةُ » قُلْنَا لِمَنْ قَالَ « لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ
وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ ».
“Agama adalah nasehat. Kami berkata, “Kepada siapa?” Beliau
menjawab, “Kepada Allah, kepada kitab-Nya, kepada Rasul-Nya dan
kepada pemimpin kaum muslimin serta kaum muslimin secara umum.” (HR. Muslim no. 55)
[6] : Bersama pemerintah kaum muslimin dalam beragama
Ahlus Sunnah wal Jama’ah juga menjaga tegaknya syari’at Islam dengan
menegakkan shalat Jum’at, shalat Jama’ah, menunaikan haji, berjihad dan
berhari raya bersama pemimpin kaum muslimin baik yang taat pada Allah
dan yang fasik. Prinsip ini jauh berbeda dengan prinsip ahlu bid’ah.
[7] : Bersegera melaksanakan shalat wajib dan khusyu di dalamnya
Ahlus Sunnah punya prinsip untuk bersegera menunaikan shalat wajib,
mereka semangat menegakkan shalat wajib tersebut di awal waktu bersama
jama’ah. Shalat di awal waktu itu lebih utama daripada shalat di akhir
waktu kecuali untuk shalat Isya. Ahlus Sunnah pun memerintahkan untuk
khusyu’ dan thuma’ninah (bersikap tenang) dalam shalat. Mereka
mengamalkan firman Allah Ta’ala,
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2)
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya.” (QS. Al Mu’minun: 1-2)
[8] : Semangat melaksanakan qiyamul lail
Ahlus Sunnah wal Jama’ah saling menyemangati (menasehati) untuk
menegakkan qiyamul lail (shalat malam) karena amalan ini adalah di
antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Shalat ini pun yang diperintahkan oleh Allah kepada Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau pun bersemangat untuk taat kepada Allah Ta’ala. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
biasa menunaikan shalat malam. Sampai kakinya pun terlihat memerah
(pecah-pecah). ‘Aisyah mengatakan, “Kenapa engkau melakukan seperti
ini wahai Rasulullah, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang
lalu dan akan datang?”. Beliau lantas mengatakan,
أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا
“(Pantaskah aku meninggalkan tahajjudku?) Jika aku meninggalkannya, maka aku bukanlah hamba yang bersyukur.” (HR. Bukhari no. 4837)
[9] : Tegar menghadapi ujian
Ahlus Sunnah wal Jama’ah tetap teguh ketika mereka mendapatkan ujian,
yaitu bersabar dalam menghadapi musibah. Mereka pun bersyukur ketika
mendapatkan kelapangan. Mereka ridho dengan takdir yang terasa pahit.
Mereka senantiasa mengingat firman Allah Ta’ala,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا
أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ
سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya ujian yang berat akan mendapatkan pahala
(balasan) yang besar pula. Sesungguhnya Allah jika ia mencintai suatu
kaum, pasti Allah akan menguji mereka. Barangsiapa yang ridho, maka
Allah pun ridho padanya. Barangsiapa yang murka, maka Allah pun murka
padanya.” (HR. Tirmidzi no. 2396, hasan shahih)
[10] : Tidak mengharap-harap datangnya musibah
Ahlus Sunnah tidaklah mengharap-harap datangnya musibah. Mereka pun
tidak meminta pada Allah agar didatangkan musibah. Karena mereka tidak
tahu, apakah nantinya mereka termasuk orang-orang yang bersabar
ataukah tidak. Akan tetapi, jika musibah tersebut datang, mereka akan
bersabar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُوِّ ، وَسَلُوا اللَّهَ الْعَافِيَةَ ، فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا
“Janganlah kalian mengharapkan bertemu dengan musuh tapi
mintalah kepada Allah keselamatan. Dan bila kalian telah berjumpa
dengan musuh bersabarlah.” (HR. Bukhari no. 2966 dan Muslim no. 1742)
[11] : Tidak berputus asa dari pertolongan Allah ketika menghadapi cobaan
Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak berputus asa dari rahmat Allah ketika mereka mendapati cobaan. Karena Allah Ta’ala
melarang seseorang untuk berputus asa. Akan tetapi pada saat tertimpa
musibah, mereka terus berusaha untuk mencari jalan keluar dan
pertolongan Allah yang pasti datang. Mereka tahu bahwa di balik
kesulitan ada kemudahan yang begitu dekat. Mereka pun senantiasa
introspeksi diri, merenungkan mengapa musibah tersebut bisa terjadi.
Mereka senantiasa yakin bahwa berbagai musibah itu datang hanyalah
karena sebab kelakuan jelek dari tangan-tangan mereka (yaitu karena
maksiat yang mereka perbuat). Mereka tahu bahwa pertolongan bisa jadi
tertunda (diakhirkan) karena sebab maksiat yang dilakukan atau mungkin
karena ada kekurangan dalam mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (QS. Asy Syura: 30).
Ahlus Sunnah tidak bersandar pada sebab-sebab yang baru muncul,
kejadian duniawi atau bersandar pada peristiwa-peristiwa alam ketika
mendapat ujian dan menanti datangnya pertolongan. Mereka tidak begitu
tersibukkan dengan memikirkan sebab-sebab tadi. Mereka sudah memandang
sebelumnya bahwa takwa kepada Allah Ta’ala, memohon ampun (istighfar) dari segala macam dosa dan bersandar pada Allah serta bersyukur ketika lapang adalah sebab terpenting untuk keluar segera mendapatkan kelapangan dari kesempitan yang ada.
[12] : Tidak kufur nikmat
Ahlus Sunnah wal Jama’ah begitu khawatir dengan akibat dari kufur dan
pengingkaran terhadap nikmat. Oleh karena itu, Ahlus Sunnah adalah
orang yang begitu semangat untuk bersyukur pada Allah. Mereka senatiasa
bersyukur atas segala nikmat, yang kecil atau pun yang besar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ
هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ
“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah
harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di
atasmu. Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan
nikmat Allah padamu.” (HR. Muslim no. 2963)
[13] : Selalu menghiasi diri dengan akhlaq yang mulia
Ahlus Sunnah selalu menghiasi diri dengan akhlaq yang mulia dan baik. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Orang mukmin yang sempurna imannya adalah yang baik akhlaqnya.” (HR. Tirmidzi no. 1162, Abu Daud no. 4682 dan Ad Darimi no. 2792, hasan shahih)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَىَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّى مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلاَقًا
“Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan
yang tempat duduknya lebih dekat kepadaku pada hari kiamat ialah orang
yang bagus akhlaqnya.” (HR. Tirmidzi no. 2018, shahih)
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ
“Sesungguhnya seorang mukmin akan mendapatkan kedudukan ahli puasa dan shalat dengan ahlak baiknya.” (HR. Abu Daud no. 4798, shahih)
مَا مِنْ شَىْءٍ يُوضَعُ فِى الْمِيزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ
وَإِنَّ صَاحِبَ حُسْنِ الْخُلُقِ لَيَبْلُغُ بِهِ دَرَجَةَ صَاحِبِ
الصَّوْمِ وَالصَّلاَةِ
“Tidak ada yang lebih berat dalam timbangan daripada akhlak
yang baik, dan sesungguhnya orang yang berakhlak baik akan mencapai
derajat orang yang berpuasa dan shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2003, shahih)
Semoga yang singkat ini bermanfaat.
Referensi: Min Akhlaq Salafish Sholih, ‘Abdullah bin ‘Abdul Hamid Al Atsari, Dar Ibnu Khuzaimah.
Panggang-GK, 2 Jumadits Tsani 1431 H (15/05/2010)
Artikel www.rumaysho.com (M. A. Tuasikal)
Sumber : http://rumaysho.com/belajar-islam/akhlak/3046-13-akhlak-utama-salafush-sholih.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar