tag:blogger.com,1999:blog-72985117175956616432024-03-14T05:02:44.411-07:00SHIDDIQSARANA BERLATIH UNTUK MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.comBlogger157125tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-71311654073917523552013-12-25T17:30:00.001-08:002013-12-25T17:30:08.137-08:00Kumpulan Kata-kata Bijak Umar bin Khattab ra <b>Umar bin Khotob:</b><br />
<br />
<blockquote>
<em>“duduklah dengan orang-orang yang bertaubat, sesungguhnya mereka menjadikan segala sesuatu lebih berfaedah.” </em> <strong>(Tahfdzib Hilyatul Auliya I/71)</strong></blockquote>
<br />
Umar bin Khotob:<br />
<blockquote>
<em>“Kalau sekiranya kesabaran dan syukur itu dua kendaraan, aku tak tahu mana yang harus aku kendarai.”</em> <strong>(Al Bayan wa At Tabyin III/ 126)</strong></blockquote>
<br />
Umar bin Khotob:<br />
<blockquote>
<em>“Sesungguhnya kita adalah kaum yang dimuliakan oleh
Allah dengan Islam, maka janganlah kita mencari kemuliaan dengan
selainnya.” </em><strong>(Ihya’ Ulumuddin 4/203)</strong></blockquote>
<br />
Umar bin Khattab:<br />
<blockquote>
<em>“Hendaklah kalian menghisab diri kalian pada hari ini, karena hal itu akan meringankanmu di hari perhitungan.”</em> <strong>(Shifatush Shafwah, I/286)</strong></blockquote>
<br />
<blockquote>
<em>"Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar."</em> <strong>-Khalifah ‘Umar-</strong></blockquote>
<br />
<blockquote>
<em>"Orang yang paling aku sukai adalah dia yang menunjukkan kesalahanku."</em> <strong>-Khalifah ‘Umar-</strong></blockquote>
<br />
<blockquote>
<em>"Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan
sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah.Saya memikirkan tentang
semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik
daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun
tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku
mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih
baik daripada sabar." </em><strong>-Sayidina Umar bin Khattab-</strong></blockquote>
<br />
<blockquote>
<em>"Barangsiapa takut kepada Allah SWT nescaya tidak akan
dapat dilihat kemarahannya. Dan barangsiapa takut pada Allah, tidak
sia-sia apa yang dia kehendaki."</em> <strong>-Sayidina Umar bin Khattab-</strong></blockquote>
<br />
<blockquote>
<em>"Orang yang banyak ketawa itu kurang wibawanya. Orang
yang suka menghina orang lain, dia juga akan dihina. Orang yang
mencintai akhirat, dunia pasti menyertainya. Barangsiapa menjaga
kehormatan orang lain, pasti kehormatan dirinya akan terjaga." </em><strong>-Sayidina Umar bin Khattab-</strong></blockquote>
<br />
<blockquote>
<em>"Manusia yang berakal ialah manusia yang suka menerima dan meminta nasihat."</em> <strong>-Umar bin Khatab-</strong></blockquote>
<br />
<blockquote>
<em>"Barangsiapa yang jernih hatinya, akan diperbaiki Allah pula pada yang nyata di wajahnya." </em><strong>-Umar bin Khatab-</strong></blockquote>
<br />
<blockquote>
<em>"Barangsiapa menempatkan dirinya di tempat yang dapat
menimbulkan persangkaan, maka janganlah menyesal kalau orang menyangka
buruk kepadanya."</em> <strong>-Umar bin Khattab-</strong></blockquote>
<br />
<blockquote>
<em>"Kebajikan yang ringan adalah menunjukkan muka berseri-seri dan mengucapkan kata-kata lemah-lembut." </em><strong>-Umar bin Khattab-</strong></blockquote>
<br />
<br />
<blockquote>
<em>"Didiklah anak-anakmu itu berlainan dengan keadaan kamu
sekarang kerana mereka telah dijadikan Tuhan untuk zaman yang bukan
zaman engkau." </em><strong>-Umar bin Khattab-</strong></blockquote>
<br />
<strong><em>Sumber :</em></strong> <a href="http://waterboyry.wordpress.com/category/tokoh/" rel="nofollow" target="_blank">http://waterboyry.wordpress.com/category/tokoh/</a>SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-47694748243938383162013-12-25T14:45:00.000-08:002013-12-25T14:45:39.143-08:00Surga itu Tidak Gratis <div class="photo_img" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<em>Apakah
kamu mengira bahwa kamu akan masuk jannah (surga), padahal belum
datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu
sebelum kamu? mereka ditimpa malapateka dan kesengsaraan, serta
digoncangkan (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang
yang beriman bersamanya berkata: ‘Bilakah datangnya pertolongan
Allah.’ Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah amat dekat.”</em> <strong>(Al-Baqarah: 214)</strong>.</div>
<br />
<br />
Khabbab bin Arat ra, berteriak lantang: “Memang, ia (Muhammad) adalah
utusan Allah kepada kita, untuk membebaskan dari kegelapan menuju
terang benderang.” Sebuah deklarasi keimanan justru saat dakwah
Rasulullah baru pada fase sirriyah dan lemah. Pernyataan itu
diperdengarkan di depan segerombol kafir Quraisy. Kontan, mereka
murka mendengarnya. Khabbab, si pandai besi itu sadar akan resiko
yang ia hadapi. Tak ayal, mereka memukuli dan menyiksanya. Ia
terhuyung tak sadarkan diri. Tubuhnya bengkak-bengkak. Seluruh tulang
persendiannya terasa nyeri. Darah mengalir membasahi pakaian dan
tubuhnya.<br />
<br />
Ini bukan akhir Khabbab menuai siksaan. Onggokan besi, bahan baku
pedang, di rumahnya menjadi senjata makan tuan. Kafir Quroisy
mengubahnya menjadi alat siksa yang mengerikan. Mereka masukkan besi
ke dalam api hingga merah membara. Dililitkannya besi menyala itu
pada kedua tangan dan kaki Khabbab. Sakit tiada terkira. Namun, semua
itu tak menjadikan ia bergeming dari keimanan.<br />
<br />
Derita Khabbab belum usai. Ummi Anmar, bekas majikannya, turun
tangan. Wanita jalang itu menyiksa dan menderanya. Ia mengambil besi
panas yang menyala dan meletakkannya di ubun-ubun Khabbab. Ia
menggeliat kesakitan. Nafas tetap ditahan agar tak keluar keluhan,
karena keluhan hanya akan menjadikan para algojo bersorak-sorak.<br />
<br />
Sampai suatu ketika Khabbab datang menghadap Rasulullah saw di bawah
naungan Ka’bah. “Wahai Rasulullah! tidakkah Anda memohonkan
pertolongan bagi kami? Usul Khabbab. Rasulullah duduk, raut mukanya
memerah seraya bersabda: “Dahulu sebelum kalian, ada orang disiksa
dengan dikubur hidup-hidup. Ada yang kepalanya digergaji menjadi dua
bagian. Ada pula yang kepalanya disisir dengan sikat besi hingga
kulit kepalanya terkelupas. Tetapi siksaan-siksaan itu tidak
memalingkan mereka dari agamanya. Demi Allah, Allah pasti akan
mengakhiri persoalan ini, sehingga orang berani berjalan dari Shan’a
ke Hadramaut tanpa rasa takut kepada siapa pun selain Allah, walaupun
srigala ada di antara hewan gembalaannya, tetapi kalian tampak
terburu-buru.”<br />
<br />
Itulah sepenggal episode kehidupan Khabbab r.a. Pada awal dakwah
Islam, penyiksaan bahkan dialami oleh Rasulullah saw sendiri beserta
para sahabat yang lain. Mungkin kita bertanya, mengapa Rasulullah saw
dan para sahabatnya harus merasakan penyiksaan, sedangkan mereka
berada pada pihak yang benar? Mengapa pula Allah Ta’ala tidak
melindungi mereka, padahal mereka adalah tentara-tentara Allah,
bahkan kekasih-Nya berada ditengah-tengah mereka?<br />
Manusia dicipta bukan tanpa tujuan. Allah bermaksud mencipta manusia untuk beribadah kepada-Nya. <em> </em><br />
<blockquote>
<em>“Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku.”</em> <strong>(Adz-Dzariyat: 56)</strong>.</blockquote>
Beribadah itulah tujuan utama penciptaan manusia.<br />
<br />
Sifat dasar ubudiyah adalah taklif (beban). Dalam Islam, orang yang
akil baligh biasa disebut mukallaf, artinya, orang yang dibebani.
Dengan demikian ubudiyah mengharuskan adanya taklif, sedang taklif
menuntut adanya kesiapan menanggung beban dan perlawanan terhadap
hawa nafsu dan syahwat. Taklif tersebut, tersimpul dalam kalimat <em>laailaaha illallah</em>,
yang bermakna tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain hanya
Allah. Meski kalimat tersebut singkat, namun ia bermakna padat. Ia
mengandungi totalitas penetapan (<em>itsbat</em>) atas obyek peribadatan, meliputi tujuan (<em>qasd</em>), niat, pengagungan (<em>ta’dhim</em>), pengharapan (<em>raja’</em>), dan takut (<em>khauf</em>) hanya tertuju kepada Allah semata. Kalimat tersebut juga mengandungi totalitas pengingkaran (<em>nafyu</em>)
atas obyek peribadatan kepada selain Allah yang meliputi sesembahan
yang diyakini dapat mendatangkan manfaat dan madharat (<em>aalihah</em>), makhluk yang rela diibadahi, diikuti, dan ditaati (<em>taghut</em>), fatwa atau jalan hidup yang menyelisihi Islam (<em>arbaab</em>), dan segala yang dapat memalingkan manusia dari Allah, seperti harta, tempat tinggal, dan keluarga (<em>andaad</em>).<br />
<br />
Dengan demikian, berislam memang (seharusnya) menumbuhkan sikap
revolusioner. Konsekuensi berislam, adalah tuntutan memenuhi segala
perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, baik menyangkut <em>ubudiyah mahdlah</em> atau <em>ghairu mahdlah</em>.
Juga, ubudiyah harus murni hanya kepada Allah. Dus, harus menolak
beribadah kepada selain-Nya, baik dari golongan jin maupun manusia.
Hal ini tentu membawa potensi ancaman yang beragam, terutama dari
unsur-unsur yang diingkari untuk diibadahi, baik dari golongan jin
maupun manusia. Di sinilah maksud taklif menuntut adanya kesiapan
menanggung beban dan perlawanan.<br />
<br />
Jadi, memang sejak semula manusia diciptakan untuk siap menanggung
beban, ujian, dan cobaan. Karena jannah yang dijanjikan Allah
tidaklah gratis, melainkan harus ditebus dengan berislam, lengkap
dengan segala konsekuensi yang harus dipenuhi dan resiko yang harus
dihadapi.<br />
<br />
<blockquote>
<em>“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk jannah
(surga), padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya
orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa malapateka dan
kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan berbagai cobaan) sehingga
Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata: ‘Bilakan
datangnya pertolongan Allah.’ Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah
amat dekat.” (Al-Baqarah: 214)</em>.</blockquote>
<br />
Lantas apa maksud Allah? bukankah bagi-Nya segala sesuatu mudah jika mengendaki? hanya dengan kalimat <em>kun fayakun</em>(Jadilah!
maka akan terjadi), termasuk mudah bagi Allah jika Dia menghendaki
Islam tegak di muka bumi, juga mudah bagi-Nya jika mengendaki seluruh
manusia memeluk Islam…?<br />
<br />
Sengaja Allah tidak membuat semuanya berjalan mulus, Dia bermaksud
menguji hamba-hambanya hingga dapat dibuktikan siapa yang mukmin dan
siapa yang munafik, siapa yang jujur dan siapa yang dusta? Berislam
secara lisan belaka, tanpa ada konsekuensi-konsekuensi tertentu,
tentu akan sulit membedakan antara yang sungguh-sungguh dengan yang
berpura-pura. Di sinilan relevansi mekanisme ujian dan cobaan bagi
seorang hamba.<br />
<br />
<blockquote>
<em>“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan
saja mengatakan: ‘Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji
lagi?’ Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka
sungguh Allah mengetahui orang-orang yang benar, dan sungguh Allah
mengetahui orang-orang yang dusta.”</em><strong>(Al-Ankabut: 2–3).</strong></blockquote>
<br />
<em><strong>Sumber : </strong></em><a href="http://ldkarrahmanunja.wordpress.com/2010/12/31/surga-itu-tidak-gratis/" rel="nofollow" target="_blank">http://ldkarrahmanunja.wordpress.com/2010/12/31/surga-itu-tidak-gratis/</a>SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-14127596892656150132013-12-25T14:22:00.001-08:002013-12-25T14:22:42.699-08:00Anak Penjual KoranCerita kali ini adalah Pesan Hidup Dari Bocah Penjual Koran<br />
<br />
Dari tadi pagi hujan mengguyur kota tanpa henti, udara yang biasanya
sangat panas, hari ini terasa sangat dingin. Di jalanan hanya sesekali
mobil yang lewat, hari ini hari libur membuat orang kota malas untuk
keluar rumah.<br />
<br />
Di perempatan jalan, Umar, seorang anak kecil berlari-lari menghampiri
mobil yang berhenti di lampu merah, dia membiarkan tubuhnya terguyur
air hujan, hanya saja dia begitu erat melindungi koran dagangannya
dengan lembaran plastik.<br />
<br />
“Korannya bu !”seru Umar berusaha mengalahkan suara air hujan.<br />
<br />
Dari balik kaca mobil si ibu menatap dengan kasihan, dalam hatinya dia
merenung anak sekecil ini harus berhujan-hujan untuk menjual koran.
Dikeluarkannya satu lembar dua puluh ribuan dari lipatan dompet dan
membuka sedikit kaca mobil untuk mengulurkan lembaran uang.<br />
<br />
“Mau koran yang mana bu?, tanya Umar dengan riang.<br />
”Nggak usah, ini buat kamu makan, kalau koran tadi pagi aku juga sudah baca”, jawab si ibu.<br />
<br />
Si Umar kecil itu tampak terpaku, lalu diulurkan kembali uang dua
puluh ribu yang dia terima, ”Terima kasih bu, saya menjual koran,
kalau ibu mau beli koran silakan, tetapi kalau ibu memberikan secara
cuma-cuma, mohon maaf saya tidak bisa menerimanya”, Umar berkata
dengan muka penuh ketulusan.<br />
<br />
Dengan geram si ibu menerima kembali pemberiannya, raut mukanya tampak
kesal, dengan cepat dinaikkannya kaca mobil. Dari dalam mobil dia
menggerutu ”Udah miskin sombong!”. Kakinya menginjak pedal gas karena
lampu menunjukkan warna hijau. Meninggalkan Umar yang termenung penuh
tanda tanya.Umar berlari lagi ke pinggir, dia mencoba merapatkan
tubuhnya dengan dinding ruko tempatnya berteduh.Tangan kecilnya
sesekali mengusap muka untuk menghilangkan butir-butir air yang masih
menempel. Sambil termenung dia menatap nanar rintik-rintik hujan di
depannya, ”Ya Allah, hari ini belum satupun koranku yang laku”,
gumamnya lemah.<br />
<br />
Hari beranjak sore namun hujan belum juga reda, Umar masih saja duduk
berteduh di emperan ruko, sesekali tampak tangannya memegangi perut
yang sudah mulai lapar.Tiba-tiba didepannya sebuah mobil berhenti,
seorang bapak dengan bersungut-sungut turun dari mobil menuju tempat
sampah,”Tukang gorengan sialan, minyak kaya gini bisa bikin batuk”,
dengan penuh kebencian dicampakkannya satu plastik gorengan ke dalam
tong sampah, dan beranjak kembali masuk ke mobil. Umar dengan langkah
cepat menghampiri laki-laki yang ada di mobil. ”Mohon maaf pak,
bolehkah saya mengambil makanan yang baru saja bapak buang untuk saya
makan”, pinta Umar dengan penuh harap. Pria itu tertegun, luar biasa
anak kecil di depannya. Harusnya dia bisa saja mengambilnya dari tong
sampah tanpa harus meminta ijin. Muncul perasaan belas kasihan dari
dalam hatinya.<br />
<br />
“Nak, bapak bisa membelikan kamu makanan yang baru, kalau kamu mau”<br />
”Terima kasih pak, satu kantong gorengan itu rasanya sudah cukup bagi
saya, boleh khan pak?, tanya Umar sekali lagi.”Bbbbbooolehh”, jawab
pria tersebut dengan tertegun. Umar berlari riang menuju tong sampah,
dengan wajah sangat bahagia dia mulai makan gorengan, sesekali dia
tersenyum melihat laki-laki yang dari tadi masih memandanginya.<br />
<br />
Dari dalam mobil sang bapak memandangi terus Umar yang sedang makan. Dengan perasaan berkecamuk di dekatinya Umar.<br />
<br />
”Nak, bolehkah bapak bertanya, kenapa kamu harus meminta ijinku untuk
mengambil makanan yang sudah aku buang?, dengan lembut pria itu
bertanya dan menatap wajah anak kecil di depannya dengan penuh
perasaan kasihan.”Karena saya melihat bapak yang membuangnya, saya
akan merasakan enaknya makanan halal ini kalau saya bisa meminta ijin
kepada pemiliknya, meskipun buat bapak mungkin sudah tidak berharga,
tapi bagi saya makanan ini sangat berharga, dan saya pantas untuk
meminta ijin memakannya ”, jawab si anak sambil membersihkan bibirnya
dari sisa minyak goreng.<br />
<br />
Pria itu sejenak terdiam, dalam batinnya berkata, anak ini sangat luar
biasa. ”Satu lagi nak, aku kasihan melihatmu, aku lihat kamu basah
dan kedinginan, aku ingin membelikanmu makanan lain yang lebih layak,
tetapi mengapa kamu menolaknya”.Si anak kecil tersenyum dengan
manis,<br />
<br />
”Maaf pak, bukan maksud saya menolak rejeki dari Bapak. Buat saya
makan sekantong gorengan hari ini sudah lebih dari cukup. Kalau saya
mencampakkan gorengan ini dan menerima tawaran makanan yang lain yang
menurut Bapak lebih layak, maka sekantong gorengan itu menjadi
mubazir, basah oleh air hujan dan hanya akan jadi makanan tikus.”<br />
<br />
”Tapi bukankah kamu mensia-siakan peluang untuk mendapatkan yang lebih
baik dan lebih nikmat dengan makan di restoran di mana aku yang akan
mentraktirnya”, ujar sang laki-laki dengan nada agak tinggi karena
merasa anak di depannya berfikir keliru.<br />
<br />
Umar menatap wajah laki-laki didepannya dengan tatapan yang sangat
teduh,”Bapak!, saya sudah sangat bersyukur atas berkah sekantong
gorengan hari ini. Saya lapar dan bapak mengijinkan saya memakannya”,
Umar memperbaiki posisi duduknya dan berkata kembali, ”Dan saya
merasa berbahagia, bukankah bahagia adalah bersyukur dan merasa cukup
atas anugerah hari ini, bukan menikmati sesuatu yang nikmat dan
hebat hari ini tetapi menimbulkan keinginan dan kedahagaan untuk
mendapatkannya kembali di kemudian hari.”Umar berhenti berbicara
sebentar, lalu diciumnya tangan laki-laki di depannya untuk
berpamitan. Dengan suara lirih dan tulus Umar melanjutkan
kembali,”Kalau hari ini saya makan di restoran dan menikmati
kelezatannya dan keesokan harinya saya menginginkannya kembali
sementara bapak tidak lagi mentraktir saya, maka saya sangat khawatir
apakah saya masih bisa merasakan kebahagiaannya”.<br />
<br />
Pria tersebut masih saja terpana, dia mengamati anak kecil di depannya
yang sedang sibuk merapikan koran dan kemudian berpamitan
pergi.”Ternyata bukan dia yang harus dikasihani, Harusnya aku yang
layak dikasihani, karena aku jarang bisa berdamai dengan hari ini” <br />
<br />
<strong><em>Sumber :</em></strong> <a href="http://robbie-alca.blogspot.com/2010/12/kisah-hukmah-anak-penjual-koran.html" rel="nofollow" target="_blank">http://robbie-alca.blogspot.com/2010/12/kisah-hukmah-anak-penjual-koran.html</a><br />
SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-61744464617920589052013-12-25T02:22:00.000-08:002013-12-25T02:22:03.329-08:00SURGA DAN NERAKA<br />
<br />
<b>NERAKA</b><br />
Jika Allah swt. memberi balasan kepada orang-orang yang taat dan
berbakti dengan kenikmatan, maka kepada orang-orang yang durhaka dan
bersalah tentu akan diberi balasan pula yaitu berupa siksa. Siksa itu
ialah neraka Jahim. Ini dilakukan sebagai hukuman terhadap mereka,
sebab mereka telah melakukan serta menumpuk-numpuk dosa yang besar
serta kejahatan-kejahatan yang luar biasa.<br />
<br />
Jahim adalah merupakan tempat penyiksaan. Ada beberapa nama untuk neraka itu, di antaranya ialah:<br />
<b><i>a. Hawiah</i></b><br />
Hawiah ialah suatu jurang yang sangat dalam, siapa yang jatuh di situ
pasti tidak dapat kembali naik ke atas. Tentang neraka ini Allah Taala
berfirman,<br />
<br />
<blockquote>
<i>“Siapa yang ringan timbangan amal baiknya, maka tempat
kembalinya adalah neraka Hawiah. Adakah yang memberitahukan padamu,
apakah Hawiah itu? Hawiah adalah neraka yang amat panas apinya.”</i> <b>(Q.S. Al-Qari'ah:8-11) </b></blockquote>
<br />
<b><i>b. Lazha</i></b><br />
Ini difirmankan oleh Allah Taala sebagai berikut,<br />
<blockquote>
<i>“Ingatlah! Sesungguhnya siksanya ialah neraka Lazha,
pengupas kulit kepala. Memanggil orang yang membelakang dan
memalingkan mukanya, juga orang yang mengumpulkan kekayaan serta
menyimpannya.”</i> <b>(Q.S. Al-Ma'arij:15-18) </b></blockquote>
<br />
Karena kehebatan panas api neraka Lazha ini, kulit kepala pun akan
terkelupas dengan sendirinya. Juga karena kehebatan daya tariknya, maka
setiap orang yang mendekat di situ pasti akan disambar, sedang orang
yang mendekat ini tidak lain kecuali orang yang menolak dan tidak suka
menerima kebenaran. Ia memalingkan muka apabila diajak berbuat baik
untuk tunduk kepada Tuhan. Sebaliknya yang paling suka dia lakukan
adalah mengumpulkan harta kekayaan dan kalau sudah banyak lalu disimpan
di dalam almari besi yang tertutup rapat. Hal ini tidak lain hanya
karena sangat loba dan tamaknya pada harta, sehingga dijadikan
pundi-pundi dan dilihat-lihat saja di dunia ini serta sama sekali tidak
untuk dibelanjakan pada jalan yang diperintahkan oleh agama.<br />
<br />
<b><i>c. Sair</i></b><br />
Ini dijelaskan oleh Allah Taala dalam firman-Nya,<br />
<blockquote>
<i>“Untuk orang-orang yang durhaka, Kami menyediakan neraka Sair.”</i> <b>(Q.S. Al-Mulk:5) </b></blockquote>
<br />
<b><i>d. Saqar</i></b><br />
Ini terdapat dalam firman Allah Taala,<br />
<blockquote>
<i>“Orang yang durhaka, akan Kumasukkan ke dalam Saqar.
Adakah yang memberitahukan padamu, apakah Saqar itu? Ia tidak
membiarkan tertinggal dan tidak pula membiarkan berlebih. Ia dapat
mengganti (mengoyak-ngoyak) kulit manusia. Di situ ada penjaganya yang
terdiri dari sembilan belas malaikat (dengan tugas untuk menyiksa
masing-masing).”</i> <b>(Q.S. Al-Muddatstsir:26-30) </b></blockquote>
<br />
Maksud kata tidak membiarkan tertinggal ialah tidak membiarkan begitu
saja apa yang diletakkan di situ, tetapi apa saja yang masuk pasti akan
dibakarnya sampai hangus dan hancur. Juga tidak dibiarkan keluar dari
situ. Itulah yang akan menghitamkan tubuh dan membuat cacat yang luar
biasa buruknya.<br />
<br />
<b><i>e. Huthamah</i> </b><br />
Tersebut dalam firman Allah Taala,<br />
<blockquote>
<i>“Ingatlah! Sesungguhnya orang yang bersalah, akan
dilemparkan dalam neraka Huthamah. Adakah yang memberitahukan padamu
apakah Huthamah itu? Yaitu api Allah yang dinyalakan, yang naik sampai
ke ulu hati. Sesungguhnya api itu ditutupkan di atas mereka dalam
tiang yang panjang-panjang.”</i> <b>(Q.S. Al-Humazah:4-9) </b></blockquote>
<br />
<br />
<b>KESENGSARAAN DALAM NERAKA JAHIM</b><br />
Allah Taala telah mendeskripsikan keadaan dalam Jahim itu. Dengan
memikirkan sifat-sifat itu, rasanya akan berubanlah rambut setiap
pemuda dan akan copot kiranya ulu hati setiap manusia. Memang dibuat
demikian mengerikan agar semua orang yang menempuh jalan yang sesat,
kembali ke jalan yang benar dan yang durhaka, bertobat dari
kedurhakaannya. Allah Taala menyebutkan bahwa bahan bakarnya saja
adalah manusia yang tersiksa itu sendiri serta batu-batu belaka.<br />
<br />
Renungkanlah firman Allah Taala ini,<br />
<blockquote>
<i>“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu sendiri
dan seluruh keluargamu dari siksa api neraka, bahan bakarnya adalah
manusia dan batu. Di situ dijaga oleh malaikat yang kasar lagi bengis,
tidak membantah kepada Allah tentang apa saja yang diperintahkan
kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”</i> <b>(Q.S. At-Tahrim:6) </b></blockquote>
<br />
Neraka tidak akan merasa puas dengan banyaknya apa saja yang dimasukkan
di dalamnya. Jadi ia senantiasa meminta ditambah, sehingga tidak
terdaplagi di situ suatu tempat yang kosong.<br />
<br />
Hal ini difirmankan oleh Allah Taala,<br />
<blockquote>
<i>“Pada hari Kami (Allah) berfirman kepada Jahanam, ‘Adakah engkau sudah penuh.’ Jahanam bertanya, ‘Adakah tambahan lagi?”</i> <b>(Q.S. Qaf:30) </b></blockquote>
<br />
Mujahid berkata,<br />
<blockquote>
<i>“Sebenarnya tidak ada suatu percakapan di situ, tetapi
percakapan ini adalah sebagai suatu perumpamaan tentang hal-ihwal
Jahanam, yang berarti bahwa di dalamnya sudah penuh sesak, sehingga
tidak suatu tempat pun yang terluang lagi, penuh padat sukar bergerak.
Para penghuninya diberi makanan berupa pohon zaqum, yakni sebuah pohon
yang termasuk dalam golongan yang paling buruk, pahit rasanya, bacin
baunya dan bahkan berduri.” </i></blockquote>
<br />
Mengenai ini Allah Taala menjelaskan dalam firman-Nya,<br />
<blockquote>
<i>“Adakah tempat di surga yang lebih baik, ataukah pohon
zaqum? Sesungguhnya hal itu Kami jadikan untuk ujian bagi kaum yang
bersalah. Sesungguhnya pohon zaqum tumbuh dari dasar neraka. Mayangnya
seperti kepala setan (ular). Sesungguhnya penghuni neraka itulah yang
makan kayu pohon itu dan karenanya, maka perut mereka menjadi penuh
(kembung). Sehabis itu mereka akan mendapatkan air yang sangat panas
untuk dijadikan campuran makanannya.”</i> <b>(Q.S. Ash-Shaffat:62-67) </b></blockquote>
<br />
Dalam hal ini ada lagi firman Allah Taala yaitu,<br />
<blockquote>
<i>“Sesungguhnya Kami (Allah) telah menyediakan neraka
untuk orang-orang yang bersalah, mereka dikepung oleh gejolak apinya.
Jika mereka meminta minuman, mereka diberi minum air tembaga yang
mendidih yakni dapat menghanguskan muka. Alangkah buruknya minuman
yang sedemikian itu. Alangkah jeleknya tempat yang semacam itu.”</i> <b>(Q.S. Al-Kahfi:29) </b></blockquote>
<br />
Pakaian penghuni neraka adalah berupa api juga, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Taala,<br />
<blockquote>
<i>“Inilah dua golongan yang berlawanan, mereka
memperselisihkan tentang Tuhannya. Maka orang-orang yang kafir, untuk
mereka dibuatkan pakaian dari api dan disiramkan di atas kepala mereka
air yang mendidih. Apa yang ada di dalam perut dan juga kulit mereka
menjadi hanyut (cair) karenanya. Dan untuk (hukuman) mereka disediakan
cemeti besi. Setiap mereka hendak keluar dari dalamnya karena
kesedihan, lalu mereka dikembalikan lagi ke dalamnya dan dikatakan
kepada mereka, ‘Rasakan olehmu semua siksa yang membakar ini’.”</i> <b>(Q.S. Al-Haj:19-22) </b></blockquote>
<br />
Dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi saw. bersabda,<br />
<blockquote>
<i>“Sesungguhnya siksa dalam neraka Jahim ialah dituangkan
air yang mendidih di atas kepala orang-orang yang durhaka itu,
kemudian terus masuk ke dalam sehingga menembus ke dalam perut mereka,
kemudian keluar segala isi yang ada dalam perut itu sehingga tampak
meleleh dari kedua tapak kakinya. Ini semua merupakan cairan yang
berasal dari isi perut. Selanjutnya dikembalikan lagi sebagaimana
semula.”</i><b> (Diriwayatkan oleh Tirmizi dan ia mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan sahih.) </b></blockquote>
<br />
Jahanam mengepung semua orang yang disiksa di dalamnya dari segala
penjuru. Ini adalah merupakan tutup dan hamparan, sebagaimana yang
difirmankan oleh Allah Taala,<br />
<blockquote>
<i>“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan
keterangan-keterangan Kami dan bersikap sombong terhadapnya, maka tidak
akan dibukakan kepada mereka pintu-pintu langit dan tidak akan masuk
ke dalam surga sehingga unta dapat masuk ke lubang jarum. Demikian Kami
memberikan pembalasan kepada orang-orang yang bersalah. Mereka
mempunyai tempat tidur dari api yang menyala dan di atas mereka ada
tutup dan demikian itulah Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang
yang menganiaya.”</i> <b>(Q.S. Al-A'raf:40-41) </b></blockquote>
<br />
Allah Taala juga berfirman,<br />
<blockquote>
<i>“Di atas kepala mereka ada tumpukan api dan di bawahnya
pun ada tumpukan api pula. Demikian Allah memperingatkan sekalian
hamba-hamba-Nya. Oleh sebab itu, hai hamba-hamba-Ku, takutlah kamu
semua pada-Ku.”</i> <b>(Q.S. Az-Zumar:16) </b></blockquote>
<br />
Penghuni Jahanam tidak akan mati selama-lamanya, sebab kalau mati tentu
dapat beristirahat, tetapi tidak pula merasakan kehidupan yang senang
dan nyaman. Ini jelas diterangkan oleh Allah dalam firman-Nya,<br />
<blockquote>
<i>“Orang yang malang akan menjauhkan diri daripada
peringatan yang benar itu. Orang itulah yang akan masuk ke dalam
neraka yang besar apinya. Di situ ia tidak akan mati dan tidak pula
hidup.”</i> <b>(Q.S. Al-A'la:11-13) </b></blockquote>
<br />
Para penghuni neraka terhalang dari (rahmat) Allah swt, sebagaimana firman-Nya,<br />
<blockquote>
<i>“Dengan demikian, sesungguhnya mereka pada hari itu (pada hari kiamat) tertutup dari (rahmat) Tuhannya.”</i><b> (Q.S. Al-Muthaffifin:15) </b></blockquote>
<br />
Ini adalah merupakan bentuk siksa yang paling hebat. Dalam ayat lain Allah Taala berfirman lagi,<br />
<blockquote>
<i>“Sesungguhnya orang-orang yang kafir (tidak
mempercayai) ayat-ayat Kami, Kami akan memasukkan mereka ke dalam api
neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami gantikan dengan kulit
yang lain, supaya mereka rasakan benar-benar siksaan itu. Sesungguhnya
Allah Maha Mulia dan Bijaksana.”</i> <b>(Q.S. An-Nisa:56) </b></blockquote>
<br />
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa setiap kulit penghuni neraka yang
sudah hangus, hancur dan habis dimakan api akan diganti dengan kulit
lain. Sebab dilaksanakan sedemikian ini ialah karena rasa sakit yang
sangat justru dalam urat-urat di lapisan kulit, sedang yang
lain-lainnya seperti bagian dalam, otot-otot dan sebagainya, maka rasa
sakitnya kurang. Oleh sebab itu setiap dokter tentu mengetahui bahwa
terbakar yang sekali pun hanya biasa saja, jika belum sampai melampaui
lapisan kulit, maka akan menimbulkan rasa sakit yang sangat pedih
sekali. Lain sekali dengan terbakarnya yang sangat sehingga melalui
lapisan kulit sampai ke bagian dalam daging. Sekali pun keadaannya
lebih membahayakan, tetapi sakit yang dirasakan tidaklah sehebat yang
di atas. Allah Taala memberitahukan kepada kita bahwa setiap api sudah
makan kulit yang di dalamnya terdapat beberapa urat saraf, lalu
dibuatkan lagi kulit yang baru, tanpa berhenti sama sekali.
Demikianlah bentuk siksa yang akan dialami penghuni neraka nanti, amat
sangat dan pedih sekali.<br />
<br />
Di sini tampak nyata betapa besar kebijaksanaan Allah Taala, sebelum
hal itu diketahui oleh manusia. Memang Allah Taala bersifat Maha Mulia
dan Bijaksana, oleh sebab hebatnya kesengsaraan yang diderita juga
karena amat pedihnya siksa yang dirasakan, sampai-sampai kaum durhaka
hendak menebusnya, andaikata dapat, sekali pun dengan mengurbankan
kekasih yang dimilikinya atau seorang yang amat disayangi dan
dimuliakan. Tetapi adakah tebusan itu akan bermanfaat untuknya,
dapatkah hal itu terjadi dan siapakah yang akan menerima cara yang
sebodoh ini? Maka segala harapan mereka tidak terpenuhi dan tidak
terkabul. Dalam hal ini Allah Taala berfirman,<br />
<blockquote>
<i>“Orang yang berdosa ingin sekali, kalau kiranya mereka
dapat menebus dirinya dari siksa yang diterimanya pada hari itu dengan
memberikan anak-anak, istri, saudara dan keluarganya yang memberi
tempat kediaman untuknya, juga dengan seluruh manusia yang di bumi
ini. Demikianlah ia ingin menyelamatkan dirinya sendiri. Tidak mungkin
terjadi.”</i> <b>(Q.S. Al-Ma'arij:11-15) </b></blockquote>
<br />
<b>PERBANDINGAN API DI DUNIA DENGAN API AKHIRAT</b><br />
Diceritakan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda,<br />
<blockquote>
<i>“Apimu yang kamu semua nyalakan di dunia ini hanyalah
satu bagian dari tujuh puluh bagian panas neraka Jahanam.” Para
sahabat berkata, “Demi Allah, api dunia ini saja sudah amat panas, ya
Rasulullah!” Beliau lalu bersabda lagi “Memang, api neraka masih lebih
lagi, enam puluh sembilan bagian dari panasnya, semua itu setiap
bagian sama suhu panasnya dengan api dunia.” </i><b>(Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmizi)</b>.</blockquote>
<br />
<b>SIKSAAN YANG PALING RINGAN</b><br />
Diceritakan dari Nukman bin Basyir r.a. bahwa Nabi saw. bersabda,<br />
<blockquote>
<i>“Seringan-ringan siksa manusia ialah seseorang yang
dipakaikan sepasang alas kaki dengan dua buah pengikat dari api
neraka. Dari keduanya mendidih otaknya sebagaimana air mendidih di
kuali. Ia merasa tidak ada orang lain yang dianggap lebih berat
siksanya dari dirinya sendiri, padahal sebenarnya ialah orang yang
teringan siksanya di antara penghuni neraka.” </i><b>(Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmizi)</b>.</blockquote>
<br />
<br />
<b><i>ORANG MUKMIN TIDAK KEKAL DALAM NERAKA</i></b><br />
Dalam hadis sahih diterangkan bahwa orang mukmin tidak akan kekal
disiksa di dalam neraka. Apabila seorang mukmin melakukan dosa-dosa
besar sampai berulang kali dan bertimbun-timbun dan belum lagi terbalas
dengan diberi hukuman hudud sebagaimana yang ditetapkan dalam syariat
agama, tidak pula disusul dengan tobat nasuha, juga tidak terhapus
dengan sebamemperoleh musibah (bencana), sakit atau hal-hal lain yang
dapat melenyapkan dosanya, maka tentu ia akan dihisab amalannya yang
buruk tadi. Jadi nanti pada hari kiamat Allah Taala akan menimbang
amal-amal perbuatannya yang baik dan juga semua kemaksiatan-kemaksiatan
yang dilakukan yang belum sempat ditobati. Sekiranya kebaikannya
menang, tentu ia dapat dimasukkan ke dalam surga juga dapat masuk
surga pula sekiranya antara kebaikan dan keburukannya sama nilai dan
beratnya.<br />
<br />
Dalam hal ini Allah Taala berfirman,<br />
<blockquote>
<i>“Kami (Allah) tegakkan neraca keadilan pada hari
kiamat, sehingga tidak seorang diri pun yang akan dianiaya (dirugikan)
sedikit pun dan sekali pun hanya suatu amalan seberat biji sawi,
pasti Kami datangkan (timbang) juga. Cukup sempurnalah Kami membuat
perhitungan.”</i> <b>(Q.S. Al-Anbiya:47) </b></blockquote>
<br />
Jika keburukan lebih berat timbangannya dari kebaikannya, maka ia akan
masuk neraka. Di situlah ia akan disiksa sesuai dengan kadar yang
telah diamalkan dan cocok pula dengan dosa yang telah ditimbun serta
setimpal dengan bentuk hukuman yang akan diterimanya. Setelah cukup
masa hukuman, ia akan keluar dari neraka dengan tubuh dan jiwa yang
sudah suci. Ia akan memperoleh apa yang telah dijanjikan oleh Allah
Taala, berupa pahala atas kebaikannya, demikian itulah cara penerapan
keadilan dan kebijaksanaan Allah Taala.<br />
<br />
Mengenai tidak kekalnya orang mukmin dalam neraka disebutkan dalam
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Said Khudri bahwa Nabi saw.
bersabda,<br />
<blockquote>
<i>“Penghuni surga akan masuk surga dan penghuni neraka
akan masuk neraka. Kemudian Allah Taala berfirman, ‘Keluarkanlah dari
neraka siapa saja yang di dalam hatinya ada keimanan sekali pun
seberat biji sawi.’ Orang-orang itu lalu keluar dari neraka dan
tubuhnya sudah hitam hangus. Mereka lalu dimasukkan ke dalam sungai
kehidupan (memberikan semangat hidup kembali), lalu tumbuhlah
orang-orang tersebut sebagai tumbuhnya benih di samping tanah yang
terkena air bah (banjir). Tidakkah engkau mengetahui bahwa benih itu
akan keluar kekuning-kuningan dan berseri-seri.”</i> <b>(Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Nasai)</b>.</blockquote>
<br />
Jadi orang-orang yang berasal dari neraka, akan keluar sesudah
dimandikan dalam sungai kehidupan tadi dan tubuhnya kembali segar
bugar, bersemangat, riang gembira sebab merasa hidup layak lagi
sebagaimana yang diinginkan. Selain itu ada sebuah hadis lain dari
Anas r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda,<br />
<blockquote>
<i>“Akan keluar dari neraka siapa saja yang mengucapkan
laa ilaaha illallaah, sedang dalam kalbunya ada kebaikan seberat biji
kacang. Akan keluar dari neraka siapa saja yang mengucapkan laa ilaaha
illallaah sedang dalam kalbunya ada kebaikan seberat gandum. Akan
keluar dari neraka siapa saja yang mengucapkan laa ilaaha illallaah
sedang dalam kalbunya ada kebaikan seberat debu.”</i> <b> (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmizi)</b>.</blockquote>
<br />
<b><i>SYAFAAT UNTUK ORANG YANG BERBUAT MAKSIAT</i></b><br />
Rasulullah saw. selain memberikan syafaat uzhma (besar), juga
memberikan syafaat lain-lain sesudah memperoleh izin dari Allah Taala,
juga setelah selesai masa penyiksaan, yaitu untuk mengeluarkan orang
yang bermaksiat dari neraka. Dicantumkan dalam beberapa hadis sahih
bahwasanya Rasulullah saw. dapat memberikan syafaat kepada orang-orang
yang mengerjakan dosa-dosa besar sesudah mereka masuk neraka, kemudian
Allah Taala menerima syafaatnya untuk orang-orang yang berdosa tadi,
lalu Allah Taala mengeluarkan mereka dari neraka itu.<br />
<br />
Jadi syafaat ini maksudnya ialah untuk menampakkan kemuliaan seseorang
yang memberikan syafaat itu di sisi Allah, juga untuk memperlihatkan
betapa keutamaan Nabi kita saw.<br />
<br />
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda,<br />
<blockquote>
<i>“Setiap nabi mempunyai sebuah doa yang dikabulkan, yang
dengannya ia berdoa. Saya (Nabi saw.) bermaksud hendak menyimpan doa
itu untuk memberikan syafaat kepada umatku di akhirat.”</i> <b>(Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim). </b></blockquote>
<br />
Imam Muslim menambahkan sabda beliau dengan,<br />
<blockquote>
<i>“Syafaat itu akan diperoleh insya Allah Taala oleh
semua umatku yang mati, yang tidak menyekutukan sesuatu apa pun dengan
Allah.” </i></blockquote>
<br />
Diriwayatkan pula dari Imran bin Hashin r.a. bahwa Nabi saw. bersabda,<br />
<blockquote>
<i>“Ada suatu kaum keluar dari neraka dengan syafaat
Muhammad saw. lalu mereka masuk surga dan diberi nama Jahanamiyin
(bekas penghuni Jahanam).”</i> <b>(Diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Daud dan Ibnu Majah)</b>.</blockquote>
<br />
Mereka diberi nama sedemikian bukan sebagai kata penghinaan, tetapi
hanya supaya selalu ingat siksa-siksa yang pernah dia alami dan betapa
besar nikmat yang kini diterimanya. Dengan demikian mereka akan lebih
bergembira dan bersukacita.<br />
<br />
<b><i>PERCAKAPAN ANTARA AHLI SURGA DAN AHLI NERAKA</i></b><br />
Setelah penghuni surga menetap di surga dan penghuni neraka di neraka,
terjadilah suatu percakapan antara kedua golongan itu. Masing-masing
golongan menyebutkan apa yang telah diamalkan di dunia dan balasan apa
yang saat itu diterimanya yakni setelah di akhirat.<br />
<br />
Mengenai bentuk percakapan itu tentu tidak dapat diuraikan
sejelas-jelasnya, bagaimana terjadi perbincangan antara kedua golongan
itu yang demikian sempurna, padahal antara keduanya terdapat jarak
yang begitu jauh dan selisih kedudukan yang begitu besar. Oleh sebab
itu tidak perlu dipikirkan terlampau mendalam, sebab semua itu
termasuk salah satu bagian dari urusan akhirat yang pasti kita tidak
dapat mencapai dengan akal pikiran kita. Kita tidak dapat mengetahui
persoalan demikian dengan penyelidikan kita bagaimana pun telitinya.
Tetapi Allah swt. sengaja mengubah keadaan manusia ini dan diciptakan
dalam alam dan keadaan yang berbeda dengan gambaran yang biasa kita
saksikan sekarang. Di akhirat manusia akan diberi panca indra yang
lain lagi sifatnya, sehingga akan menjadi lebih kuat dari panca indra
yang diberikan sewaktu di dunia sekarang ini.<br />
<br />
Dalam persoalan ini rasanya tidak terlampau sukar untuk kita pikirkan,
jika kita sudah melihat kemajuan teknik yang baru yang diciptakan oleh
akal manusia pada akhir-akhir ini. Ada suatu benda yang kiranya mudah
untuk mendekatkan pemahaman kita yaitu dengan melihat pesawat seperti
televisi. Bukankah dengan alat ini antara manusia satu dengan lainnya
dapat saling saksi-menyaksikan, lihat-melihat serta dengar-mendengar,
sekali pun antara keduanya terdapat jarak yang amat jauh yang harus
ditempuh dalam waktu berbulan-bulan perjalanan.<br />
<br />
Allah Taala berfirman,<br />
<blockquote>
<i>“Kami (Allah) telah menentukan kematian kepadamu dan
Kami tidak akan dapat dikalahkan. Untuk menukar rupamu dan menjadikan
kamu dalam rupa (keadaan lain) yang tidak kamu ketahui.”</i> <b>(Q.S. Al-Waqi'ah:60-61) </b></blockquote>
<br />
Dalam Alquran diceritakan bentuk percakapan antara penghuni surga dan
penghuni neraka, padahal terang ada tabir pemisah antara kedua golongan
ini. Tabir itu di kalangan penghuni surga merupakan rahmat dan
kenikmatan sedang di kalangan penghuni neraka adalah azab dan siksaan.
Oleh sebab Alquran memberikan keterangan semacam itu, kita pun wajib
beriman akan terlaksananya nanti. Adapun mengenai hakikatnya baiklah
kita serahkan saja kepada Allah Taala Yang Maha Mengetahui segala yang
gaib dan insya Allah kita akan dapat menyaksikan sendiri di akhirat
nanti.<br />
<br />
Allah Taala menjelaskan percakapan itu dalam firman-Nya,<br />
<i>“Pada hari engkau melihat orang-orang yang beriman, lelaki dan
perempuan, cahaya mereka bersinar di hadapan dan di kanan mereka.
Kepada mereka disampaikan, ‘Berita gembira untukmu semua pada hari
ini. Kamu semua memperoleh taman-taman surga yang di dalamnya ada
berbagai sungai mengalir di bawahnya.’ Mereka berdiam di situ untuk
selama-lamanya. Demikian adalah suatu keuntungan yang besar sekali.
Pada hari orang-orang yang munafik (beriman di bibir atau menunjukkan
keislamannya secara palsu), yang lelaki atau perempuan, mengatakan
kepada orang-orang yang beriman, ‘Tunggulah kami, biarkanlah kami
mengambil sebagian dari cahayamu.’ Kepada mereka lalu dikatakan,
‘Mundurlah ke belakang dan carilah sendiri cahaya itu!’ Kemudian
diletakkanlah tabir dinding antara mereka yang mempunyai pintu. Di
sebelah dalamnya ada rahmat (karunia), sedang di baliknya yakni di
bagian luar ada siksaan. Orang yang berada di luar berseru pada yang
di dalam, ‘Bukankah kita ini dahulu bersama-sama denganmu.’ Yang di
dalam menjawab, ‘Betul, tetapi kamu semua telah mencelakakan dirimu
sendiri dan bahkan menantikan kehancuran kami. Kamu semua ragu-ragu
terhadap janji Tuhan dan kamu semua ditipu oleh angan-angan yang
kosong sampai datang perintah Allah (kematian). Kamu semua juga ditipu
oleh suatu tipuan sehingga lalai menjalankan perintah Allah. Oleh
sebab itu, pada hari ini tidak akan diterima tebusan apa pun dari kamu
semua dan tidak pula dari orang-orang yang kafir (tidak beriman).
Tempat kediamanmu semua adalah neraka, itulah tempatmu berlindung dan
tempat kembali yang amat buruk.” </i><b>(Q.S. Al-Hadid:12-15) </b><br />
<br />
Dalam adegan lain Alquran juga menceritakan bentuk yang lain mengenai
percakapan antara penghuni surga dengan penghuni neraka, yaitu,<br />
<blockquote>
<i>“Orang-orang yang mendiami surga sama berseru kepada
orang-orang yang mendiami neraka, ‘Sebenarnya kami telah mendapati apa
yang sebetulnya dijanjikan oleh Tuhan kepada kami. Maka apakah kamu
semua juga sudah memperoleh apa yang sebetulnya dijanjikan oleh Tuhan
kepadamu semua.’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Kemudian seseorang meneriakkan
bahwa laknat (kutukan) Allah untuk orang-orang yang menganiaya
(berbuat durhaka). Yaitu orang-orang yang menghalang-halangi (manusia)
dari jalan Allah dan mengusahakan supaya jalan itu menjadi bengkok
dan mereka tidak mempercayai hari kemudian.”</i> <b>(Q.S. Al-A'raf:44-45) </b></blockquote>
<br />
Perlu dimaklumi bahwa janji Tuhan kepada orang yang berbuat kebaikan
adalah kenikmatan dalam surga, sedang janji Tuhan untuk orang yang
berdosa ialah siksa dalam neraka. Kedua hal itu sudah diakui bahwa
masing-masing sama-sama menerimanya. Selanjutnya Allah menceritakan pula
lanjutan percakapan kedua golongan itu dalam Alquran sebagaimana
firman-Nya,<br />
<blockquote>
<i>“Orang-orang yang mendiami neraka berseru kepada
orang-orang yang mendiami surga, ‘Limpahkanlah kepada kami air sedikit
atau berilah sedikit rezeki makanan yang telah dikaruniakan oleh
Allah kepadamu semua.’ Penghuni surga menjawab, ‘Sesungguhnya Allah
telah mengharamkan keduanya (minuman dan makanan yang enak-enak itu)
untuk orang-orang kafir.’ Orang-orang kafir ialah orang-orang yang
menganggap agamanya sebagai senda gurau dan permainan belaka. Mereka
telah tertipu oleh kehidupan dunia. Oleh sebab itu, pada hari ini Kami
(Allah) melupakan mereka sebagaimana mereka dahulu melupakan akan
menemui hari ini dan karena mereka menyangkal kebenaran ayat-ayat
Kami.”</i> <b>(Q.S. Al-A'raf:50-51) </b></blockquote>
<br />
<br />
<b><i>ORANG YANG TERAKHIR MASUK SURGA DAN YANG TERAKHIR KELUAR DARI NERAKA</i></b><br />
Diriwayatkan dari Ibnu Masud r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda,<br />
<blockquote>
<i>“Orang yang terakhir masuk surga adalah seorang lelaki.
Ia kadang-kadang berjalan dan kadang-kadang merangkak, bahkan
kadang-kadang masih dijilat-jilat juga oleh api. Setelah ia dapat
melalui tempat api itu, ia pun menoleh ke belakang dan berkata, ‘Maha
Suci Allah yang telah menyelamatkan diriku daripadamu. Sungguh saya
telah dikaruniai oleh Allah Taala suatu pemberian yang belum pernah
diberikan oleh-Nya kepada seseorang pun baik dari golongan orang-orang
dahulu (awalin) atau pun orang-orang belakangan (akhirin). Kemudian
ditampakkan padanya sebatang pohon, lalu ia berkata, ‘Ya Tuhanku!
Sudilah kiranya Engkau mendekatkan aku kepada pohon ini, supaya aku
dapat bernaung di bawahnya dan dapat pula minum airnya.’ Allah
berfirman, ‘Hai anak Adam (manusia)! Barangkali kalau sudah Kuberikan
padamu permintaanmu itu, apakah kiranya engkau tidak meminta lagi yang
lain?’ Orang itu menjawab, ‘Ya Tuhanku! Aku tidak akan meminta yang
lainnya lagi.’ Orang itu disuruh berjanji tidak akan meminta yang lain
lagi dan setelah itu Tuhan lalu menerima permohonannya, sebab
dilihatnya orang tersebut tidak sabar lagi mendapatkan keinginannya.
Oleh Allah ia didekatkan pada pohon itu dan ia pun bernaung di
bawahnya serta minum pula airnya. Selanjutnya ditampakkan sebatang
pohon yang lain padanya dan yang lebih bagus dari yang pertama. Orang
itu berkata, ‘Ya Tuhanku! Sudilah kiranya Engkau mendekatkan aku
kepada pohon ini, supaya aku dapat bernaung di bawahnya dan minum
airnya. Aku tidak akan meminta yang lainnya pada-Mu.’ Allah berfirman,
‘Hai anak Adam! Bukankah sebelum ini engkau sudah berjanji tidak akan
meminta yang lainnya kepada-Ku? Barangkali kalau sudah Kuberikan
permintaanmu ini, engkau akan meminta lagi yang lainnya pula?’ Orang
itu berjanji sekali lagi untuk tidak meminta yang lainnya. Tuhan lalu
menerima permohonannya, sebab dilihatnya orang tersebut agaknya tidak
sabar lagi untuk mendapatkan keinginannya itu. Oleh Allah ia
didekatkan pada pohon itu dan ia pun bernaung di bawahnya serta minum
airnya. Setelah itu ditampakkan pula di muka orang tadi sebatang pohon
yang terletak di dekat pintu gerbang surga yang keadaannya lebih bagus
dari kedua pohon yang sebelumnya. Orang itu berkata pula, ‘Ya Tuhanku!
Sudilah kiranya Engkau mendekatkan aku dari pohon ini, supaya aku
bernaung di bawahnya dan minum airnya. Aku tidak akan meminta pada-Mu
yang lain lagi.’ Allah berfirman, ‘Hai anak Adam! Bukankah sebelum ini
engkau sudah berjanji pada-Ku tidak akan meminta yang lain.’ Orang tadi
menjawab, ‘Benar, ya Tuhanku sekarang saya tidak meminta lagi yang
lain.’ Oleh Allah diterima permohonannya, sebab dilihatnya ia sudah
tidak sabar lagi untuk mendapatkan keinginannya. Orang itu didekatkan
pada pohon tersebut. Demi ia sudah didekatkan pada pohon yang terletak
di dekat pintu surga itu, lalu terdengar olehnya suara riuh rendah dari
penghuni surga. Kemudian ia pun berkata lagi, ‘Ya Tuhanku,
masukkanlah saya ke dalam surga.’ Allah berfirman, ‘Hai anak Adam!
Karunia apakah yang kiranya dapat memuaskan hatimu, sehingga engkau
tidak meminta-minta lagi? Apakah kiranya engkau puas, sekiranya engkau
Kuberi kenikmatan sebesar kadar dunia dan sebuah lagi yang seperti
itu?’ Orang itu berkata, ‘Ya Tuhanku! Apakah Engkau memperolok-olokkan
diriku padahal Engkau adalah Tuhan seru sekalian alam?’ Ibnu Masud
(yang menceritakan hadis ini) lalu ketawa. Setelah itu ia berkata,
‘Mengapa kamu semua (kawan-kawannya yang mendengarkan) tidak
menanyakan kepadaku, apa sebab aku ketawa?’ Orang-orang yang
mendengarkan lalu bertanya, ‘Mengapa engkau tertawa?’ Ia menjawab,
‘Begitulah Rasulullah saw. juga ketawa sewaktu menceritakan ini, lalu
beliau ditanya, apakah sebab beliau tertawa.’ Beliau menjawab, ‘Saya
tertawa karena Tuhan seru sekalian alam ketawa ketika orang yang
meminta dimasukkan surga itu berkata, ‘Apakah Engkau
memperolok-olokkan diriku, padahal Engkau adalah Tuhan seru sekalian
alam.’ Seterusnya Allah lalu berfirman, ‘Aku tidak memperolok-olokkan
engkau, tetapi memang Aku ini Maha Kuasa atas segala yang Aku
kehendaki.’”</i><b>(Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim)</b>.</blockquote>
<br />
<br />
<b>SURGA</b><br />
Jannah atau surga menurut etimologi berarti taman yang terdiri dari
pohon kurma atau pohon lain-lain. Kata ini diambil dari lafal janna
yang artinya menutupi. Sebab disebut demikian ialah karena pohon-pohon
yang ada di dalam surga amat rindang daunnya, rimbun sekali, sedang
cabang-cabang dari pohon yang satu bertaut dengan cabang-cabang dari
pohon lainnya, sehingga bagian atas merupakan sebuah naungan atau payung
tempat berteduh.<br />
<br />
Adapun yang dimaksud dengan surga ialah suatu tempat kediaman atau
perumahan yang disediakan oleh Allah swt. untuk hamba-hamba-Nya yang
bertakwa kepada-Nya sebagai balasan kepada mereka atas keimanannya yang
jujur dan benar serta amal perbuatannya yang saleh.<br />
<br />
Untuk memberi nama surga itu, Alquran memberikan banyak gelaran seperti
Jannatul Ma'wa (surga tempat kembali), Jannatu Adn (surga tempat
tinggal yang kekal), Darul Khulud (perumahan yang kekal), Firdaus
(paradis), Darussalam (tempat kediaman yang damai), Darul Maqamah
(tempat kediaman yang tenang), Jannatun Na'im (taman-taman yang
menyenangkan), Maqam Amin (tempat yang aman) dan lain-lain lagi. Dalam
Alquran juga disebutkan bahwa luas surga itu adalah seluas
keseluruhan langit dan bumi yakni alam semesta ini. Pernah Nabi saw.
ditanya tentang tempat neraka, “Jika luas surga adalah seluas
keseluruhan langit dan bumi, maka di manakah tempat neraka?” Beliau
memberikan jawaban tentang ini dengan sabdanya, “Maha Suci Allah, di
manakah malam, jika siang sudah menjelma.”<br />
<br />
<b><i>PENGHUNI SURGA</i></b><br />
Surga tidak akan dimasuki selain orang yang benar-benar mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang baik dan mulia serta bersifat dengan berbagai
keutamaan dan keluhuran. Allah Taaberfirman,<br />
<blockquote>
<i>“Sesungguhnya Allah telah membeli diri dan harta
orang-orang yang beriman dengan mengaruniakan surga untuk mereka.
Mereka berperang untuk membela agama Allah, sebab itu mereka pun
membunuh dan terbunuh, menuruti janji Allah yang tersebut dalam kitab
Taurat, Injil dan Alquran. Siapakah yang lebih menepati janjinya
daripada Allah itu? Oleh sebab itu, maka bergembiralah dengan
perjanjian yang telah kamu semua perbuat. Yang sedemikian itu adalah
suatu keuntungan yang besar sekali. Orang-orang yang bertobat kepada
Allah, orang-orang yang menyembah-Nya, orang-orang yang memuji-Nya,
orang-orang yang berpuasa, orang-orang yang rukuk, orang-orang yang
sujud, orang-orang yang menyuruh mengerjakan kebaikan, orang-orang yang
melarang mengerjakan keburukan dan orang-orang yang menjaga
batas-batas hukum Allah, maka sampaikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang beriman itu.”</i> <b>(Q.S. At-Taubah:111-112) </b></blockquote>
<br />
<b><i>KENIKMATAN SURGA</i></b><br />
Allah Taala menjelaskan tentang sifat-sifat dan keadaan surga yakni
bahwa kenikmatan-kenikmatan yang ada di dalamnya kekal, kesenangan di
situ tidak akan pernah habis dan apa saja yang terdapat di dalamnya
benar-benar tidak ada tandingannya. Tentang sungai-sungainya banyak
sekali dan bercabang-cabang pula, airnya pun meluap dan tidak akan
kering. Dalam Alquran disebutkan,<br />
<blockquote>
<i>“Perumpamaan taman surga yang dijanjikan kepada
orang-orang yang bertakwa ialah sebagai suatu taman yang di dalamnya
ada sungai-sungai yang airnya tidak berubah rasa dan baunya,
sungai-sungai dari susu yang rasanya tetap tidak berganti-ganti,
sungai-sungai dari anggur yang amat sedap rasanya bagi orang-orang yang
meminumnya dan sungai-sungai dari madu yang bening jernih. Di sana
mereka memperoleh segala macam buah-buahan serta pengampunan dari
Tuhan.”</i> <b>(Q.S. Muhammad:15) </b></blockquote>
<br />
Sungai-sungai mengalir di bawah gedung-gedung dan istana-istana yang
besar-besar lagi indah, yang di dalamnya penuh tersedia berbagai
buah-buahan dan daging burung. Ini jelas difirmankan oleh Allah Taala,<br />
<blockquote>
<i>“Para penghuni surga menerima buah-buahan, yang mana
saja mereka bebas memilihnya dan juga daging burung, mana saja yang
mereka inginkan”</i> <b>(Q.S. Al-Waqi'ah:20-21) </b></blockquote>
<br />
Penghuni-penghuni surga setiap dikaruniai rezeki berupa buah-buahan, mereka senantiasa berkata,<br />
<blockquote>
<i>“Ini tentunya yang pernah kita peroleh sebelum
sekarang,” padahal yang diberikan kepada mereka memang serupa benar
dengan yang lalu. Tetapi yang terang letak persamaan dalam hal
kebagusan dan indah bentuknya. Allah Taala berfirman, “Sampaikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang beriman serta mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang baik, sesungguhnya mereka akan memperoleh
taman-taman surga yang mengalir beberapa sungai di bawahnya. Setiap
mereka mendapatkan pemberian rezeki dari surga dari buah-buahan, mereka
berkata, ‘Ini adalah seperti rezeki yang kita terima sebelum
sekarang.’ Kepada mereka diberikan pemberian-pemberian yang serupa. Di
dalam surga pun mereka akan memperoleh jodoh yang suci dan mereka
kekal di dalamnya.” </i><b>(Q.S. Al-Baqarah:25) </b></blockquote>
<br />
Rezeki baik yang berupa makanan atau minuman yang diberikan kepada
penghuni surga dilayani oleh pemuda-pemuda yang tetap tinggal muda dan
mereka adalah bagaikan mutiara yang bertaburan karena sangat molek,
rupawan dan indah pakaiannya. Ini dinyatakan oleh Allah Taala dalam
firman-Nya,<br />
<blockquote>
<i>“Dan beredarlah (melayani) di sekitar mereka
bujang-bujang yang tetap tinggal muda. Kalau engkau lihat mereka,
engkau kira mereka mutiara yang bertaburan. Dan ke mana saja engkau
melihat, engkau akan melihat kenikmatan (merasa amat senang sekali)
serta kerajaan yang besar. Bujang-bujang muda itu mengenakan pakaian
yang berupa sutera halus yang berwarna hijau dan pula sutera tebal,
juga diberi perhiasan gelang tangan dari perak. Tuhan memberikan
minuman kepada mereka dengan minuman yang bersih.”</i> <b>(Q.S. Al-Insan:19-21) </b></blockquote>
<br />
Adapun bujang-bujang pelayan itu membawa piring-piring, wadah-wadah dan
gelas-gelas dari emas, di dalamnya penuh dengan makanan dan minuman
yang meneteskan air liur, sangat diingini oleh hati dan sedap
dipandang mata. Hal ini dinyatakan oleh Allah Taala dalam firman-Nya,<br />
<blockquote>
<i>“Kepada mereka diedarkan piring-piring dan gelas-gelas
dari emas. Di dalamnya terdapat semua apa yang diingini oleh hati dan
yang sedap dipandang mata. Kamu semua akan kekal di situ
selama-lamanya.”</i> <b>(Q.S. Az-Zukhruf:71) </b></blockquote>
<br />
Juga tersebut dalam firman-Nya,<br />
<blockquote>
<i>“Kepada mereka diedarkan wadah dari perak dan gelas
dari kristal murni. Kristal jernih terbuat dari perak pula yang mereka
perkirakan dengan ukuran yang sesuai sekali. Di surga mereka diberi
minuman dalam gelas dengan campuran jahe. Diambil dari sebuah mata air
yang bernama Salsabil.”</i> <b>(Q.S. Al-Insan:15-18) </b></blockquote>
<br />
Bukan main senang dan suka citanya. Baru pelayannya saja pakaiannya
sudah berupa sutera tipis dan tebal berhiaskan emas. Konon pula keadaan
tempat kediaman yang digunakan sebagai tempat tinggal, biliknya
bersusun dan tampak aliran sungai di bawahnya. Allah Taala berfirman,<br />
<blockquote>
<i>“Tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan, mereka
akan mendapatkan bilik-bilik gedung yang tinggi dan di atasnya ada
pula bilik-bilik dari gedung yang tinggi pula yang dibangun dan di
bawahnya mengalir sungai-sungai. Itulah janji Allah. Allah tidak akan
mengingkari janji-Nya.”</i> <b>(Q.S. Az-Zumar:20) </b></blockquote>
<br />
Selain itu dijelaskan bahwa penghuni surga ditemani oleh istri-istrinya
duduk bersenang-senang dan bersandar di atas sofa yang indah, dalam
tempat yang teduh dan nyaman udaranya. Istri-istrinya dijadikan oleh
Allah dalam keadaan muda semua, sebaya usianya dan penuh kecintaan pada
suaminya, sebagaimana juga halnya Allah menciptakan para bidadari
yang matanya jelita, bagaikan telur yang tersimpan rapi. Para wanita
dalam surga semua suci dari segala cela yang biasa dialami oleh
wanita-wanita di dunia, maka dari itu mereka tidak mengalami haid,
nifas, rupa yang buruk atau pun budi pekerti yang jahat. Mengenai
semua ini diterangkan oleh Allah Taala dalam beberapa firman-Nya,
yaitu,<br />
<blockquote>
<i>“Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu
bersenang-senang dalam kesibukannya masing-masing (menurut
kegemarannya sendiri-sendiri). Mereka dengan istri-istrinya berada di
tempat yang teduh sambil duduk-duduk bersandar di atas sofa.”</i> <b>(Q.S. Yasin:55-56) </b></blockquote>
<br />
Juga firman-Nya,<br />
<blockquote>
<i>“Sesungguhnya gadis-gadis dalam surga Kami (Allah)
jadikan dengan kejadian yang istimewa. Mereka Kami jadikan perawan suci
penuh kecintaan dan sebaya semua usianya.”</i> <b>(Q.S. Al-Waqi'ah:35-37) </b></blockquote>
<br />
Ada pula firman-Nya,<br />
<blockquote>
<i>“Di samping mereka terdapat pula gadis-gadis
(bidadari-bidadari) yang sopan-sopan lagi setia dengan mata yang jelita
bagaikan telur yang tersimpan rapi.”</i> <b>(Q.S. Ash-Shaffat:48-49) </b></blockquote>
<br />
Terdapat pula keterangan bahwa penghuni surga tidak mempunyai perasaan
kedengkian, sebab sifat ini sudah dibuang sama sekali oleh Allah Taala
dari hati mereka. Mereka hidup sebagai saudara kandung, duduk
berhadap-hadapan dan tidak merasa penat atau lelah sama sekali. Ini
disebutkan dalam firman Allah Taala yang berbunyi,<br />
<blockquote>
<i>“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berdiam di
dalam taman-taman surga dan di tengah-tengahnya ada mata air yang
memancar. Kepada mereka dikatakan, ‘Masuklah kamu semua ke dalamnya
dengan aman sentosa.’ Kami (Allah) telah membuang segala sifat
kedengkian yang ada di dalam hati mereka, sehingga mereka merupakan
saudara-saudara belaka, berhadap-hadapan di atas tempat duduk. Mereka
tidak pernah tersentuh rasa lelah dan mereka tidak akan dikeluarkan
dari tempat itu.”</i> <b>(Q.S. Al-Hijr:45-48) </b></blockquote>
<br />
Diuraikan pula bahwa di dalam surga tidak terdengar sama sekali omong
kosong atau percakapan yang menyebabkan dosa. Yang terdengar hanyalah
kata-kata yang menyucikan Allah swt. serta ucapan salam antara seorang
dengan lainnya, juga salam Tuhan kepada kaum mukminin, sebagaimana
yang difirmankan oleh Allah Taala,<br />
<i>“Di dalam surga mereka tidak mendengarkan perkataan omong kosong
dan tidak pula kata-kata yang menyebabkan dosa. Yang terdengar di situ
hanyalah ucapan salam (damai), salam (damai)’.”</i> <b>(Q.S. Al-Waqi'ah:25-26) </b><br />
<br />
Juga firman-Nya,<br />
<i>“Salam (damai), suatu ucapan penghormatan yang diterima dari Tuhan Yang Maha Pemurah.”</i> <b>(Q.S. Yasin:58) </b><br />
<br />
Dan lagi firman-Nya,<br />
<blockquote>
<i>“Para malaikat akan datang menemui penghuni surga dari
segala pintu. Mereka mengatakan, ‘Salam (damai) untukmu semua,
dketeguhan hatimu. Alangkah senangnya tempat kediaman yang terakhir.’”</i> <b>(Q.S. Ar-Ra'd:23-24) </b></blockquote>
<br />
Adapun hadis yang menjelaskan sehubungan dengan persoalan surga dan
penghuninya serta keadaan-keadaan yang ada di dalamnya, di antaranya
ialah yang diceritakan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmizi bahwa Rasulullah
saw. bersabda,<br />
<blockquote>
<i>“Sesungguhnya kelompok pertama yang memasuki surga rupa
mereka adalah bagaikan bulan purnama. Kemudian yang menyusul sesudah
mereka mempunyai rupa sebagai bintang cemerlang yang cahayanya sangat
terang di langit. Para penghuni surga tidak membuang kotoran kecil atau
besar, tidak pula berludah atau pun beringus. Sisir mereka terbuat
dari emas sedang keringat mereka berbau minyak kasturi dan perapiannya
adalah dari tangkai dupa harum. Istri-istri mereka adalah bidadari
yang bermata jelita. Para penghuni surga mempunyai satu macam watak
sebagai satu orang saja, sedang bentuk rupanya adalah semua seperti
ayah mereka yakni Adam yang tingginya ada enam puluh hasta ke atas.” </i></blockquote>
<br />
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Usamah bin Zaid, bahwa
Rasulullah saw. pada suatu hari bersabda kepada sekalian sahabatnya,<br />
<blockquote>
<i>“Ingatlah! Siapakah yang suka cepat-cepat berusaha giat
mendapat surga? Sesungguhnya surga tidak pernah terlintas dalam hati
yang sesuai dengan keadaannya. Demi Zat yang menguasai Kakbah, surga
adalah merupakan cahaya yang terang-benderang, semerbak wangi yang
mengharumkan, di dalamnya terdapat istana yang megah, sungai yang
mengalir, buah-buahan yang banyak dan matang, istri yang cantik dan
molek, berbagai perhiasan yang bermacam-macam dan kedudukan yang
selamanya dalam keadaan kelapangan dan kenikmatan hidup, dalam
gedung-gedung yang indah dan mengkilap.” Para sahabat lalu berkata,
“Kita semua ingin cepat-cepat untuk mencapainya, ya Rasulullah.”
Beliau lalu bersabda, “Katakanlah insya Allah.” Kemudian beliau
menyebutkan urusan perjuangan dan menyuruh supaya diperhebat".</i><b> (Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah). </b></blockquote>
<br />
<b><i>NIKMAT SURGA DI LUAR GAMBARAN AKAL PIKIRAN</i></b><br />
Nikmat surga sebagaimana yang telah diuraikan di muka adalah seperti
apa yang sudah kita kenal di alam dunia sekarang ini, sekali pun
tentunya keadaannya lebih tinggi, nilainya lebih mulia dan mutunya
lebih hebat, baik dalam hal warna, bentuk, rasa dan baunya. Sekali pun
demikian, hakikatnya tidak dapat digambarkan oleh akal pikiran sebab
pasti jauh lebih hebat dari apa yang dilukiskan oleh akal manusia.<br />
<br />
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. sebuah hadis dari Rasulullah saw., sabdanya,<br />
<blockquote>
<i>“Telah Aku (Allah) sediakan untuk seluruh hamba-Ku yang
saleh suatu balasan (surga) yang belum pernah terlihat oleh mata,
belum pernah terdengar oleh telinga dan belum pernah terlintas dalam
hati seseorang pun. Bacalah sesukamu ayat yang berarti, ‘Seseorang pun
tidak dapat mengetahui cahaya mata (kegembiraan) yang disembunyikan
yang akan dikaruniakan kepada mereka itu.’”</i> <b>(Q.S. As-Sajdah:l7) </b></blockquote>
<br />
Jadi nikmat yang ada di akhirat sebenarnya sama sekali tidak dapat
disamakan dengan nikmat yang pernah kita lihat atau kita alami di dunia.
Sekali pun agaknya ada persamaan, maka persamaan itu hanya mengenai
nama belaka sedang keadaan dan sifat yang hakiki pasti berbeda.
Sebabnya ialah andai kata sama, tentu sudah ada mata yang melihat,
telinga yang mendengar atau pun yang terlintas dalam kalbu, padahal
jelas sebagaimana sabda Rasulullah saw. tidak demikian. Ibnu Abbas
r.a. dalam memberikan kupasan atau tafsiran perihal firman Allah Taala
yang berbunyi,<br />
<blockquote>
<i>“Kepada penghuni surga diberikan karunia yang serupa
dan di dalam surga mereka mendapatkan istri-istri yang suci dan mereka
akan kekal selama-lamanya.”</i> <b>(Q.S. Al-Baqarah:25) </b></blockquote>
<br />
Ia berkata,<br />
<blockquote>
<i>“Tidak sesuatu pun yang sama atau serupa apa-apa yang
ada di surga dengan yang ada di dunia ini, melainkan hanya
nama-namanya belaka.” </i></blockquote>
<br />
<br />
<b>NIKMAT SURGA YANG TERTINGGI</b><br />
Adapun nikmat yang diberikan kepada penghuni surga yang tertinggi ialah
mereka dapat melihat zat Allah swt., dapat bermunajat dengan-Nya
serta merasa bahagia karena mendapatkan keridaan-Nya.<br />
<br />
Dalam hal ini Allah Taala berfirman tentang melihat Allah Taala,<br />
<blockquote>
<i>“Wajah-wajah penghuni surga pada hari itu berseri-seri, karena dapat melihat Tuhannya.”</i> <b>(Q.S. Al-Qiyamah:22-23) </b></blockquote>
<br />
Tentang bermunajat dengan Allah Taala,<br />
<blockquote>
<i>“Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu
bersenang-senang dalam kesibukan masing-masing. Mereka dengan
istri-istrinya berada di tempat yang teduh, sambil duduk-duduk
bersandar di atas sofa. Di situ mereka mendapatkan buah-buahan dan apa
saja yang dimintanya. ‘Salam (damai)’ sebagai ucapan penghormatan
yang mereka terima dari Tuhan Yang Maha Penyayang.”</i> <b>(Q.S. Yasin:55-58) </b></blockquote>
<br />
Tentang keridaan yang mereka peroleh dari Allah Taala,<br />
<blockquote>
<i>“Dan keridaan yang diperoleh dari Allah, itulah kenikmatan yang lebih besar lagi.”</i> <b>(Q.S. At-Taubah:72)</b></blockquote>
<br />
Juga firman-Nya,<br />
<blockquote>
<i>“Bagi orang-orang yang bertakwa, di sisi Tuhan akan
mendapatkan taman-taman surga yang di bawahnya mengalir berbagai
sungai. Mereka kekal di situ selama-lamanya. Mereka juga mendapatkan
istri-istri yang suci serta keridaan dari Allah dan Allah adalah Maha
Memperhatikan sekalian hamba-Nya.”</i> <b>(Q.S. Ali Imran:15) </b></blockquote>
<br />
Mengenai hadis-hadis yang berhubungan dengan persoalan ini, di
antaranya ialah yang diriwayatkan dari Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah
saw. bersabda,<br />
<blockquote>
<i>“Apabila penghuni surga sudah memasuki surga, Allah
Taala lalu berfirman,‘Jika kamu semua menginginkan sesuatu, Aku akan
menambahnya.’ Mereka menjawab, ‘Bukankah Engkau sudah menjernihkan
wajah-wajah kami? Bukankah Engkau sudah memasukkan kami semua dalam
surga? Bukankah Engkau sudah menyelamatkan kami dari api neraka?’
Kemudian diangkatlah tabirnya, maka tidak ada suatu kenikmatan pun yang
pernah dikaruniakan kepada mereka itu yang mereka rasakan lebih
senang (lebih lezat) daripada melihat Tuhan. Rasulullah saw. lalu
membaca ayat yang artinya, “Bagi orang-orang yang berbuat baik adalah
balasan baik dan tambahan lagi dari itu (yakni dapat melihat Tuhan).”</i> <b>(Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dan lain-lain). </b></blockquote>
<br />
Ada pula sebuah hadis yang diriwayatkan dari Jarir bin Abdullah r.a.,
bahwa pada suatu malam Rasulullah saw. melihat bulan purnama, lalu
beliau bersabda,<br />
<blockquote>
<i>“Sesungguhnya kamu semua nanti akan dapat melihat Tuhan
dengan terang sebagaimana kamu semua melihat bulan ini. Kamu semua
tidak akan ragu-ragu sedikit pun melihat-Nya. Jika kamu semua mampu
janganlah terlalaikan melakukan salat sebelum terbit matahari dan
sebelum terbenamnya, maka kerjakanlah. Rasulullah saw. lalu membaca
ayat yang artinya, ‘Dan sucikanlah Tuhanmu dengan mengucapkan pujian
pada-Nya sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya’.” </i><b>(Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Tirmiz)</b>.</blockquote>
<br />
Melihat Allah Taala sewaktu di dunia, tidak mungkin terjadi untuk siapa
pun juga. Nabi Musa a.s. pernah memohon kepada Tuhan supaya dapat
melihat-Nya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah Taala dengan
firman-Nya,<br />
<blockquote>
<i>“Ya Tuhan! Perlihatkanlah diri-Mu padaku, supaya aku
dapat melihat-Mu. Tuhan lalu berfirman, ‘Engkau tidak akan dapat
melihat Aku, tetapi pandang sajalah bukit itu. Jika ia tetap di
tempatnya, nanti engkau dapat melihat Aku.’ Tetapi setelah Tuhan
memperlihatkan kebesaran Zat-Nya kepada bukit itu, tiba-tiba bukit itu
hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Setelah Musa sadar diri, ia
berkata, ‘Maha Suci Engkau. Aku bertobat kepada-Mu dan akulah
mula-mula orang yang beriman’.”</i> <b>(Q.S. Al-A'raf:143) </b></blockquote>
<br />
Ibnu Abbas r.a. juga beberapa golongan alim ulama berpendapat, bahwa
Nabi Muhammad saw. dapat melihat Tuhan pada waktu malam isra. Ibnu
Abbas r.a. dalam mengupas firman Allah Taala,<br />
<blockquote>
<i>“Tidaklah Kami membuat pemandangan yang Kami
perlihatkan padamu itu, melainkan sebagai fitnah bagi seluruh manusia”
(Q.S. Al-Isra:60) Ia berkata, “Pemandangan yang dimaksudkan ialah
penglihatan mata kepala yang diperlihatkan kepada Rasulullah saw. di
malam beliau diisrakan untuk menghadap ke hadirat Allah Taala.” </i><b>(Diriwayatkan oleh Bukhari. Hasan sendiri bersumpah bahwa Rasulullah saw. juga pernah melihat Tuhan)</b>.</blockquote>
<br />
Tetapi Saidah Aisyah r.a. mengingkari pendapat di atas, tidak
membenarkan bahwa Rasulullah saw. melihat Tuhan. Diriwayatkan dari
Masruq, katanya,<br />
<blockquote>
<i>“Saya berkata kepada Aisyah r.a., ‘Wahai Umul mukminin!
Benarkah Nabi Muhammad saw. pernah meTuhan?’ Aisyah lalu menjawab,
‘Benar-benar telah berdiri tegak bulu romaku karena mendengar apa yang
kau katakan itu. Hati-hatilah engkau dari tiga hal ini. Siapa yang
memberitahukan padamu tentang tiga hal ini, pasti ia berdusta. Siapa
yang memberitahukan padamu bahwa Muhammad pernah melihat Tuhan, ia
pasti berdusta.’ Aisyah lalu membaca ayat yang artinya, ‘Dia (Allah)
tidak dapat dicapai oleh semua mata, sedang Dia dapat melihat semua
mata itu.’ (Q.S. Al-An'am:103) ‘Siapa yang memberitahukan padamu
bahwa ia dapat mengetahui apa yang akan terjadi pada esok hari, pasti
ia berdusta.’ Aisyah lalu membaca ayat yang artinya: Tidak seorang pun
yang dapat mengetahui apa yang akan dikerjakan esok hari.’ (Q.S.
Luqman:34) ‘Siapa yang mengatakan padamu bahwa ia (Rasul)
menyembunyikan sedikit pun dari wahyu, maka pasti ia berdusta.’ Aisyah
lalu membaca ayat yang artinya, ‘Hai Rasul! Sampaikanlah apa-apa yang
diturunkan padamu dari Tuhanmu’. (Q.S. Al-Maidah:67) Tetapi ia pernah
melihat Jibril dalam bentuk aslinya sebanyak dua kali.”</i> <b> (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmizi)</b>.</blockquote>
<br />
<br />
<b>KEKEKALAN KEHIDUPAN DI AKHIRAT</b><br />
Surga kekal tidak pernah rusak, demikian pula neraka. Para penghuni di
masing-masing tempat itu (yakni surga dan neraka) juga kekal. Mereka
tidak akan didatangi oleh kematian dan tidak pula dihinggapi oleh
kebinasaan dan kerusakan.<br />
<br />
Dalam hal ini Allah Taala berfirman,<br />
<blockquote>
<i>“Sesungguhnya dalam hal itu pasti dapat menjadi
keterangan untuk orang yang takut akan siksa hari kemudian. Hari itu
adalah hari seluruh manusia dikumpulkan dan itu pulalah hari yang
memberikan kesaksian. Kami tidak mengundurkannya, melainkan sampai
pada waktu yang ditentukan. Jika hari itu datang, tidak ada seorang
pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya. Di antara orang-orang
ada yang celaka dan ada yang bahagia. Adapun orang-orang yang celaka,
maka tempat mereka adalah neraka. Mereka di situ menarik nafas panjang
dan mengerang. Mereka kekal di situ selama-lamanya selama ada langit
dan bumi, kecuali menurut kehendak Tuhanmu, sesungguhnya Tuhanmu Maha
Kuasa melaksanakan apa saja yang Dia kehendaki. Adapun orang-orang
yang berbahagia, maka tempat mereka di dalam surga. Mereka kekal di
situ selama-lamanya, selama ada langit dan bumi, melainkan menurut
kehendak Tuhan. Itulah pemberian yang tiada henti-hentinya.”</i> <b>(Q.S. Hud:103-108) </b></blockquote>
<br />
Adapun rahasianya, mengapa penghuni surga kekal dalam surga dan
penghuni neraka dalam neraka, sebab masing-masing dari kedua golongan
itu juga mengekalkan perbuatan-perbuatan yang dilakukan sewaktu di
dunia, baik berupa kebaikan atau pun berupa keburukan. Para penghuni
surga tentunya akan terus melaksanakan keimanan yang benar serta
ketaatan dan kebaktian kepada Allah Taala, sekali pun sampai kapan
saja mereka hidup di dunia, bahkan selama ada umur dalam tubuh mereka.
Demikian pula halnya penghuni neraka. Mereka pun akan tetap melakukan
kekafiran, kemaksiatan serta kedurhakaan, sekali pun akan hidup di
dunia ini selama berjuta-juta tahun lamanya. Jadi kedua golongan itu
pasti akan menghendaki perbuatan-perbuatannya sendiri sebagaimana yang
sudah dibiasakan selama itu. Oleh karenanya, maka sudah selayaknya,
jika balasan dari kedua golongan tadi diterapkan menurut kehendaknya
sendiri serta niat yang sudah terpatri dalam jiwanya.<br />
<br />
Berdasarkan apa yang sesuai dengan kehendak dan kemauan mereka inilah
pengekalan itu dilaksanakan, karena baik keimanan atau kekafiran dan
apa yang merupakan hubungan yang erat dari keduanya yang berupa amal
baik atau buruk, pasti akan terus menetap dan meresap dalam kalbu,
juga mantap untuk selamanya dalam jiwa. Ini tentunya tidak mungkin
hilang sebab sudah meresap dan mendarah daging.<br />
<br />
Alquran dengan jelas menggambarkan penetapan hati yang sedemikian ini.
Di situ disebutkan bahwa andaikata orang-orang kafir yang tidak
beriman dikembalikan ke dunia sekali lagi, setelah mengalami siksaan
yang pedih dalam neraka, niscaya mereka akan kembali melakukan apa
yang sudah menjadi kebiasaan mereka di dunia, yakni kekafiran,
kejahatan dan budi pekerti yang tercela. Allah swt. berfirman,<br />
<blockquote>
<i>“Jika engkau melihat di waktu orang-orang kafir
ditegakkan di muka neraka, lalu mereka berkata, ‘Wahai, malangnya
nasib kami ini. Kiranya kami dapat dikembalikan (ke bumi), maka kami
tidak akan mendustakan lagi keterangan-keterangan Tuhan dan kami akan
menjadi orang-orang yang beriman. Tidak boleh jadi hal itu, bahkan
telah jelas apa yang mereka rahasiakan dahulu. Jika sekiranya mereka
dikembalikan, niscaya mereka akan mengulangi lagi mengerjakan apa yang
telah dilarang. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
berdusta.”</i> <b>(Q.S. Al-An'am:27-28) </b></blockquote>
<br />
Jadi jelas bahwa balasan sesuai dengan iradah atau kehendak serta niat
manusia itu sendiri. Sandaran pokok yang demikian ini adalah sesuai
dengan sabda Rasulullah saw.<br />
<blockquote>
<i>“Sesungguhnya amal-amalan tergantung pada niatnya dan bahwasanya setiap orang mendapat yang diniatkannya.” </i><b>(Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)</b>.</blockquote>
<br />
<b><i>Sumber :</i></b> <a href="http://lingkaranmujahid.blogspot.com/2010_12_28_archive.html" rel="nofollow" target="_blank">http://lingkaranmujahid.blogspot.com/2010_12_28_archive.html</a><br />
SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-81859261540968761332013-12-25T02:12:00.001-08:002013-12-25T02:12:44.046-08:00WANITA-WANITA AHLITelah disebutkan dalam Al-Quran bahwa ;<br />
<strong><em>"Jumlah kaum wanita di dalam neraka lebih banyak daripada kaum lelaki."</em></strong><br />
<br />
<em>Naudzubillahhimindzalik..</em><br />
semoga kita para muslimah tidak termasuk salah satu diantaranya,<br />
oleh sebab itu kiranya inilah yang bisa dijadikan suatu blokade agar<br />
kita tidak sampai tergelincir.. (ayo bareng2 instropeksi..yuuu…)<br />
<br />
<br />
<strong>Ciri-ciri wanita ahli neraka diantaranya, yaitu:</strong><br />
<br />
<ul>
<li><strong>Membuka Aurat</strong></li>
</ul>
Rasulullah SAW bersabda:<br />
<blockquote>
“<em>Ada dua golongan ahli neraka yg aku belum melihat
sebelumnya. Yang pertama adalah lelaki pelaku kemaksiatan selama
hidupnya, dan wanita-wanita yang memakai pakaian terbuka yg tubuhnya
berlenggak-lenggok dan kepalanya seperti punuk unta. Semuanya tidak
masuk surga dan tidak akan mencium baunya”</em></blockquote>
<em> </em><br />
<br />
Peringatan untuk wanita yang membuka auratnya, menutupnya namun masih
terlihat jelas lekukannya, yang semua tingkah perilakunya ingin
menarik perhatian lelaki.. <em>Bagaimana mereka bisa masuk surga bila mencium baunya</em> <em>saja tidak akan pernah??Naudzubillah Ya Rabb,</em><br />
<br />
<ul>
<li><strong>Memakai wangi-wangian</strong></li>
</ul>
Agama Islam adalah agama bersih yang menyukai
keindahan,wangi-wangian dan membenci bau-bauan yang tidak sedap.
Namun yang berlebihan adalah tidak baik, dimana kebanyakan dari kita
memakai wangi-wangian agar kita ‘dilirik’ dan makin ‘laku’ di antara
para lelaki.untuk apa sih??? APA yang kau cari?? jika begitu kita
tidak ada bedanya dong dengan wanita penghibur yang ingin
diperhatikan semua laki2 agar bayarannya makin mahal? niatkanlah
memakai wangi-wangian secukupnya untuk mengusir bau badan, dan untuk
memberikan rasa nyaman pada diri kita.<br />
<br />
<ul>
<li><strong>Berlebihan dalam berhias</strong></li>
</ul>
Para wanita-wanita yang berlebih-lebihan dalam memakai pakaian
(alias dandan dan bergaya) diumpamakan seperti buah yang sudah masak
dari pohonnya kemudian dihinggapi seekor lalat dan menggerogotinya.
Maka wanita yang baik adalah yang menjaga kehormatan dirinya,menutup
auratnya, sehingga ia nampak anggun dan terpuji di hadapan Allah SWT.<br />
<br />
ALLAH berfirman :<br />
<blockquote>
<em>” Dan hendaklah mereka menutupi kain kudung ke dadanya” </em><strong>(An Nur:31)</strong></blockquote>
<br />
<ul>
<li><strong>Menyerupai laki-laki</strong></li>
</ul>
Allah telah menciptakan manusia ke dalam 2 jenis yang BERBEDA,
yaitu laki-laki dan wanita.Telah ditetapkan pula kelebihan dan
kekurangan dari masing-masing jenis.Maka tidaklah pantas jika para
laki-laki meniru wanita, dan wanita meniru lelaki.<br />
Rasulullah SAW bersabda:<br />
<blockquote>
<em>“Allah akan melaknati para lelaki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki”</em></blockquote>
<em> </em><br />
<br />
Hey ibu-ibu, se tangguh apapun kita ini adalah ibu-ibu, yang
berkewajiban melahirkan dan membesarkan anak-anak kita dengan penuh
kelembutan. Ingatlah selalu kepada fitrah kita sebagai wanita =)<br />
<em> </em><br />
<em> </em><br />
<br />
<strong>Bismillah,,, semoga kita dijauhkan dari ciri2 di atas… aamiiin</strong><br />
<br />
<div class="photo photo_none">
<div class="photo_img">
<img class="img" src="http://a6.sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/164844_186792734672592_100000256004384_626351_5443262_n.jpg" /></div>
</div>
<br />
<em><strong>Sumber :</strong></em> <a href="http://dinrip.wordpress.com/2011/01/13/wanita-wanita-ahli-neraka/" rel="nofollow" target="_blank">http://dinrip.wordpress.com/2011/01/13/wanita-wanita-ahli-neraka/</a><br />
<br />
<br />
<strong>Beberapa akhlak Wanita Islam,</strong><br />
Assalamualikum,Wr Wb,,<br />
<br />
Wanita Islam merupakan bagian dari masyarakat yang tidak dapat
dipisah-kan dan mempunyai posisi yang sangat penting. Ia mempunyai
kewajiban terhadap Allah, dirinya sendiri, keluarga, lingkungan dan
terhadap Islam. Pada kali ini akan sedikit dibahas tentang kewajiban
seorang muslimah terhadap dirinya sendiri, lingkungan dan Islam.<br />
<br />
<strong>Kewajiban Terhadap Diri Sendiri</strong><br />
Kewajiban seorang muslimah terhadap dirinya adalah berhias dengan
akhlaq yang mulia sebagai cermin dari keimanan yang ada di dalam
dirinya.<br />
<br />
Diantara akhlaq mulia yang harus dimiliki seorang muslimah adalah :<br />
<br />
<strong><em>1. Hati yang lembut dan perasaan yang sensitif.</em></strong><br />
Rasulullah sebagai panutan bagi seluruh umat Islam terkenal mempunyai hati yang sangat lembut.<br />
<br />
<br />
<strong><em>2. Jujur.</em></strong><br />
Sifat ini mutlak harus ada pada diri setiap muslimah. Jujur dalam
bersikap sehari-hari, selalu berhati-hati dengan segala ucapannya agar
lidahnya tidak tergelincir pada perkataan yang dusta.<br />
<br />
<br />
<strong><em>3. Berani & mempunyai fisik yang kuat.</em></strong><br />
Bagaimana seorang muslimah yang berani dan kuat ? Asma binti Abu Bakar
adalah salah seorang wanita yang dapat dijadikan contoh. Dimana
dalam masa kehamilannya beliau berjalan melintasi padang pasir dan
menaiki bukit terjal sambil membawa bekal bagi Rasulullah dan ayahnya
Abu Bakar yang ketika itu bersembunyi di gua Tsaur. Sedang-kan
keberanian dalam berpendapat dapat kita ambil contoh teguran Kaulah
binti Sa’labah kepada Ummar bin Khattab yang pada masa
kekhalifahannya hendak membatasi harga mahar.<br />
<br />
<br />
<strong><em>4. Menjauhi teman yang buruk.</em></strong><br />
Pada prinsipnya teman yang buruk adalah teman yang menjauhkan kita
dari mengingat Allah dan mengajak kita pada perbuatan yang mengundang
murka Allah. Teman seperti inilah yang harus kita hindari, karena
akhlaq seseorang itu dapat dilihat dari akhlaq teman karibnya.<br />
<br />
<br />
<strong>Kewajiban terhadap Lingkungannya</strong><br />
Seorang muslimah hidup dalam suatu lingkungan masyarakat dan saling
berinteraksi dengan mereka. Dalam berinteraksi dengan sesamanya,
seorang muslimah harus memiliki hal-hal sebagai berikut :<br />
<br />
<strong><em>1. Sikap adil.</em></strong><br />
Ia harus mampu bersikap adil kepada orang-orang di sekitar-nya. Tidak membedakan antara yang satu dengan yang lainnya.<br />
<br />
<br />
<strong><em>2. Keperdulian terhadap orang lain.</em></strong><br />
Tanggap terhadap situasi dan keadaan saudaranya yang sedang mempunyai
masalah. Perduli bukan berarti hanya mengetahui bagaimana keadaan
saudaranya, tetapi juga berusaha untuk menunjukkan perha-tiannya
sebagai bukti dari keper-duliannya itu.<br />
<br />
<br />
<strong><em>3. Hati yang pengasih.</em></strong><br />
Seorang muslimah harus memiliki rasa sayang terhadap sesamanya dan mampu untuk menunjukkan rasa sayangnya itu.<br />
<br />
<br />
<strong><em>4. Menjaga hak-hak orang lain.</em></strong><br />
Apa yang menjadi hak orang lain adalah merupakan kewajiban bagi diri
kita untuk memenuhinya. Sebagai contoh, hak seornag muslim dari muslim
yang lain adalah dikunjungi ketika ia sakit.<br />
<br />
<br />
<strong>Kewajiban terhadap Islam</strong><br />
Diantara kewajiban muslimah terhadap Islam adalah keikutsertaanya
dalam menyebarkan syiar-syiar Islam. Dengan selalu berprilaku baik,
menjaga adab-adab yang islami, dan membina hubungan baiknya dengan
masyarakat, maka secara tidak langsung ia telah turut andil dalam
menyebarkan nilai-nilai Islam. Dari sinilah orang dapat melihat dan
merasakan indahnya islam sebagai rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi
seluruh alam).<br />
<br />
Selain itu seorang muslimah juga dituntut untuk dapat berperan aktif
dalam membina masyarakatnya sesuai dengan kemampuan dan kelebihan
masing-masing. Aisyah ra adalah salah satu istri Rasulullah yang pandai
tentang ilmu hadits, fiqih, dan kedokteran. Kemampuan tersebut
beliau ajarkan kepada para muslimah lainnya dalam rangka
keikutsertaannya membina masyarakat pada saat itu.<br />
<br />
Demikianlah kewajiban seorang muslimah yang harus ia jalankan.
Dengan mengetahui kewajiban-kewajiban tersebut diharapkan bahwa setiap
muslimah akan sadar, bahwa dia hidup bukan untuk dirinya sendiri,
dan dia juga islam bukan untuk dirinya sendiri, tetapi juga hidup dan
islam bagi masyarakatnya, dan harus turut serta dalam menyebarkan
nilai-nilai islam tersebut. Tanggung jawabnya begitu besar, dan kelak
akan dimintai pertanggung-jawabannya di hari akhir.<br />
<br />
<strong><em>Sumber : </em></strong><a href="http://dinrip.wordpress.com/2011/01/13/beberapa-akhlak-wanita-islam/" rel="nofollow" target="_blank">http://dinrip.wordpress.com/2011/01/13/beberapa-akhlak-wanita-islam/</a><br />
<br />
<br />
<strong>Sepuluh Akhlak Yang Harus Dimiliki Muslim/Muslimah</strong><br />
Akhlak : Dalam bahasa, akhlak (budi pekerti) berarti kebiasaan atau
watak. Secara terminologi, akhlak berarti kebiasaan, tabiat, atau watak
di dalam diri yang menjadi sumber terjadinya perbuatan, tanpa unsur
rekayasa ataupun reka-reka. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa
akhlak adalah tindakan tanpa rekayasa.<br />
<br />
<strong>Sepuluh Akhlak Muslim/Muslimah :</strong><br />
<strong><em>(1). Tidak menyakiti orang lain.</em></strong><br />
<blockquote>
<em>“Orang Muslim adalah orang yang orang-orang Muslim
lainnya selamat dari (keusilan) lidah dan tangannya. Dan orang yang
berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang Allah atas
dirinya”</em> <strong>(HR. Al-Bukhari dari Abdullah bin Amru). </strong></blockquote>
<br />
Hadis tersebut menyatakan bahwa Muslim terbaik adalah Muslim yang
menunaikan hak-hak kaum Muslimim lainnya dalam menjalankan hak-hak
Allah, artinya orang Muslim harus mencegah diri dari menyakiti orang
lain. Penyebutan lidah dan tangan adalah manifestasi cara menyakiti
orang lain, baik secara verbal maupun fisik. Balas menyakiti orang yang
menyakiti kita sebenarnya tidak menjadi masalah, tetapi yang lebih
afdal adalah bersabar dan mengharapkan pahala di sisi Allah (Q.S.
Al-Ahzaab 58).<br />
<br />
Manifestasi perilaku tidak menyakiti orang lain adalh dengan :<br />
<ul>
<li>Tidak menyakiti tetangga ; pesan berinteraksi secara baik
dengan tetangga gencar disampaikan melalui peringatan bahwa tetangga
adalah salah satu pintu masuk surga dan bahwasanay mereka kelak
menjadi saksi kita di akhirat</li>
<li>Menjaga mulut Ldah kelak menjadi cambuk siksaan di hari kiamat.
Menjaga lidah adalah jalan menuju keselamatan. Semakin banyak
berbicara akan semakin banyak tersilap. Oleh karena itu, berpikirlah
sebelum berbicara dan jangan berbohong, berkata kasar, ghibah,
mengejek, dll.</li>
<li>Tidak menyakiti anak-anak Hindari mengejek dan meremehkan
anak-anak, pilih kasih dalam memperlakukan mereka, atau mendoakan
mereka celaka.</li>
</ul>
<br />
<strong><em>(2). Menyingkirkan benda menyakitkan dari jalan.</em></strong><br />
“Iman itu ada tujuh puluh sekian atau enam pulih sekian cabang. Yang
paling utama adalah ucapan laa ilaaha illallaah dan yang paling
rendah adalah menyingkirkan benda dari jalanan dan malu termasuk
cabang keimanan.” (HR.Muslim dari Abu Hurairah r.a).<br />
<br />
Menyingkirkan benda yang menyakitkan dari jalan adalah salah satu
bentuk manifestasi dzikir yang bisa menjauhkan manusia dari api
neraka.<br />
<br />
<strong><em>(3). Malu. </em></strong><br />
Malu adalah perhiasan wanita yang paling indah dan elok, bahkan
merupakan sebagian dari iman dan Nabi SAW sendiri pun terkenal sangat
pemalu. Hal ini karena malu menganjurkan kebaikan dan menghindarkan
keburukan. Malu mencegah kealpaan untuk bersyukur kepada yang memberi
nikmat dan mencegah kelalaian menunaikan hak orang yang memiliki
hak.<br />
<br />
Disamping itu, malu juga mencegah berbuat/berkata kotor demi
menghindari celaan dan kecaman. Malu adalah rasa yang membuat seorang
mukmin urung melakukan maksiat karena perasaan serba salah jika
sampai dilihat oleh Allah. Malu yang berlebihan adalah rasa sungkan
yang justru merupakan kelemahan ental dan sering menimbulkan banyak
masalah. Sikap keterlaluan perempuan dalam tertutup dan mengurung diri
dari pergaulan dengan laki-laki bukanlah rasa malu, melainkan lebih
merupakan faktor kesungkanan. Kewajiban dalam rasa malu ada empat:<br />
<ol>
<li>Berpakaian menutup aurat.</li>
<li>Memandang menahan pandangan matanya.</li>
<li>Berbicara tidak bergaya centil dan manja ketika berbicara.</li>
<li>Pergaulan tidak berdesakan dengan lelaki.</li>
</ol>
<br />
<strong><em>(4). Santun berbicara.</em></strong><br />
<blockquote>
<em>“Sesungguhnya seseorang mengatakan satu patah kata
yang ia pandang tidak ada masalah. Padahal, sepatah kata itu
enyebabkan ia harus mendekam di neraka selama tujuh puluh tahun.”</em> <strong>(HR. At-Tirmidzi dari Abu Hurairah r.a)</strong></blockquote>
<br />
Kesantunan berbicara dimanifestasikan dalam tiga hal :<br />
<ol>
<li>Berbicara pelan jangan mengeraskan suara diatas volume yang
dibutuhkan pendengar karena hal itu tidak sopan dan menyakitkan.
Wanita yang bersuara keras menunjukkan ia belum terdidik sempurna dan
masih membutuhkan evaluasi panjang dengan dirinya sendiri.</li>
<li>Memperhatikan pembicaraan lawan bicara dan tidak menjatuhkan harga
dirinya hal ini dapat dicapai dengan tersenyum, berbicara sesuatu
yang menjadi perhatian/kesenangan lawan bicara, dan simak lawan
bicara dengan penuh perhatian.</li>
<li>Tidak memotong pembicaraan</li>
</ol>
<br />
<strong><em>(5). Jangan berbohong.</em></strong><br />
<blockquote>
<em>“Tidak beriman seorang hamba dengan keimanan yang
sepenuhnya sampai ia meninggalkan bohong meski dalam bercanda dan
meninggalkan perdebatan meskipun dalam posisi benar”</em> <strong>(H.R. Ahmad dari Abu Hurairah r.a.) </strong></blockquote>
<br />
Iman dan kebohongan tidak bisa menyatu dalam hati seorang mukmin.
Kebohongan akan mengarah kepada kemunafikan. Keduanya seperti dua sisi
mata uang yang bersisian. Tidak ada yang bernama bohong putih atau
bohong hitam, kebohongan kecil tetaplah ditulis sebagai kebohongan.
Sikap seperti membanggakan diri, bercanda, dan berkelakar juga dapat
menjerumuskan kepada kebohongan. Bentuk kebohongan terbesar terhadap
Allah adalah kebohongan dalam berniat, berjanji, dan beramal. Bohong
yang diperbolehkan adalah bohong untuk mendamaikan dua orang yang
bersiteru, bohong dalam perang, dan bohong untuk menyenangkan
suami/istri.<br />
<br />
<strong><em>(6). Tinggalkan perdebatan.</em></strong><br />
<blockquote>
<em>“Sesungguhnya tadi aku keluar untuk memberitahukan
kepada kalian tentang Lailatul Qadar, namun di tengah jalan si Fulan
dan Fulan sedang bertengkar mulut, maka dihapuskanlah (pengetahuan
tentang itu). Semoga (penghapusan) ini lebih baik bagi Anda sekalian.
Telisiklah ia pada malam ketujuh, kesembilan, dan kelima (terakhir
bulan Ramadhan)”</em> <strong>(H.R. Al-Bukhari dari Ubadah bin Ash-Shamit) </strong></blockquote>
<br />
Rasulullah hendak memberikan kabar gembira mengenai waktu turunnya
lailatul qadr secara pasti, tetapi pengetahuan tentang ini dilupakan
darinya karena mendengar perdebatan. Berdebat tidak baik karena ia
membuka kesempatan kepada syaitan untuk turut melakukan provokasi
didalamnya. Debat dapat memunculkan fitnah, keraguan, menghapuskan
amalan, mengeraskan hati, melahirkan dendam, dll.<br />
<br />
Arena yang paling disukai setan adalah permusuhan dimana tiap pihak
berusaha untuk menunjukkan aib pihak lain dan menyucikan dirinya
sendiri, dan debat dijadikan saran untuk memperoleh kemenangan semu.
Dengan meninggalkna debat, itu adalah bukti kepercayaan kepada diri
sendiri, keimanan pada manhaj, dan keyakinan kepada Allah SWT. Debat
yang diperbolehkan adalah dengan menggunakan argumentasi yang lebih
baik dan santun. Bertahan dengan cara yang baik dengan berdiskusi dan
memaparkan argumentasi secara santun, sembari meminta maaf dan
memaafkan kesalahan ucap.<br />
<br />
<strong><em>(7). Jangan bakhil (pelit).</em></strong><br />
<br />
Predikat paling buruk yang disandang oleh wanita muslimah adalah jika
ia disebut wanita bakhil/pelit. Orang bakhil yang paling bakhil
dapat dibagi tiga :<br />
<ol>
<li>Orang yang bakhil dengan dunia di jala akhirat.</li>
<li>Orang yang bakhil pada dirinya sendiri dengan dalih zuhud meninggalkan keduniaan.</li>
<li>Orang yang mendengar nama Nabi SAW disebut dihadapannya namun ia
tidak bershalawat. Salah satu makar orang bakhil adalah memeluk
erat-erat uangnya semasa hidup, namun begitu diambang kematian ia
lantas membagi-bagikan apa yang dimilikinya kepada ahli waris.</li>
</ol>
<br />
Berikut manifestasi yang mengekspresikan sifat tidak bakhil :<br />
<ol>
<li>Mengeluarkan zakat wajib.</li>
<li>Memberikan shadaqah.</li>
<li>Menyuguhi tamu.</li>
<li>Memberikan hadiah. Satu lagi menifestasi bakhil dalam kehidupan
rumah tangga ialah bakhil dengan tidak melontarkan kata-kata manis dan
perasaan-perasaan mulia, khususnya dengan suami.</li>
</ol>
<br />
<strong><em>(8). Tepiskanlah rasa dengki. </em></strong><br />
<blockquote>
<em>"Surga yang luas disediakan khusus untuk orang-orang yang menahan amarah dan memaafkan manusia."</em> <strong>(Ali Imran 133-134). </strong></blockquote>
<br />
Abu Hamid Al-Ghazali mengatakan dalah Ihya Ulumuddin bahwa,<br />
<blockquote>
<em>“Marah bertempat di hati. Kemarahan yang hebat berarti
mendidihnya darah di dalam hati menuntut pembalasan yang merupakan
makanan marah dan syahwatnya, dan ia tidak akan tenang kecuali dengan
penuntasannya.” </em></blockquote>
<br />
Dengki didefenisikan sebagai memendam permusuhan di dalam hati dan
menunggu-nunggu kesempatan pemuasannya. Muncul ketika merasa muak dan
jengkel terhadap seseorang. Dengki akan melahirkan 8 buah kezaliman
terhadap orang lain :<br />
<ol>
<li>Hasud</li>
<li>Mencaci maki saat terjadi bala cobaan</li>
<li>Mendiamkan</li>
<li>Melecehkan, berpaling, menjauh</li>
<li>Ghibah</li>
<li>Mengolok-olok</li>
<li>Menyakiti fisik</li>
<li>Menahan kucuran kemurahan (pemberian dan silaturrahim) Jika orang shahih jengkel, maka berbuat adil.</li>
</ol>
<br />
Jika orang budiman jegkel, maka mereka bertindak mulia. Jika orang
naif jengkel, mereka bertindak semena-mena. Untuk mencapai status
Ash-Shiddiiqiin (orang-orang budiman) maka ada tiga tangga yang harus
dilalui, yaitu :<br />
<ol>
<li>Menahan amarah</li>
<li>Memaafkan kesalahn manusia</li>
<li>Berbuat baik kepada orang yang memusuhi</li>
</ol>
<br />
<strong><em>(9). Dilarang iri/hasud. </em></strong><br />
Hasud adalah reaksi jiwa dan oenyakit hati yang menganggap nikmat
Allah yang diterima seesorang terlalu banyak untuknya sembari
mengangan-angankan raibnya kenikmatan tersebut dari mereka. Faktor
penyebab diantaranya : • Permusuhan, kebencian, kemarahan, kedengkian.<br />
<ol>
<li>Takabur dan arogan</li>
<li>Kegearan pada dunia</li>
<li>Ambisi kekuasaan</li>
<li>Kebusukan jiwa dan kekerdilan dari kebaikan Hasud adalah senjata makan tuan yang menghasilkan mudarat dunia dan keagamaan.</li>
</ol>
<br />
Orang yang dihasudi justru berada diatas angin sebab ia memperoleh
beragam keuntungan dengan kehasudan orang yang menghasudinya, di dunia
maupun di akhirat. Obat penyembuh hasud adalah ilmu dan amal. Ilmu :
orang alim adalah orang yang tidak hasud pada orang yang lebih
tinggi dan tidak melecehkan orang lebih rendah (tingkat keilmuannya).
Amal : dengan amal proses pengurungan hasud bisa berjalan dengan
sempurna.<br />
<br />
<strong><em>(10). Pantang terpedaya (Ghurur)</em></strong><br />
Ghurur adalah bentuk kelalaian dan keterpedayaan dan merupakan
predikat yang menempel pada setiap penipu. Ghurur memiliki tiga
sumber utama :<br />
<ol>
<li>Tertipu oleh angan kehidupan dunia –> merasa Allah
memberinya kehidupan dunia yang melebihi orang lain dan beranggapan
karunia tersebut sebagai kelebihan, bukan sebagai kemurahan, dan
mungkin mengandung ujian dan cobaan apakah ia bersyukur atau malah
kufur.</li>
<li>Tertipu oleh janji setan –> setan senantiasa memberi bisikan
yang membesarkan dirinya sehingga tidak lagi peduli pada dosa besar
dan kecil.</li>
<li>Tertipu oleh angan ampunan Allah –> Allah mencela kalangan
ahlul kitab, orang munafik, dan pemaksiat atas ilusi dan keterpedayaan
mereka o Ilusi ahlul kitab –> bahwa dengan kekuatan yang
dimiliki, mereka bisa mengalahkan Allah. o Ilusi orang munafik –>
mereka berpikir bahwa di akhirat kelak mereka bisa mengatakan hal
yang sama yang pernah mereka katakan kepada kaum mukminin sewaktu di
dunia, bahwa mereka bersama-sama kaum mukminin.</li>
</ol>
<br />
Manifestasi ghurur cukup beragam, diantaranya :<br />
<ol>
<li>Meremehkan amalan-amalan ringan</li>
<li>Mencemooh kaum papa dan fakir miskin, enggan bergaul dengan mereka.</li>
</ol>
<br />
Untuk mengatasinya, letakkanlah gumpalan pahala di depan mata Anda ketika melakukan amalan-amalan sepele dan ringan.<br />
<br />
<strong><em>Sumber :</em></strong> <a href="http://dinrip.wordpress.com/2011/01/13/sepuluh-akhlak-yang-harus-dimiliki-muslimmuslimah/" rel="nofollow" target="_blank">http://dinrip.wordpress.com/2011/01/13/sepuluh-akhlak-yang-harus-dimiliki-muslimmuslimah/</a><br />
SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-29492439821619849072013-12-25T01:59:00.002-08:002013-12-25T01:59:23.470-08:0023 Karakter Munafik<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name">
</h3>
<div class="post-header">
</div>
<div class="post-body entry-content" id="post-body-8972752592206730237" itemprop="description articleBody">
<div class="mbl notesBlogText clearfix">
<div>
<div class="photo photo_left">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img class="img" src="http://photos-d.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc6/178923_185612908123908_100000256004384_617027_6844231_a.jpg" /></div>
</div>
Orang
munafik adalah orang yang paling jahat dari semua orang dan layak
untuk mendapatkan hukuman di hari kiamat. Ini karena mereka
berperilaku sebagai Muslim, tetapi mereka adalah musuh yang paling
jahat dari semua musuh karena mereka menyembunyikan kekufuran dan
syirik. Pentingnya mempelajari kemunafikan adalah sebagaimana
pentingnya mempelajari Tauhid karena keduanya saling berkaitan. Jika
kita tidak mempelajari kufur, syirik dan nifaq, tidak dapat disangkal
lagi, kita bisa jatuh ke dalamnya, dan selanjutnya menjadi Kafir.
Jika seseorang tidak mengetahui karekteristik dari Musyirikin, dia
akan menjadi Musyrik. Dan sama halnya jika kita tidak mempelajari
kareteristik munafik kita akan menjadi munafik. Hanya Mu’min dan
Muslim sejati yang takut melakukan nifak atau kufur, dan hanya
muwwahid yang takut untuk melakukan syirik. Satu-satunya orang yang
dengan bebas melakukan kufur, nifak dan syirik adalah Kafir. Perhatian
pertama bagi setiap Muslim adalah menjauhi kufur, syirik dan nifak,
dan kemudian beribadah kepada Allah semata.<br />
<br />
Allah SWT Berfirman dalam Al-Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan)
pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali
tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.”</em> <strong>(QS An Nisaa’, 4: 145) </strong></blockquote>
<br />
Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari oleh Ibnu Abi Mulaikah, yang berkata,<br />
<blockquote>
<em>“Aku bertemu tiga puluh Shahabat Nabi SAW dan
masing-masing dari mereka takut menjadi orang munafik, dan tidak ada
dari mereka yang berkata bahwa dia sekuat Jibril atau Mika’il.” Dan
Hasan (Al Basri) berkata: ‘Hanya orang yang beriman yang takut dari
kemunafikan, dan hanya orang munafik yang merasa aman darinya
(kemunafikan).</em> <strong>(Shahih Al Bukhari Kitabul Iman Bab 36) </strong></blockquote>
<br />
Dan Nabi Ibrahim A.S. berkata:<br />
<blockquote>
<em>“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri
yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah
berhala-berhala.”</em> <strong>(QS Ibrahim, 14: 35)</strong></blockquote>
<br />
<div class="photo photo_left">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img class="img" src="http://photos-c.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/164518_185613448123854_100000256004384_617037_2364569_a.jpg" /></div>
</div>
Seseorang
harus berfikir setelah membaca wahyu bahwa jika Shahabat Nabi SAW
dahulu takut dari kemunafikan, untuk alasan yang lebih besar tidakkah
seharusnya kita takut dari itu? Jika seseorang terbaik seperti Nabi
Ibrahim A.S. takut terhadap syirik, tidakkah seharusnya kita takut
juga? Namun sangat menyedihkan melihat realitas hari ini sangat jarang
kita menemukan orang yang takut melakukan dosa, membiarkan diri
sendiri menjadi kafir, munafiq atau musyrik! Orang-orang kelihatannya
berfikiran bahwa mereka akan masuk surga secara langsung dan melewati
hari pengadilan dengan mudah.<br />
<br />
Selanjutnya kita seharusnya tidak menjadi naif dan realistis terhadap
berbagai kemungkinan menjadi Kafir, Musyrik atau Munafik dengan
mengambil tindakan pencegahan dan kekebalan. Sebaik-baik yang bisa kita
lakukan adalah dengan melaksanakan semua perintah Allah dan
mempelajari tauhid. Kemudian setelah itu, apakah kita mati sebagai
Muslim atau Kafir ada di tangan Allah SWT ; dan semoga Allah SWT
meneriman ibadah kita dan menjadikan kita mati dalam keadaan iman dan
Tauhid, Amin.<br />
<br />
Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk selalu meminta kepada Allah SWT
untuk mati dalam keadaan iman dan Tauhid disamping fakta bahwa Allah
adalah yang mengendalikan hati kita dan dia bisa membalikkannya sesuai
dengan keinginanNya, kapanpun Dia inginkan:<br />
<blockquote>
<em>“Yaa Allah ampunilah hidup kami dan perbuatan kami,
kehadiran kami dan kealpaan kami, muda kami dan tua kami, laki-laki
kami dan perempuan kami. Yaa Allah, siapa saja dari kita menjaga
hidup, menjaganya hidup pada Islam dan siapa saja dari kami Kamu
matikan, karenanya untuk mati dalam iman, Yaa Allah janganlah mencabut
balasan kami dan tidak tunduk kepada fitnah setelah kematiannya.” </em></blockquote>
<br />
Jika ada kemungkinan menjadi kafir, tidakkah Nabi Muhammad SAW telah
mengajarkan kita untuk memohon kepada Allah untuk menjadikan hidup kita
dengan Islam dan mati dalam keadaan beriman. Mari kita sekarang,
dengan izin Allah SWT mempelajari sebagian karekteristik Munafik (agar
kita terhindar darinya, Insya Allah.<strong> </strong><br />
<br />
<br />
<strong>Karakteristik Munafik:</strong><br />
<br />
<strong> 1. Mereka mengklaim Beriman</strong><br />
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata:
"Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah." Dan
Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan
Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu
benar-benar orang pendusta.”</em> <strong>(QS Al Munafiqun, 63:1) </strong></blockquote>
<br />
Allah menjelaskan orang munafik sebagai orang yang mengklaim bahwa
mereka beriman, namun mereka realitasnya Kafir. Dia SWT menyebut mereka
pembohong dan Kafir disamping fakta bahwa mereka dengan tegas
mengklaim dengan lidah mereka bahwa mereka Muslim dan mengucapkan ‘Laa
ilaaha illa Allah’. Ini adalah sebuah titik yang menakutkan bagi
semua Muslim sebagaimana kita semua mengklaim menjadi beriman, namun
bagaimana kita mengetahui bahwa kita tidak murtad? Dalam ayat yang
lain Allah SWT berfirman:<br />
<em>“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu”. </em><strong>(QS An Nisa, 4: 60) </strong><br />
<br />
Selanjutnya kita semua seharusnya berhati-hati ketika mengklaim sebagai
Muslim tidak menjamin kita untuk menjadi orang-orang penghuni jannah
(surga), dan tidak selamat dari kemunafikan. Tanpa memenuhi perintah
Allah, menjauhi Thaghut dan meminta Allah untuk menjaga kita tetap
beriman, kita mungkin tidak sengaja jatuh ke dalam perangkap
kemunafikan, syirik dan kufur.<br />
<br />
Ada dua tipe nifaq, nifaq akbar (nifaq besar) dan nifaq asghar (nifaq
kecil). Seseorang dengan nifaq akbar benar-benar kafir walau
berpura-pura menjadi Muslim. Selanjutnya dia tidak berfikir untuk
dirinya bahwa dia adalah seorang beriman, tetapi dia hanya mengklaim
menjadi Muslim dengan tujuan untuk kemulian hidupnya. Nifaq asghar bisa
ditemukan dalam diri seorang Muslim, yang melakukan keimanan dia
adalah seorang Muslim dan juga mengklaim begitu. Dengan demikian ada
dua tingkatan kemunafikan, yakni seseorang itu kafir namun
berpura-pura menjadi Muslim (nifaq akbar), dan jenis lainnya adalah
dia seorang Muslim yang nyata-nyata melakukan perbuatan kemunafikan.<br />
<br />
<strong> 2.Mereka tidak mempunyai Talazum</strong><br />
At Talazum berarti kesatuan antara iman dan perbuatan, yaitu mengatakan
dan melaksanakan apa yang kita imani. Setiap Muslim dan kafir
mempunyai Talazum; seorang Muslim beriman kepada Allah dan
memanifestasikan hal ini dalam perbuatannya (seperti shalat) dan
perkataan (bertasbih). Sebagaimana, setiap Kafir membenci Allah dan
dien-Nya dan selanjutnya kita melihat mereka secara lisan
mendeklarasikan perang melawan Islam dan kepada kaum Muslimin (melalui
perkataan), dan melakukan keyakinan ini dengan membunuhi wanita,
anak-anak dan orang tua Muslim yang tidak bersalah.<br />
<br />
Sementara itu, orang munafik tidak mempunyai Talazum , artinya apa yang
dia sembunyikan dan ditampakkan tidaklah sama dan menjadikam mereka
orang yang paling rumit dari semua orang. Ini karena mereka mengatakan
apa yang mereka tidak imani dan tidak melaksanakan Islam secara utuh.
Allah SWT berfirman:<br />
<blockquote>
<em>“Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman
kepada Allah dan Hari kemudian," padahal mereka itu sesungguhnya bukan
orang-orang yang beriman.”</em> <strong> (QS Al Baqarah, 2:8) </strong></blockquote>
<br />
<strong> 3. Mereka menipu Allah dan Muslim</strong><br />
Allah SWT berfirman dalam Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang
beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka
tidak sadar.”</em> <strong>(QS Al Baqarah, 2;9) </strong></blockquote>
<br />
<blockquote>
<em>“Dan Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah,
dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri
untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya
(dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah
kecuali sedikit sekali.” </em><strong> (QS An Nisa, 4: 142) </strong></blockquote>
<br />
Orang Munafik menipu diri mereka dengan mengklaim sebagai orang
beriman, padahal, faktanya mereka adalah Kafir. Mereka mencari
kemulian dalam kehidupan mereka dengan mengucapkan Syahadat padahal
faktanya mereka tidak mempunyai kemuliaan bagi hidup ini karena mereka
bukanlah Muslim. Allah SWT telah membuat dua camp (golongan/kelompok)
; camp Islam dan camp Kufur, namun orang-orang munafik ini
menginginkan mereka bisa berada pada kedua camp tersebut pada saat
yang bersamaan. Mereka ingin manfaat dari hak-hak Islam dan iman
seperti warisan, kehormatan, kemuliaan, persaudaraan, rasa hormat,
perayaan ied, pahala dan sebagainya, tetapi juga ingin mengikuti
doktrin dan jalan hidup orang kafir.<br />
<br />
<strong> 4. Mereka mempunyai penyakit dalam hati mereka</strong><br />
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“Dalam hati mereka ada penyakit (keraguan dan kemunafikan), lalu ditambah Allah penyakitnya.”</em> <strong>(QS Al Baqarah, 2:10) </strong></blockquote>
<br />
Dalam tafsir Ibnu Katsir, dia menjelaskan bahwa istilah ‘penyakit’
dalam ayat ini berarti ‘keraguan’. Selanjutnya, kita selalu melihat
mereka yang mempunyai tanda-tanda munafik, sering ragu terhadap ulama,
Allah SWT dan Mujahidin dan sebagainya. Keraguan mereka terdapat
dalam banyak aspek dien, seperti hidup setelah mati, surga dan hari
pengadilan; selanjutnya mereka melangkah terlalu jauh dengan
meninggalkan ikatan Islam.<br />
<br />
<strong> 5. Mereka pembohong, pengingkar janji dan tidak bisa dipercaya</strong><br />
Melanjutkan ayat di atas, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.”</em> <strong>(QS Al Baqarah, 2:10) </strong></blockquote>
<br />
<blockquote>
<em>“Dan apabila orang-orang munafik datang kepadamu,
mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar
Rasul Allah." Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar
Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik
itu benar-benar orang pendusta.”</em> <strong>(QS Al Muafiqun, 63:1) </strong></blockquote>
<br />
Karakteristik paling umum dari orang Munafik adalah bahwa mereka
pembohong, selalu mengingkari janji dan tidak bisa dipercaya dimana
saja kita mempercayai mereka dengan sesuatu. RasuluLlah SAW juga
bersabda dalam hadits yang telah umum:<br />
<blockquote>
<em>“Tanda-tanda munafik ada tiga, ketika dia berbicara dia
berbohong, ketika dia berjanji mengingkarinya dan ketika dia
dipercaya dia khianat.”</em> <strong>(Shahih Al Bukhari, Kitabul Iman Bab 24: tanda-tanda Munafik No 33) </strong></blockquote>
<br />
<strong> 6. Mereka menjadi kasar ketika berdebat</strong><br />
Berkaitan dalam bimbingan dan pengetahuan, orang-orang munafik dikenal
menjadi orang yang sangat argumentatif dan membantah ketika dia
terlibat diskusi atau debat. Ketika mereka tidak bisa memberikan
jawaban untuk masalah tertentu atau menghadirkan kasus mereka dengan
baik mereka menjadi kasar (menggunakan kata-kata kotor, menggunakan
sumpah dan sebagainya) dan menjengkelkan. Rasulullah SAW berkata dalam
sebuah riwayat yang berbeda atas hadits yang sama:<br />
<blockquote>
<em>“Dan ketika dia berdebat dia menjadi kasar”</em> <strong> (Al Bukhari No 34) </strong></blockquote>
<br />
<strong> 7. Mereka mengkhianati perjanjian dan kontrak</strong><br />
Seorang Muslim tidak pernah membatalkan perjanjiannya karena hal itu
adalah dosa besar dalam Islam dan dosa lainnya adalah munafik.
Rasulullah SAW bersabda dalam hadits di atas, tetapi dalam riwayat yang
berbeda:<br />
<blockquote>
<em>“Dan ketika dia mempunyai perjanjian dia mengkhianatinya.”</em> <strong> (Al Bukhari No 34) </strong></blockquote>
<br />
Lebih lanjut Rasulullah SAW telah menginformasikan kepada kita kehinaan
itu adalah ketika seseorang yang dengan sengaja melanggar
perjanjiannya:<br />
<blockquote>
<em>"Bagi setiap pengkhianat dia akan mempunyai sebuah
panji pada hari kiamat, memproklamirkan ini adalah begini dan begini
yang telah mengkhianati perjanjiannya." </em> <strong>(Riyadus Salihin No 1585) </strong></blockquote>
<br />
<strong> 8. Mereka penyebab fitnah dan keburukan, namun mengklaim pembuat kedamaian</strong><br />
Orang-orang munafik selalu berkomentar dan memperhatikan kesalahan
orang lain, dan tidak pernah berfikir tentang kesalahan dan dosa
mereka sendiri. Mereka selalu membuat fitnah dan kerusakan, tetapi
menunjuk jari mereka kepada orang lain selain mereka. Allah SWT
berfirman:<br />
<blockquote>
<em>“Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu
membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami
orang-orang yang mengadakan perbaikan." Ingatlah, sesungguhnya mereka
itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.”</em> <strong>(QS Al Baqarah, 2: 11-12)</strong></blockquote>
<br />
Dalam ayat ini Allah SWT menginformasikan kepada kita bahwa orang
munafik adalah penyebab fitnah (kerusakan), namun mengklaim telah
melakukan perbaikan. Yang lebih mengejutkan lagi mengetahui bahwa
mereka benar-benar para pengacau. Mereka dengan yakin percaya bahwa
mereka baik, melaksanakan perdamaian di muka bumi, tetapi Allah SWT
menginformasikan kepada kita bahwa mereka benar-benar murtad.<br />
<br />
<strong> 9. Mereka berhukum kepada thaghut</strong><br />
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang
mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan
kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim
kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut
itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang
sejauh-jauhnya.”</em> <strong>(QS An Nisa, 4: 60) </strong></blockquote>
<br />
Dalam ayat ini Allah SWT memperingati kita beberapa poin yang telah
disebutkan di atas, seperti bahwa mereka mengklaim telah beriman kepada
apa yang telah diturunkan oleh Allah SWT. Tetapi Dia juga
menginformasikan kepada kita tentang karakteristik lain dari orang
munafik, yakni berhukum kepada Thaghut.<br />
<br />
Berhukum kepada selai Allah adalah syirik akbar, namun, orang-orang
munafik ini dijelaskan bahwa mereka orang yang tidak hanya secara rutin
berhukum kepada selain Allah, tetapi juga mencari dan mempunyai
keinginan untuk merujuk kepada selain Allah untuk menyelesaikan
perselisihan. Mereka adalah orang-orang yang terus membenarkan
kemurtadannya dan dalam kasus yang lebih buruk mereka mungkin mengutip
ayat di luar konteks dengan tujuan untuk membenarkan kerusakan mereka.<br />
<br />
<strong> 10. Mereka memuaskan telinga seseorang, mempunyai hafalan Al-Qur’an dan argumentasi yang masuk akal.</strong><br />
Salah satu dari kemampuan terbesar dan berpengaruh adalah bahwa mereka
bisa menyesatkan dan menjatuhkan orang-orang dengan argumen
‘mengagumkan’ mereka atau membacakan ayat-ayat. Allah SWT berfirman
dalam Al-Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka
menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan
perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar[1477].
Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada
mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap
mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai
dipalingkan (dari kebenaran)?” </em><strong>(QS Al Munafiqun, 63: 4) </strong></blockquote>
<br />
Lebih lanjut Rasulullah SAW bersabda:<br />
<blockquote>
<em>“Akan ada sebagian orang diantara kalian yang shalatnya
mengalahkan shalatmu, dan yang puasanya mengalahkan puasamu, dan
ibadahnya mengalahkan ibadahmu. Mereka akan membaca Al-Qur’an tetapi
tidak melebihi kerongkongan mereka. Mereka akan meninggalkan Islam
seperti anak panah dari busurnya…’</em> <strong>(Al Bukhari, Kitab Fadilah Al-Qur’an Bab 3g Hadits no 5058) </strong></blockquote>
<br />
<strong> 11. Mereka takut dari Al-Qur’an yang ditujukan kepada mereka, dan tidak melihat kesalahan mereka sendiri</strong><br />
Adalah Sunnah Rasulullah SAW dan Shahabatnya untuk membaca Al-Qur’an
dimana kita bisa mengaplikasikanya untuk diri kita, dan seolah-olah
Allah berbicara kepada kita secara langsung. Namun orang-orang Munafik
tidak suka untuk mengakui kesalahan mereka dan membaca Al-Qur’an
sebagaimana Allah menujukan kepada mereka. Lebih lanjut Allah SWT
berfirman:<br />
<blockquote>
<em>“Orang-orang yang munafik itu takut akan diturunkan
terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi
dalam hati mereka....”</em> <strong>(QS At Taubah, 6: 64) </strong></blockquote>
<br />
Selanjutnya, dimana saja kita mempelajari dien kita seharusnya selalu
mengaplikasikannya untuk diri kita, memperhatikan untuk mengoreksi
kesalahan kita sebelum mengoreksi kesalahan orang lain.<br />
<br />
<strong> 12. Menghina orang-orang Beriman dan Islam</strong><br />
Allah SWT berfirman dalam kelanjutan ayat di atas :<br />
<blockquote>
<em>“…Katakanlah kepada mereka: "Teruskanlah
ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan rasul-Nya)." Sesungguhnya Allah
akan menyatakan apa yang kamu takuti itu.”</em> <strong> (QS At Taubah, 9: 64) </strong></blockquote>
<br />
Ayat ini diturunkan pada saat perang Tabuk tentang orang-orang Munafik
yang terus mengejek orang-orang beriman, berkata bahwa hafalan
Al-Qur’an mereka hanya memberikan perut besar. Sindiran dan ejekan
seperti ini sangat umum terlihat hari ini dari orang-orang moderat
yang menjual kaum Muslimin dan yang mengejek Mujahidin dan aktifis
Muslim yang bekerja untuk melihat bendera Islam tegak di seluruh
penjuru dunia.<br />
<br />
Sangat umum mendengar orang-orang munafik berkata ‘lihatlah orang-orang
ini, mereka percaya berjuang untuk Khilafah atau mendukung Jihad atau
‘bagaimana mungkin orang-orang yang tidak berpendidikan yang mengakui
manfaat dari pemerintah bisa menegakkan negara Islam?’ dan
sebagainya. Ini hanyalah sebagian contoh dari pernyataan mereka yang
mempunyai penyakit di dalam hati mereka. Allah SWT menginformasikan
kepada kita tentang alasan mereka menggunakan hal tersebut untuk
membenarkan kemurtadan mereka:<br />
<br />
<blockquote>
<em>“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang
mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya
kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah:
"Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu
berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah
beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat),
niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka
adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.”</em> <strong>(QS At Taubah, 9: 65-66) </strong></blockquote>
<br />
Allah SWT juga berfirman :<br />
<blockquote>
<em>“Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan
perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu orang-orang
berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan
(sahabat-sahabat Nabi): "Apakah yang dikatakannya tadi?" Mereka itulah
orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti
hawa nafsu mereka.”</em> <strong>(QS Muhammad, 47: 16) </strong></blockquote>
<br />
<strong> 13. Mereka tidak pernah pergi berjihad, berpartisipasi dalam semua perjuangan (jihad) dan tidak juga berhijrah</strong><br />
Pada saat perang Uhud orang-orang Munafik lari dari medan pertempuran
dan kembali ke Madinah. Sebagian orang-orang beriman menjadi bingung
berkaitan dengan bagaimana mereka seharusnya berhadapan dengan
orang-orang munafiqun. Shahabat Rasulullah SAW percaya bahwa mereka
seharusnya dibunuh dimana saja mereka terlihat, disamping yang lain
membantah sebaliknya mereka (munafiqun) adalah Muslim dan mengucapkan
syahadat. Dengan maksud untuk menyelesaikan dan mengklarifikasi
perselisihan ini, Allah SWT menurunkan ayat di bawah ini:<br />
<blockquote>
<em>“Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan
dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah
membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri ?
Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah
disesatkan Allah? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu
tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya.” </em><strong>(QS An Nisa, 4: 88) </strong></blockquote>
<br />
Lebih lanjut, sebuah hadits dari Nabi Muhammad SAW dengan jelas menyoroti orang yang tidak mempunyai niat berjihad:<br />
<blockquote>
<em>“Siapa saja yang mati tanpa berjihad di jalan Allah,
tidak juga mempunyai niat untuk melakukannya, akan mati dalam satu
cabang nifaq.”</em> <strong> (Muslim dan Riyaad Us Saalihin Bab 234, Hadits bo 1341) </strong></blockquote>
<br />
Berkaitan dengan Hijrah orang-orang Munafik tidak ingin meninggalkan
‘negeri kesayangan’ mereka dan takut berjihad di jalan Allah. Allah SWT
telah menurunkan:<br />
<blockquote>
<em>“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat
dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat
bertanya : "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?." Mereka menjawab:
"Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)." Para
malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat
berhijrah di bumi itu?." Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam,
dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang
tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak
mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka
itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf
lagi Maha Pengampun.”</em> <strong> (QS An Nisa, 4: 97-99) </strong></blockquote>
<br />
Penting untuk selalu diingat poin krusial ini bahwa munafiqun membenci
Jihad, Mujahidin dan berhijrah di jalan Allah. Jika kita mempunyai
perasaan ini maka ketauhilah bahwa kita mempunyai salah satu
karakteristik Munafikin dan mintalah kepada Allah agar menjaga kita
dari nifaq.<br />
<br />
<strong> 14. Mereka mempunyai Muwalat (sekutu) dengan Kuffar dan hidup diantara Musyrikin</strong><br />
Salah satu tanda seseorang yang terlibat syirik adalah hidup diantara
Kuffar dan Musyrikin tanpa membedakan diri mereka. Bukti yang sama
telah disebutkan di atas bisa digunakan untuk membenarkan poin ini,
sebagaimana sebuah hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:<br />
<blockquote>
<em>“Aku berlepas diri dari Muslim yang hidup diantara Musyrikin,... dan tidak membedakan diri dari mereka (kuffar).’ </em><strong>(Sunan Abu Daud, Kitabul Jihad Bab 105, hadits no 2645) </strong></blockquote>
<br />
Hadits ini dengan jelas menunjukkan kepada kita betapa bahayanya hidup
diantara kuffar, bersatu dengan mereka dan tidak membedakan diri dari
mereka. Itu juga menyoroti kewajiban dan perlu bagi Muslim untuk hidup
bersama sebagai sebuah komunitas dan menerapkan Syari’ah; atau
Rasulullah SAW akan menjauhkan dirinya dari kita pada hari pengadilan,
disaat kita akan begitu membutuhkan syafa’atnya.<br />
<br />
<strong> 15. Mereka membuat sejumlah alasan untuk tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya</strong><br />
Orang-orang Munafik selalu banyak alasan untuk tidak mengerjakan
kewajiban dan tugas mereka, sebagaimana disebutkan juga dalam ayat
sebelumnya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“Mereka (orang-orang munafik) mengemukakan 'uzurnya
kepadamu, apabila kamu telah kembali kepada mereka (dari medan
perang). Katakanlah: "Janganlah kamu mengemukakan 'uzur; kami tidak
percaya lagi kepadamu, (karena) sesungguhnya Allah telah
memberitahukan kepada kami beritamu yang sebenarnya. Dan Allah serta
Rasul-Nya akan melihat pekerjaanmu, kemudian kamu dikembalikan kepada
Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia memberitahukan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”</em> <strong>(QS At Taubah, 9: 94) </strong></blockquote>
<br />
Lebih lanjut, pada saat perang Tabuk dahulu mereka banyak alasan untuk
lari dari Jihad. Salah satu dari alasan mereka adalah cuaca yang amat
panas dimana Allah SWT telah tentukan di saat bulan-bulan musim panas:<br />
<blockquote>
<em>“Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu,
merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan
mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan
Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang)
dalam panas terik ini." Katakanlah: "Api neraka jahannam itu lebih
sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui.”</em> <strong>(QS At Taubah, 9: 81) </strong></blockquote>
<br />
Sungguh Allah berkata benar, panas neraka tidak dapat dibandingkan dengan panas dunia. Rasulullah SAW bersabda:<br />
<blockquote>
<em>“Api yang anak Adam nyalakan adalah satu bagian dari 70 bagian dari api neraka.”</em> <strong>(Tafsir Ibnu Katsir tentang ayat di atas 9:81) </strong></blockquote>
<br />
<strong> 16. Mereka membenarkan keharaman, kekufuran dan kesyirikan mereka</strong><br />
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“Dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang
munafik. Kepada mereka dikatakan: "Marilah berperang di jalan Allah
atau pertahankanlah (dirimu)." Mereka berkata: "Sekiranya kami
mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu".
Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan.
Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam
hatinya. Dan Allah lebih mengetahui dalam hatinya. Dan Allah lebih
mengetahui apa yang mereka sembunyikan.”</em> <strong>(QS Al Imran, 3: 167) </strong></blockquote>
<br />
Telah diketahui bahwa orang-orang Munafik selalu membenarkan kemurtadan
mereka. Allah SWT menginformasikan kepada kita bahwa orang-orang
menjadi kafir atau murtad dengan alasan menjadi lebih dekat kepada
Allah! Allah SWT berfirman:<br />
<blockquote>
<em>“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih
(dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah
(berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka
mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya." Sesungguhnya
Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka
berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang
yang pendusta dan sangat ingkar.” </em><strong>(QS Az Zumar, 39: 3) </strong></blockquote>
<br />
<strong> 17. Mereka melakukan kufur I’raad – berpaling kepada Allah SWT</strong><br />
Allah SWT berfirman:<br />
<blockquote>
<em>“Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu
(tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum
Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia)
dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” </em><strong>(QS An Nisaa’, 4: 61) </strong></blockquote>
<br />
<blockquote>
<em>“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang
telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling
daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada
orang-orang yang berdosa.”</em> <strong>(QS As Sajadah, 32: 22) </strong></blockquote>
<br />
Orang-orang Munafik selalu berpaling dari Ahkam (hukum syar’i) dan
Ulama. Ketika kita memberi mereka hukum yang tidak sesuai dengan
mereka, maka mereka akan berkata ‘Aku tidak mengikuti opini itu’,
bahkan tidak ada opini lain tentang isu tersebut. Ketika kita
sampaikan kepada mereka ayat mereka akan berkata ‘itu adalah
penafsiran kamu terhadap Al-Qur’an dan sebagainya.<br />
<br />
<strong> 18. Mereka menyerukan kemungkaran dan mencegah kebaikan</strong><br />
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian
dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang
munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan
tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan
mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang
fasik.” </em><strong>(QS At Taubah, 9: 67) </strong></blockquote>
<br />
Mereka akan mencoba untuk menghalangi usaha kita untuk melakukan dakwah
berdasarkan metode Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, menyerukan jihad,
berjuang untuk dien Allah atau bahkan menciptakan kesadaran tentang
Islam di luar Masjid dan sebagainya. Lebih lanjut mereka malah
mencegah Ma’ruf dan menyerukan segala bentuk kemunkaran, seperti
voting untuk hukum buatan manusia, bergabung dengan toghut dan
sebagainya.<br />
<br />
<strong> 19. Mereka memamerkan perbuatan baiknya</strong><br />
Allah SWT berfirman:<br />
<blockquote>
<em>“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan
Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk
shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan
shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali
sedikit sekali.” </em><strong>(QS An Nisaa’, 4: 142) </strong></blockquote>
<br />
Orang-orang Munafik memamerkan bahasa Arabnya, tajwid, adzan, ilmu dan
sebagainya. Mereka adalah orang-orang yang selalu memamerkan perbuatan
baiknya dengan tujuan agar mendapatkan pujian dan agar orang-orang
mendengarkan mereka. Ar Riyaa adalah sebuah dosa besar dan perbuatan
syirik, karena semua perbuatan baik kita seharusnya dilakukan murni
hanya untuk mencari ridha Allah SWT dan bukan pujian dari orang-orang.<br />
<br />
Rasulullah SAW bersabda:<br />
<blockquote>
<em>“Perkara yang aku takutkan dari kalian adalah syirik
asghar. Shahabat bertanya: ‘Apakah syirik asghar itu?’ Rasulullah SAW
menjawab: riya.’</em> <strong> (Musnad Imam Ahmad, jilid 5; Al Arsaar, Hadits : Muhammad bin Labid RA) </strong></blockquote>
<br />
<strong> 20. Mereka menginginkan kita menjadi Kafir seperti mereka dan mengikuti jalannya</strong><br />
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana
mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka).
Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu),
hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling,
tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah
kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan
(pula) menjadi penolong.”</em> <strong>(QS An Nisaa’, 4: 89) </strong></blockquote>
<br />
Orang-orang Munafik sangat jahat karena mereka ingin agar kita menjadi
kafir seperti mereka dan mengikuti kerusakan dan kejahatan mereka.
Mereka ingin agar kita meninggalkan golongan yang selamat dan bergabung
dengan partai syaitan mereka.<br />
<br />
<strong> 21. Mereka menginginkan kita untuk takut kepada Kuffar</strong><br />
Allah SWT berfirman:<br />
<blockquote>
<em>“(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul)
yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya
manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu
takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka
dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah
adalah sebaik-baik Pelindung."</em> <strong>(QS Ali Imran, 3: 173) </strong></blockquote>
<br />
Orang-orang munafik akan selalu mempunyai mental kalah dan akan mencoba
untuk menimbulkan ketakutan ke dalam hati orang-orang beriman
terhadap Kuffar. Seseorang tidak bisa menjadi Muslim jika mereka
mengatakan ‘apa yang bisa kita lakukan, jumlah mereka terlalu banyak
dan kita tidak mempunyai senjata yang cukup dan sebagainya.’<br />
<br />
Lebih lanjut Allah SWT berfirman:<br />
<blockquote>
<em>“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan
yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik
Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi
takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman.”</em> <strong>(QS Ali Imran, 3: 175) </strong></blockquote>
<br />
<strong> 22. Mereka malas melaksanakan Shalat</strong><br />
Sebagaimana telah disebutkan pada poin no 19, Allah menginformasikan
kepada kita ayat (QS 4: 142) bahwa orang-orang Munafik berdiri dengan
kemalasan pada shalat mereka. Bukti lain untuk ini bisa ditemukan dalam
surah Al Ma’un:<br />
<blockquote>
<em>“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya.”</em> <strong>(QS Al Maa’un, 107: 4-7) </strong></blockquote>
<br />
Nabi Allah SAW juga menjelaskan orang-orang Munafik adalah orang yang sulit ditemui pada shalat isya dan fajar (subuh).<br />
<br />
<strong> 23. Mereka menunjukkan Islam, tetapi mengutuk dan menghina
ketika setiap kali mereka berhadapan dengan semua bentuk kesulitan dan
bencana</strong><br />
Allah SWT berfirman:<br />
<blockquote>
<em>“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah
dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia
dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah
ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu
adalah kerugian yang nyata.” </em><strong>(QS Al Hajj, 22: 11) </strong></blockquote>
<br />
Orang-orang Munafik selalu senang dengan kita ketika segala sesuatunya
berjalan dengan baik dan mudah, profesional, teratur dengan baik dan
terstruktur, tetapi ketika mereka diuji oleh Allah SWT mereka
benar-benar meninggalkan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, dien dan kewajiban
mereka.<br />
<br />
<br />
<strong>Kesimpulan</strong><br />
Tujuan dari mempelajari masalah ini untuk menyadari tanda-tanda
Munafikin, agar kita tidak melakukannya. Kita seharusnya memohon kepada
Allah SWT agar dijauhkan dari nifaq, kufur, syirik dan bid’ah dan
agar kita mati dalam keadaan iman dan Tauhid. Kita seharusnya juga
selalu menyadari celah dan berbagai kemungkinan menjadi Kafir, dan
untuk mencegah hal ini adalah dengan memenuhi semua perintah Allah dan
juga kewajiban kita. Semoga, Insya Allah!<br />
<br />
<strong><em>Sumber :</em></strong> <a href="http://insanshalih.blogspot.com/2010/10/23-karakter-munafik.html" rel="nofollow" target="_blank">http://insanshalih.blogspot.com/2010/10/23-karakter-munafik.html</a><br />
<br />
<br />
<strong>Munafik, Orang Penuh Rekayasa</strong><br />
<br />
<em>oleh</em> <strong>Aa Gym</strong><br />
<br />
<div class="photo photo_none">
<div class="photo_img">
<img class="img" src="http://a6.sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash1/163882_185616054790260_100000256004384_617047_4179239_n.jpg" /></div>
</div>
<blockquote>
<em>"Tanda
orang munafik ada tiga, apabila seseorang diberi amanat, ia khianat;
apabila berbicara, ia dusta; apabila berjanji, ia tidak menepatinya;
dan apabila berdebat, ia akan berbuat curang."</em> <strong>(HR. Mutafaq’alaih) </strong></blockquote>
<br />
Sesungguhnya orang munafik adalah orang yang penuh dengan kepalsuan,
penuh dengan rekayasa dan lebih sibuk membangun topeng. Sedangkan
seorang mukmin hidupnya asli, tidak ada rekayasa, karena semua
kebohongan itu tidak diperlukan dalam mendekatkan diri kepada Allah.
Allah tidak memerlukan kepalsuan itu. Allah yang Maha Memiliki
segalanya. Seorang mukmin seyogyanya bersih perbuatanya. Tidak terlalu
banyak memikirkan pandangan orang lain, yang terpenting dalam
pandangan Allah saja. Hidupnya apa adanya.<br />
<br />
Orang munafik itu berbahaya, karena ia sesungguhnya orang musyrik
hatinya, tapi lahiriahnya menampilkan orang beriman, seperti Abdullah
bin Ubay. Orang munafik pun bisa dilihat dari perilakunya sehari-hari.
Semua perbuatannya mencerminkan tidak ingin dekat dengan Allah, tidak
memakai hati, melainkan agar dinilai orang lain. Sebisa mungkin orang
munafik akan berusaha keras untuk benar-benar dengan akal-akalan
melakukan apa pun di hadapan orang lain, seperti ingin berwibawa.
Sehingga selama ia berbicara dan berbuat, fokusnya hanya untuk mengatur
kewibawaannya, tidak melihat hati.<br />
<br />
Orang munafik ketika berkata seringkali ditambah-tambah dengan
kebohongan. Tidak sesuai antara keterangan dan kenyataannya. Bahkan
beda antara mulut dan hatinya. Ia tidak bisa dipegang pembicaraannya.
Dia berjanji bukan berniat akan ditepati, melainkan untuk keinginan
sesuatu dari orang lain. Bagi yang berniat menepati janji, ketika
berjanji berarti ia mengunci untuk ditagih yang membuatnya, sedangkan
bagi orang munafik, janjinya untuk sekadar agar orang lain percaya
atau senang padanya. Makanya ia mudah mengeluarkan janji-janjinya.
Dalam hal amanah ia tidak mempedulikan amanah dari Allah, melainkan
lebih mengutamakan gayanya daripada hakikat dari amanah yang
dipikulnya.<br />
Dalam aspek ibadah pun seorang munafik bisa terdeteksi. Dalam berdoa
misalnya, mulut berdoa tapi hati tidak. Benarkah hatinya ingin mendekat
kepada Allah? Allah mengetahui semua kebohongan itu, Allah tidak bisa
di bohongi. Karena Allah mengetahui lubuk hati terdalam. Apakah ingin
diketahui, dilihat, ataukah diperlakukan spesial.<br />
<br />
Keinginan-keinginan tersebut semestinya lepas dari makhluk, barulah
akan tenang hati ini. Kita tidak memerlukan pengakuan orang, yang
penting Allah saja. Jangan sampai kita menggunakan nama Allah untuk
komoditas agar terlihat shaleh. Sekilas mungkin orang akan terkecoh
oleh kepalsuan, sedangkan Allah tidak bisa dikelabui, tetapi Allah
Maha Mengetahui.<br />
<br />
<blockquote>
<em>"Sesungguhnya Dia mengetahui perkataan (yang kamu ucapkan) dengan terang-terangan dan Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan."</em> <strong>(QS Al-Anbiya:110)</strong></blockquote>
<br />
Sesungguhnya segala perbuatan yang kita lakukan akan dihisab semuanya.
Berbahagialah bagi siapa pun yang terbebas dari kemusyrikan dan
kemunafikan. Sehalus apa pun bersih hidupnya. Maka dibuat nyaman
hatinya oleh Allah. Lepasnya hati dari selain Allah. Lillaahi ta’ala.<br />
<br />
Apa yang menyebabkan orang cenderung munafik? Karena hati kita
cenderung musyrik, menganggap ada sesuatu selain Allah SWT yang bisa
memberi manfaat dan mudharat. Yang bersih hatinya ia akan terbebas dari
sifat kemunafikan. Akhlak jelek karena hatinya busuk, dan hati busuk
karena tauhidnya buruk. Akhlak jadi bagus, tauhidnya pun harus bagus.<br />
<blockquote>
<em>"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan
Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk
shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan
shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali
sedikit sekali.</em>" <strong>(QS An-Nisaa : 142)</strong></blockquote>
<br />
Allah tidak bisa dibohongi dengan cara apa pun, karena Dia mengetahui lubuk hati yang dalam. Hati ini harus lepas dari makhluk.<br />
<br />
Dengan demikian, dari paparan di atas, orang munafik itu paling
dibenci Allah SWT. Apalagi bila ilmu agamanya makin banyak sedangkan ia
masih munafik, tentu kebencian Allah juga akan lebih daripada yang
lainnya.<br />
<br />
<em><strong>Sumber :</strong></em> <a href="http://www.eramuslim.com/ramadhan/tausyiah/munafik-orang-penuh-rekayasa.htm" rel="nofollow" target="_blank">http://www.eramuslim.com/ramadhan/tausyiah/munafik-orang-penuh-rekayasa.htm</a><br />
<br />
<br />
<strong>MUNAFIK</strong><br />
<br />
<div class="photo photo_left">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img class="img" src="http://photos-g.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc6/179464_185618814789984_100000256004384_617118_6723546_a.jpg" /></div>
</div>
Munafik.
Satu kata yang menarik untuk dicermati, digali, dan dipahami,
mengingat jaman sekarang banyak sekali orang yang berlaku demikian.
Kemunafikan mereka yang sarat dengan kebohongan, pengkhianatan, dan
intrik kepentingan pribadi. Sebenarnya, apa itu munafik?<br />
<br />
Saya sendiri juga agak kebingungan saat ingin merumuskan arti munafik
itu sendiri (maklum, saya nulis artikel ini aja dengan bermodal
pengalaman dan kenekatan). Menurut apa yang pernah (dan masih) saya
rasakan , munafik adalah kebohongan, ketika seseorang berkata A
padahal di dalam hatinya sebenarnya ia berucap Z. Orang yang memiliki
sifat ini, cenderung rela mengobral dusta dan janji palsu demi
mencapai kepuasan dan keuntungan pribadinya. Orang-orang yang masuk
dalam tipe ini bahkan rela mengkhianati orang yang memberikan
kepercayaan penuh pada mereka. Sungguh memalukan.<br />
<br />
Saya sendiri sering mengalami perlakuan tersebut, ditanggapi oleh
teman secara munafik. Mereka bilang suka, padahal hatinya
berteriak-teriak “Gue nggak suka!!!” Kejujuran yang harusnya penting
dalam sebuah hubungan persahabatan, kini bagai dua sisi koin, di mana
kejujuran di satu sisi bersanding dengan kemunafikan. Keduanya tinggal
diundi, dan diterapkan sesuai keadaan. Kadang kita harus berlaku
jujur dan sok innocent, kadang pula kita harus tega untuk menjadi
munafik. Sungguh menyedihkan, karena menurut saya hidup dengan
memelihara kemunafikan itu identik dengan orang yang menyia-nyiakan
dirinya sendiri dalam kebohongan, serta mencelakakan orang lain dengan
tipu muslihatnya yang manis dan menggairahkan.<br />
<br />
Dewasa ini, sudah berkembang suatu tren di mana “yang munafik yang
bakalan eksis”. Orang yang menyuarakan kejujuran, malah diinjak-injak
bak rumput liar yang mengganggu tumbuh suburnya pohon “kemunafikan”
dan “formalisme”. Saya, yang sebenarnya lebih mengutamakan bertindak
jujur, oleh keadaan yang sulit terpaksa harus menjadi munafik, dengan
memberi jawaban pada teman saat ulangan, misalnya. “Nic, ntar jangan
lupa nengok ke gue, ya. Bantuin gu ya Nic, please, gue belum belajar
nih. Tenang aja, kalau kita hati-hati ‘kan gurunya nggak bakalan
tahu…” begitulah ucapan teman-temanku. Dan mungkin, tanpa saya sadari
masih banyak lagi tingkah laku saya yang munafik lainnya, terdesak
oleh keadaan yang menjebak serba sulit.<br />
<br />
Apakah aku sendiri termasuk golongan orang munafik? Apakah aku juga
menenggelamkan hidupku dalam lumpur kunistaan, dan melumuri mata hati
orang lain dengan kedustaan sikap dan perkataanku? Apakah aku begitu?
Aku sendiri pun bingung. Aku sadar bahwa terkadang aku munafik, dan
aku tidak menyangkal hal itu, karena kemunafikan telah tertanam di
hati semua insan. Hanya bedanya, apakah kemunafikan itu kita tumbuh
suburkan di dalam hati kita, atau kita bunuh dengan racun “kejujuran”
dan kita pangkas dengan gunting “ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Esa”.
Dengan mendekatkan diri pada Tuhan dan selalu senantiasa berbuat jujur
walaupun konsekuensinya dijauhi, bahkan dikucilkan, niscaya Tuhan
akan memberikan kita keteguhan dalam menjalani hidup sebagai pribadi
yang jujur dan jauh dari kata munafik.<br />
<br />
Mari, walaupun mungkin kita masih mempunyai bibit-bibit munafik itu
dalam hati kita, pangkaslah dan cabutlah itu sampai ke akar-akarnya.
Jangan biarkan kemunafikan tumbuh subur dalam hati dan jiwa kita, yang
selanjutnya, perlahan tapi pasti, akan membawa kita menuju
kesengsaraan sejati di neraka. Hentikan budaya munafik yang secara
nyata telah menyebarluaskan keuntungan materialnya untuk menipu dan
menjerat kita manusia. Jangan sampai, kita ditolak siapapun karena
telah bertransformasi menjadi “Manusia setengah Iblis” dengan semua
kebusukan yang berakar dari kemunafikan itu.<br />
<br />
Masyarakat Indonesia bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, bangga
mengembangkan budaya kejujuran dan cinta kasih. Semoga memang demikian
adanya. Semoga.<br />
<br />
<strong><em>Sumber :</em></strong> <a href="http://blogdiannoviany.blogspot.com/2010/11/munafik.html" rel="nofollow" target="_blank">http://blogdiannoviany.blogspot.com/2010/11/munafik.html</a><br />
<br />
<br />
<strong>Pernahkah Anda Munafik?</strong><br />
<br />
<div class="photo photo_left">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img class="img" src="http://photos-d.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash1/166176_185619171456615_100000256004384_617129_7286079_a.jpg" /></div>
<div class="caption">
Peace dove strapped with dynamite</div>
</div>
Menurut
Wikipedia, Kemunafikan (Hypocrisy) adalah perilaku
mengakui/menganggap memiliki keyakinan, perasaan, moral atau
nilai-nilai yang sebenarnya tidak dimiliki atau dipraktekkan. Menurut
kamus Webster, Hypocrite adalah seseorang yang mengaku memiliki
nilai-nilai, moral atau keyakinan, tetapi sebenarnya tidak punya dan
tindakannya bertolak belakang dengan apa yang dinyatakan di publik
dalam kehidupan prbadi, opini dan pernyataannya. Jadi ada perbedaan
antara teori dan prakteknya. Membenarkan tindakan/perilaku seseorang
sementara menyalahkan orang lain yang memiliki hak dan kedudukan yang
sama juga termasuk dalam definisi Kemunafikan, namun ada istilah lain
yang cocok untuk hal ini yaitu Standar Ganda (double standard).<br />
<br />
Banyak sekali contoh tindakan munafik dalam kehidupan kita sehari-hari.
Paling banyak adalah bentuk kemunafikan yang standar ganda. Contoh
perbedaan antara munafik dan turunannya yaitu standar ganda kira-kira
gini: Seorang pemuka di masyarakat, yang sering berkhotbah tentang
moral, ngomong keadilan (minjem syair "Bento" nih), tapi korupsi atau
jadi pembalak liar misalnya, dan berperilaku kayak nggak ada-apa dari
mimik wajahnya, adalah munafik sejati. Sulitnya jika hasil korupsinya
itu diamalkan untuk fakir miskin layaknya Robin Hood. Apapun embel-embel
penilaiannya, ini sudah termasuk standar ganda.<br />
<br />
Diperbolehkannya lelaki untuk memiliki banyak istri sedangkan wanita
tidak boleh punya banyak suami juga termasuk standar ganda. Counter
argumen hal ini adalah bila persamaan derajat gender itu murni 100%
dilakukan, tentu poligami dan poliandri duduk sejajar yang artinya
kalau poligami boleh, poliandri juga harus boleh, dan begitu juga
sebaliknya. Adakalanya wanita "boleh" menampar pria yang kurang ajar
terhadapnya sementara pria jika mendapat perlakuan yang sama tidak
pernah menampar wanita yang genit terhadapnya, pun termasuk standar
ganda mengingat prinsip diatas dengan segenap penjelasan feminismenya.<br />
<br />
Seorang lelaki yang memiliki banyak pacar akan mendapat cap "Playboy",
tapi jika hal yang sama terjadi pada perempuan jenis kata-kata
predikat negatif lebih banyak dikenakan seperti "perek", atau
"kegatelan" atau yang paling anyar "jablay", daripada dicap "Playgirl"
misalnya. Ini termasuk standar ganda.<br />
<br />
Profesi politikus dan pengacara adalah profesi yang menuntut
kemunafikan dan kepintaran memilih kata-kata untuk menyatakan
pendapatnya. Disatu saat mereka harus bilang A disaat lain harus bisa
bilang B demi tujuan masing-masing walaupun tahu mana yang benar-baik.<br />
<br />
Yang paling sulit jika kemunafikan dilakukan secara beramai-ramai.
Kelompok Dodol Duren misalnya bilang kalo dodol Duren itu yang paling
enak, kelompok Dodol Garut bilang dodol Garut yang paling enak.
Dua-duanya punya argumen bahkan ayat-ayat dari primbon Perdodolan untuk
mendukung pendapatnya. Ini adalah hal sulit mengingat banyak orang
yang berpendapat bahwa makin banyak orang berpendapat sama maka
semakin mendekati kebenaran. Bagi mereka yang sadar akan kontradiksi
ini akibat proses pembodohan massal yang sedang terjadi, tentu cuma
bisa nyengir-nyengir dan apabila diam saja, maka dapat disebut munafik
karena mengetahui kebenaran tapi mengabaikan nilai kejujuran dan
membiarkan hal itu terus berlangsung.<br />
<br />
Munafikisme Setiap orang (termasuk saya :P) pasti pernah bertindak
munafik. Mungkin sama banyaknya dengan berbohong. Antara bohong dengan
munafik apa bedanya? Munafik lebih banyak menyoroti tindakan daripada
perkataan.<br />
<br />
<div class="photo photo_left">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img class="img" src="http://photos-d.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc6/168435_185619431456589_100000256004384_617136_5841102_a.jpg" /></div>
<div class="caption">
Man speaking with peace dove</div>
</div>
<strong>Tipe-Tipe Munafik</strong><br />
<br />
Menurut <a href="http://www.hardcoretruth.com/" rel="nofollow" target="_blank">www.hardcoretruth.com</a>, ada 4 Tipe kemunafikan:<br />
<ol>
<li> <strong>Munafik Jujur Keluar :</strong> Tindakan bertolak
belakang dengan pendapat/pernyataannya. Walaupun, apa yang dilakukan
itu konsisten dengan pendapatnya, ini tetap menjadikan mereka munafik
karena tidak benar-benar diyakini. Mereka memiliki keyakinan kuat akan
pendapat mereka sendiri namun tidak selalu mengikutinya.</li>
<li><strong>Munafik Tidak Jujur Keluar :</strong> Tindakan bertolak
belakang dengan pendapat/pernyataannya yang tidak konsisten dengan apa
yang diyakini. Mereka sering lemah dalam apa yang diyakini dan
memungkinkan mereka menjadi jujur buat diri sendiri dalam hatinya.</li>
<li><strong>Munafik Jujur Kedalam :</strong> Tindakan bertolak belakang
dengan pendapat/pernyataannya. Keyakinan mereka konstan walaupun
tindakannya berbeda. Mereka jujur pada diri sendiri dan berusaha untuk
menyesuaikan keyakinannya dengan keinginan pribadi, tindakan atau
kekurangan mereka.</li>
<li><strong>Munafik Tidak Jujur Kedalam :</strong> Tindakan sejalan
dengan yang dinyatakan, walaupun tidak diyakininya. Mereka sering
berperilaku "menjilat" dengan keyakinan diri rendah. </li>
</ol>
<br />
Contoh jeleknya mungkin, misalnya seorang Perokok. Dia sudah tahu efek
buruk dari merokok dan menyetujui bahkan menyuruh orang berhenti
merokok, tetapi masih merokok hal ini sudah menjadikannya munafik. Jika
ia tidak yakin dengan larangan pemerintah yang tertera dan
berpendapat "aah gak apa-apa, makan permenpun bisa bikin kanker"
misalnya, tapi kadang-kadang ragu juga hal ini termasuk tipe yang
pertama. Yang tipe kedua mungkin lebih "lembek" dan berpendapat "ada
benarnya saya berhenti". Yang tipe ketiga boleh jadi setuju/tidak
dengan efek buruk merokok, dan berusaha mengurangi misalnya, yang tipe
keempat menyakini efek buruk merokok tapi tetap merokok untuk
menyenangkan temannya misalnya. Untuk persoalan lain tinggal ganti
variabel "rokok" berserta alasannya dengan masalah lain.<br />
<br />
Apapun tipe-tipe munafik dari terjemahannya yang kacau diatas ada satu
hal yang perlu digarisbawahi : Adalah baik untuk tidak menjadi munafik
dan harus berusaha mencapainya sebaik mungkin, tapi jika iya, saya
lebih baik menjadi munafik yang jujur, daripada berbohong mengenai
ketidaksempurnaan diri saya.<br />
<br />
<strong><em>Sumber : </em></strong><a href="http://www.indonesiaindonesia.com/f/37261-pernahkah-munafik/" rel="nofollow" target="_blank">http://www.indonesiaindonesia.com/f/37261-pernahkah-munafik/</a><br />
<em><strong>Sumber lainnya : </strong></em> <a href="http://taimullah.wordpress.com/2010/07/28/munafik-macam-dan-pembagiannya/" rel="nofollow" target="_blank">http://taimullah.wordpress.com/2010/07/28/munafik-macam-dan-pembagiannya/</a><h3 class="post-title entry-title" itemprop="name">
</h3>
<div class="post-header">
</div>
<div class="post-body entry-content" id="post-body-8972752592206730237" itemprop="description articleBody">
<div class="mbl notesBlogText clearfix">
<div>
<div class="photo photo_left">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img class="img" src="http://photos-d.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc6/178923_185612908123908_100000256004384_617027_6844231_a.jpg" /></div>
</div>
Orang
munafik adalah orang yang paling jahat dari semua orang dan layak
untuk mendapatkan hukuman di hari kiamat. Ini karena mereka
berperilaku sebagai Muslim, tetapi mereka adalah musuh yang paling
jahat dari semua musuh karena mereka menyembunyikan kekufuran dan
syirik. Pentingnya mempelajari kemunafikan adalah sebagaimana
pentingnya mempelajari Tauhid karena keduanya saling berkaitan. Jika
kita tidak mempelajari kufur, syirik dan nifaq, tidak dapat disangkal
lagi, kita bisa jatuh ke dalamnya, dan selanjutnya menjadi Kafir.
Jika seseorang tidak mengetahui karekteristik dari Musyirikin, dia
akan menjadi Musyrik. Dan sama halnya jika kita tidak mempelajari
kareteristik munafik kita akan menjadi munafik. Hanya Mu’min dan
Muslim sejati yang takut melakukan nifak atau kufur, dan hanya
muwwahid yang takut untuk melakukan syirik. Satu-satunya orang yang
dengan bebas melakukan kufur, nifak dan syirik adalah Kafir. Perhatian
pertama bagi setiap Muslim adalah menjauhi kufur, syirik dan nifak,
dan kemudian beribadah kepada Allah semata.<br />
<br />
Allah SWT Berfirman dalam Al-Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan)
pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali
tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.”</em> <strong>(QS An Nisaa’, 4: 145) </strong></blockquote>
<br />
Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari oleh Ibnu Abi Mulaikah, yang berkata,<br />
<blockquote>
<em>“Aku bertemu tiga puluh Shahabat Nabi SAW dan
masing-masing dari mereka takut menjadi orang munafik, dan tidak ada
dari mereka yang berkata bahwa dia sekuat Jibril atau Mika’il.” Dan
Hasan (Al Basri) berkata: ‘Hanya orang yang beriman yang takut dari
kemunafikan, dan hanya orang munafik yang merasa aman darinya
(kemunafikan).</em> <strong>(Shahih Al Bukhari Kitabul Iman Bab 36) </strong></blockquote>
<br />
Dan Nabi Ibrahim A.S. berkata:<br />
<blockquote>
<em>“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri
yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah
berhala-berhala.”</em> <strong>(QS Ibrahim, 14: 35)</strong></blockquote>
<br />
<div class="photo photo_left">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img class="img" src="http://photos-c.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/164518_185613448123854_100000256004384_617037_2364569_a.jpg" /></div>
</div>
Seseorang
harus berfikir setelah membaca wahyu bahwa jika Shahabat Nabi SAW
dahulu takut dari kemunafikan, untuk alasan yang lebih besar tidakkah
seharusnya kita takut dari itu? Jika seseorang terbaik seperti Nabi
Ibrahim A.S. takut terhadap syirik, tidakkah seharusnya kita takut
juga? Namun sangat menyedihkan melihat realitas hari ini sangat jarang
kita menemukan orang yang takut melakukan dosa, membiarkan diri
sendiri menjadi kafir, munafiq atau musyrik! Orang-orang kelihatannya
berfikiran bahwa mereka akan masuk surga secara langsung dan melewati
hari pengadilan dengan mudah.<br />
<br />
Selanjutnya kita seharusnya tidak menjadi naif dan realistis terhadap
berbagai kemungkinan menjadi Kafir, Musyrik atau Munafik dengan
mengambil tindakan pencegahan dan kekebalan. Sebaik-baik yang bisa kita
lakukan adalah dengan melaksanakan semua perintah Allah dan
mempelajari tauhid. Kemudian setelah itu, apakah kita mati sebagai
Muslim atau Kafir ada di tangan Allah SWT ; dan semoga Allah SWT
meneriman ibadah kita dan menjadikan kita mati dalam keadaan iman dan
Tauhid, Amin.<br />
<br />
Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk selalu meminta kepada Allah SWT
untuk mati dalam keadaan iman dan Tauhid disamping fakta bahwa Allah
adalah yang mengendalikan hati kita dan dia bisa membalikkannya sesuai
dengan keinginanNya, kapanpun Dia inginkan:<br />
<blockquote>
<em>“Yaa Allah ampunilah hidup kami dan perbuatan kami,
kehadiran kami dan kealpaan kami, muda kami dan tua kami, laki-laki
kami dan perempuan kami. Yaa Allah, siapa saja dari kita menjaga
hidup, menjaganya hidup pada Islam dan siapa saja dari kami Kamu
matikan, karenanya untuk mati dalam iman, Yaa Allah janganlah mencabut
balasan kami dan tidak tunduk kepada fitnah setelah kematiannya.” </em></blockquote>
<br />
Jika ada kemungkinan menjadi kafir, tidakkah Nabi Muhammad SAW telah
mengajarkan kita untuk memohon kepada Allah untuk menjadikan hidup kita
dengan Islam dan mati dalam keadaan beriman. Mari kita sekarang,
dengan izin Allah SWT mempelajari sebagian karekteristik Munafik (agar
kita terhindar darinya, Insya Allah.<strong> </strong><br />
<br />
<br />
<strong>Karakteristik Munafik:</strong><br />
<br />
<strong> 1. Mereka mengklaim Beriman</strong><br />
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata:
"Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah." Dan
Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan
Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu
benar-benar orang pendusta.”</em> <strong>(QS Al Munafiqun, 63:1) </strong></blockquote>
<br />
Allah menjelaskan orang munafik sebagai orang yang mengklaim bahwa
mereka beriman, namun mereka realitasnya Kafir. Dia SWT menyebut mereka
pembohong dan Kafir disamping fakta bahwa mereka dengan tegas
mengklaim dengan lidah mereka bahwa mereka Muslim dan mengucapkan ‘Laa
ilaaha illa Allah’. Ini adalah sebuah titik yang menakutkan bagi
semua Muslim sebagaimana kita semua mengklaim menjadi beriman, namun
bagaimana kita mengetahui bahwa kita tidak murtad? Dalam ayat yang
lain Allah SWT berfirman:<br />
<em>“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu”. </em><strong>(QS An Nisa, 4: 60) </strong><br />
<br />
Selanjutnya kita semua seharusnya berhati-hati ketika mengklaim sebagai
Muslim tidak menjamin kita untuk menjadi orang-orang penghuni jannah
(surga), dan tidak selamat dari kemunafikan. Tanpa memenuhi perintah
Allah, menjauhi Thaghut dan meminta Allah untuk menjaga kita tetap
beriman, kita mungkin tidak sengaja jatuh ke dalam perangkap
kemunafikan, syirik dan kufur.<br />
<br />
Ada dua tipe nifaq, nifaq akbar (nifaq besar) dan nifaq asghar (nifaq
kecil). Seseorang dengan nifaq akbar benar-benar kafir walau
berpura-pura menjadi Muslim. Selanjutnya dia tidak berfikir untuk
dirinya bahwa dia adalah seorang beriman, tetapi dia hanya mengklaim
menjadi Muslim dengan tujuan untuk kemulian hidupnya. Nifaq asghar bisa
ditemukan dalam diri seorang Muslim, yang melakukan keimanan dia
adalah seorang Muslim dan juga mengklaim begitu. Dengan demikian ada
dua tingkatan kemunafikan, yakni seseorang itu kafir namun
berpura-pura menjadi Muslim (nifaq akbar), dan jenis lainnya adalah
dia seorang Muslim yang nyata-nyata melakukan perbuatan kemunafikan.<br />
<br />
<strong> 2.Mereka tidak mempunyai Talazum</strong><br />
At Talazum berarti kesatuan antara iman dan perbuatan, yaitu mengatakan
dan melaksanakan apa yang kita imani. Setiap Muslim dan kafir
mempunyai Talazum; seorang Muslim beriman kepada Allah dan
memanifestasikan hal ini dalam perbuatannya (seperti shalat) dan
perkataan (bertasbih). Sebagaimana, setiap Kafir membenci Allah dan
dien-Nya dan selanjutnya kita melihat mereka secara lisan
mendeklarasikan perang melawan Islam dan kepada kaum Muslimin (melalui
perkataan), dan melakukan keyakinan ini dengan membunuhi wanita,
anak-anak dan orang tua Muslim yang tidak bersalah.<br />
<br />
Sementara itu, orang munafik tidak mempunyai Talazum , artinya apa yang
dia sembunyikan dan ditampakkan tidaklah sama dan menjadikam mereka
orang yang paling rumit dari semua orang. Ini karena mereka mengatakan
apa yang mereka tidak imani dan tidak melaksanakan Islam secara utuh.
Allah SWT berfirman:<br />
<blockquote>
<em>“Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman
kepada Allah dan Hari kemudian," padahal mereka itu sesungguhnya bukan
orang-orang yang beriman.”</em> <strong> (QS Al Baqarah, 2:8) </strong></blockquote>
<br />
<strong> 3. Mereka menipu Allah dan Muslim</strong><br />
Allah SWT berfirman dalam Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang
beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka
tidak sadar.”</em> <strong>(QS Al Baqarah, 2;9) </strong></blockquote>
<br />
<blockquote>
<em>“Dan Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah,
dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri
untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya
(dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah
kecuali sedikit sekali.” </em><strong> (QS An Nisa, 4: 142) </strong></blockquote>
<br />
Orang Munafik menipu diri mereka dengan mengklaim sebagai orang
beriman, padahal, faktanya mereka adalah Kafir. Mereka mencari
kemulian dalam kehidupan mereka dengan mengucapkan Syahadat padahal
faktanya mereka tidak mempunyai kemuliaan bagi hidup ini karena mereka
bukanlah Muslim. Allah SWT telah membuat dua camp (golongan/kelompok)
; camp Islam dan camp Kufur, namun orang-orang munafik ini
menginginkan mereka bisa berada pada kedua camp tersebut pada saat
yang bersamaan. Mereka ingin manfaat dari hak-hak Islam dan iman
seperti warisan, kehormatan, kemuliaan, persaudaraan, rasa hormat,
perayaan ied, pahala dan sebagainya, tetapi juga ingin mengikuti
doktrin dan jalan hidup orang kafir.<br />
<br />
<strong> 4. Mereka mempunyai penyakit dalam hati mereka</strong><br />
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“Dalam hati mereka ada penyakit (keraguan dan kemunafikan), lalu ditambah Allah penyakitnya.”</em> <strong>(QS Al Baqarah, 2:10) </strong></blockquote>
<br />
Dalam tafsir Ibnu Katsir, dia menjelaskan bahwa istilah ‘penyakit’
dalam ayat ini berarti ‘keraguan’. Selanjutnya, kita selalu melihat
mereka yang mempunyai tanda-tanda munafik, sering ragu terhadap ulama,
Allah SWT dan Mujahidin dan sebagainya. Keraguan mereka terdapat
dalam banyak aspek dien, seperti hidup setelah mati, surga dan hari
pengadilan; selanjutnya mereka melangkah terlalu jauh dengan
meninggalkan ikatan Islam.<br />
<br />
<strong> 5. Mereka pembohong, pengingkar janji dan tidak bisa dipercaya</strong><br />
Melanjutkan ayat di atas, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.”</em> <strong>(QS Al Baqarah, 2:10) </strong></blockquote>
<br />
<blockquote>
<em>“Dan apabila orang-orang munafik datang kepadamu,
mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar
Rasul Allah." Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar
Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik
itu benar-benar orang pendusta.”</em> <strong>(QS Al Muafiqun, 63:1) </strong></blockquote>
<br />
Karakteristik paling umum dari orang Munafik adalah bahwa mereka
pembohong, selalu mengingkari janji dan tidak bisa dipercaya dimana
saja kita mempercayai mereka dengan sesuatu. RasuluLlah SAW juga
bersabda dalam hadits yang telah umum:<br />
<blockquote>
<em>“Tanda-tanda munafik ada tiga, ketika dia berbicara dia
berbohong, ketika dia berjanji mengingkarinya dan ketika dia
dipercaya dia khianat.”</em> <strong>(Shahih Al Bukhari, Kitabul Iman Bab 24: tanda-tanda Munafik No 33) </strong></blockquote>
<br />
<strong> 6. Mereka menjadi kasar ketika berdebat</strong><br />
Berkaitan dalam bimbingan dan pengetahuan, orang-orang munafik dikenal
menjadi orang yang sangat argumentatif dan membantah ketika dia
terlibat diskusi atau debat. Ketika mereka tidak bisa memberikan
jawaban untuk masalah tertentu atau menghadirkan kasus mereka dengan
baik mereka menjadi kasar (menggunakan kata-kata kotor, menggunakan
sumpah dan sebagainya) dan menjengkelkan. Rasulullah SAW berkata dalam
sebuah riwayat yang berbeda atas hadits yang sama:<br />
<blockquote>
<em>“Dan ketika dia berdebat dia menjadi kasar”</em> <strong> (Al Bukhari No 34) </strong></blockquote>
<br />
<strong> 7. Mereka mengkhianati perjanjian dan kontrak</strong><br />
Seorang Muslim tidak pernah membatalkan perjanjiannya karena hal itu
adalah dosa besar dalam Islam dan dosa lainnya adalah munafik.
Rasulullah SAW bersabda dalam hadits di atas, tetapi dalam riwayat yang
berbeda:<br />
<blockquote>
<em>“Dan ketika dia mempunyai perjanjian dia mengkhianatinya.”</em> <strong> (Al Bukhari No 34) </strong></blockquote>
<br />
Lebih lanjut Rasulullah SAW telah menginformasikan kepada kita kehinaan
itu adalah ketika seseorang yang dengan sengaja melanggar
perjanjiannya:<br />
<blockquote>
<em>"Bagi setiap pengkhianat dia akan mempunyai sebuah
panji pada hari kiamat, memproklamirkan ini adalah begini dan begini
yang telah mengkhianati perjanjiannya." </em> <strong>(Riyadus Salihin No 1585) </strong></blockquote>
<br />
<strong> 8. Mereka penyebab fitnah dan keburukan, namun mengklaim pembuat kedamaian</strong><br />
Orang-orang munafik selalu berkomentar dan memperhatikan kesalahan
orang lain, dan tidak pernah berfikir tentang kesalahan dan dosa
mereka sendiri. Mereka selalu membuat fitnah dan kerusakan, tetapi
menunjuk jari mereka kepada orang lain selain mereka. Allah SWT
berfirman:<br />
<blockquote>
<em>“Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu
membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami
orang-orang yang mengadakan perbaikan." Ingatlah, sesungguhnya mereka
itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.”</em> <strong>(QS Al Baqarah, 2: 11-12)</strong></blockquote>
<br />
Dalam ayat ini Allah SWT menginformasikan kepada kita bahwa orang
munafik adalah penyebab fitnah (kerusakan), namun mengklaim telah
melakukan perbaikan. Yang lebih mengejutkan lagi mengetahui bahwa
mereka benar-benar para pengacau. Mereka dengan yakin percaya bahwa
mereka baik, melaksanakan perdamaian di muka bumi, tetapi Allah SWT
menginformasikan kepada kita bahwa mereka benar-benar murtad.<br />
<br />
<strong> 9. Mereka berhukum kepada thaghut</strong><br />
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang
mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan
kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim
kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut
itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang
sejauh-jauhnya.”</em> <strong>(QS An Nisa, 4: 60) </strong></blockquote>
<br />
Dalam ayat ini Allah SWT memperingati kita beberapa poin yang telah
disebutkan di atas, seperti bahwa mereka mengklaim telah beriman kepada
apa yang telah diturunkan oleh Allah SWT. Tetapi Dia juga
menginformasikan kepada kita tentang karakteristik lain dari orang
munafik, yakni berhukum kepada Thaghut.<br />
<br />
Berhukum kepada selai Allah adalah syirik akbar, namun, orang-orang
munafik ini dijelaskan bahwa mereka orang yang tidak hanya secara rutin
berhukum kepada selain Allah, tetapi juga mencari dan mempunyai
keinginan untuk merujuk kepada selain Allah untuk menyelesaikan
perselisihan. Mereka adalah orang-orang yang terus membenarkan
kemurtadannya dan dalam kasus yang lebih buruk mereka mungkin mengutip
ayat di luar konteks dengan tujuan untuk membenarkan kerusakan mereka.<br />
<br />
<strong> 10. Mereka memuaskan telinga seseorang, mempunyai hafalan Al-Qur’an dan argumentasi yang masuk akal.</strong><br />
Salah satu dari kemampuan terbesar dan berpengaruh adalah bahwa mereka
bisa menyesatkan dan menjatuhkan orang-orang dengan argumen
‘mengagumkan’ mereka atau membacakan ayat-ayat. Allah SWT berfirman
dalam Al-Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka
menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan
perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar[1477].
Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada
mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap
mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai
dipalingkan (dari kebenaran)?” </em><strong>(QS Al Munafiqun, 63: 4) </strong></blockquote>
<br />
Lebih lanjut Rasulullah SAW bersabda:<br />
<blockquote>
<em>“Akan ada sebagian orang diantara kalian yang shalatnya
mengalahkan shalatmu, dan yang puasanya mengalahkan puasamu, dan
ibadahnya mengalahkan ibadahmu. Mereka akan membaca Al-Qur’an tetapi
tidak melebihi kerongkongan mereka. Mereka akan meninggalkan Islam
seperti anak panah dari busurnya…’</em> <strong>(Al Bukhari, Kitab Fadilah Al-Qur’an Bab 3g Hadits no 5058) </strong></blockquote>
<br />
<strong> 11. Mereka takut dari Al-Qur’an yang ditujukan kepada mereka, dan tidak melihat kesalahan mereka sendiri</strong><br />
Adalah Sunnah Rasulullah SAW dan Shahabatnya untuk membaca Al-Qur’an
dimana kita bisa mengaplikasikanya untuk diri kita, dan seolah-olah
Allah berbicara kepada kita secara langsung. Namun orang-orang Munafik
tidak suka untuk mengakui kesalahan mereka dan membaca Al-Qur’an
sebagaimana Allah menujukan kepada mereka. Lebih lanjut Allah SWT
berfirman:<br />
<blockquote>
<em>“Orang-orang yang munafik itu takut akan diturunkan
terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi
dalam hati mereka....”</em> <strong>(QS At Taubah, 6: 64) </strong></blockquote>
<br />
Selanjutnya, dimana saja kita mempelajari dien kita seharusnya selalu
mengaplikasikannya untuk diri kita, memperhatikan untuk mengoreksi
kesalahan kita sebelum mengoreksi kesalahan orang lain.<br />
<br />
<strong> 12. Menghina orang-orang Beriman dan Islam</strong><br />
Allah SWT berfirman dalam kelanjutan ayat di atas :<br />
<blockquote>
<em>“…Katakanlah kepada mereka: "Teruskanlah
ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan rasul-Nya)." Sesungguhnya Allah
akan menyatakan apa yang kamu takuti itu.”</em> <strong> (QS At Taubah, 9: 64) </strong></blockquote>
<br />
Ayat ini diturunkan pada saat perang Tabuk tentang orang-orang Munafik
yang terus mengejek orang-orang beriman, berkata bahwa hafalan
Al-Qur’an mereka hanya memberikan perut besar. Sindiran dan ejekan
seperti ini sangat umum terlihat hari ini dari orang-orang moderat
yang menjual kaum Muslimin dan yang mengejek Mujahidin dan aktifis
Muslim yang bekerja untuk melihat bendera Islam tegak di seluruh
penjuru dunia.<br />
<br />
Sangat umum mendengar orang-orang munafik berkata ‘lihatlah orang-orang
ini, mereka percaya berjuang untuk Khilafah atau mendukung Jihad atau
‘bagaimana mungkin orang-orang yang tidak berpendidikan yang mengakui
manfaat dari pemerintah bisa menegakkan negara Islam?’ dan
sebagainya. Ini hanyalah sebagian contoh dari pernyataan mereka yang
mempunyai penyakit di dalam hati mereka. Allah SWT menginformasikan
kepada kita tentang alasan mereka menggunakan hal tersebut untuk
membenarkan kemurtadan mereka:<br />
<br />
<blockquote>
<em>“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang
mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya
kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah:
"Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu
berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah
beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat),
niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka
adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.”</em> <strong>(QS At Taubah, 9: 65-66) </strong></blockquote>
<br />
Allah SWT juga berfirman :<br />
<blockquote>
<em>“Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan
perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu orang-orang
berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan
(sahabat-sahabat Nabi): "Apakah yang dikatakannya tadi?" Mereka itulah
orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti
hawa nafsu mereka.”</em> <strong>(QS Muhammad, 47: 16) </strong></blockquote>
<br />
<strong> 13. Mereka tidak pernah pergi berjihad, berpartisipasi dalam semua perjuangan (jihad) dan tidak juga berhijrah</strong><br />
Pada saat perang Uhud orang-orang Munafik lari dari medan pertempuran
dan kembali ke Madinah. Sebagian orang-orang beriman menjadi bingung
berkaitan dengan bagaimana mereka seharusnya berhadapan dengan
orang-orang munafiqun. Shahabat Rasulullah SAW percaya bahwa mereka
seharusnya dibunuh dimana saja mereka terlihat, disamping yang lain
membantah sebaliknya mereka (munafiqun) adalah Muslim dan mengucapkan
syahadat. Dengan maksud untuk menyelesaikan dan mengklarifikasi
perselisihan ini, Allah SWT menurunkan ayat di bawah ini:<br />
<blockquote>
<em>“Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan
dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah
membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri ?
Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah
disesatkan Allah? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu
tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya.” </em><strong>(QS An Nisa, 4: 88) </strong></blockquote>
<br />
Lebih lanjut, sebuah hadits dari Nabi Muhammad SAW dengan jelas menyoroti orang yang tidak mempunyai niat berjihad:<br />
<blockquote>
<em>“Siapa saja yang mati tanpa berjihad di jalan Allah,
tidak juga mempunyai niat untuk melakukannya, akan mati dalam satu
cabang nifaq.”</em> <strong> (Muslim dan Riyaad Us Saalihin Bab 234, Hadits bo 1341) </strong></blockquote>
<br />
Berkaitan dengan Hijrah orang-orang Munafik tidak ingin meninggalkan
‘negeri kesayangan’ mereka dan takut berjihad di jalan Allah. Allah SWT
telah menurunkan:<br />
<blockquote>
<em>“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat
dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat
bertanya : "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?." Mereka menjawab:
"Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)." Para
malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat
berhijrah di bumi itu?." Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam,
dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang
tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak
mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka
itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf
lagi Maha Pengampun.”</em> <strong> (QS An Nisa, 4: 97-99) </strong></blockquote>
<br />
Penting untuk selalu diingat poin krusial ini bahwa munafiqun membenci
Jihad, Mujahidin dan berhijrah di jalan Allah. Jika kita mempunyai
perasaan ini maka ketauhilah bahwa kita mempunyai salah satu
karakteristik Munafikin dan mintalah kepada Allah agar menjaga kita
dari nifaq.<br />
<br />
<strong> 14. Mereka mempunyai Muwalat (sekutu) dengan Kuffar dan hidup diantara Musyrikin</strong><br />
Salah satu tanda seseorang yang terlibat syirik adalah hidup diantara
Kuffar dan Musyrikin tanpa membedakan diri mereka. Bukti yang sama
telah disebutkan di atas bisa digunakan untuk membenarkan poin ini,
sebagaimana sebuah hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:<br />
<blockquote>
<em>“Aku berlepas diri dari Muslim yang hidup diantara Musyrikin,... dan tidak membedakan diri dari mereka (kuffar).’ </em><strong>(Sunan Abu Daud, Kitabul Jihad Bab 105, hadits no 2645) </strong></blockquote>
<br />
Hadits ini dengan jelas menunjukkan kepada kita betapa bahayanya hidup
diantara kuffar, bersatu dengan mereka dan tidak membedakan diri dari
mereka. Itu juga menyoroti kewajiban dan perlu bagi Muslim untuk hidup
bersama sebagai sebuah komunitas dan menerapkan Syari’ah; atau
Rasulullah SAW akan menjauhkan dirinya dari kita pada hari pengadilan,
disaat kita akan begitu membutuhkan syafa’atnya.<br />
<br />
<strong> 15. Mereka membuat sejumlah alasan untuk tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya</strong><br />
Orang-orang Munafik selalu banyak alasan untuk tidak mengerjakan
kewajiban dan tugas mereka, sebagaimana disebutkan juga dalam ayat
sebelumnya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“Mereka (orang-orang munafik) mengemukakan 'uzurnya
kepadamu, apabila kamu telah kembali kepada mereka (dari medan
perang). Katakanlah: "Janganlah kamu mengemukakan 'uzur; kami tidak
percaya lagi kepadamu, (karena) sesungguhnya Allah telah
memberitahukan kepada kami beritamu yang sebenarnya. Dan Allah serta
Rasul-Nya akan melihat pekerjaanmu, kemudian kamu dikembalikan kepada
Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia memberitahukan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”</em> <strong>(QS At Taubah, 9: 94) </strong></blockquote>
<br />
Lebih lanjut, pada saat perang Tabuk dahulu mereka banyak alasan untuk
lari dari Jihad. Salah satu dari alasan mereka adalah cuaca yang amat
panas dimana Allah SWT telah tentukan di saat bulan-bulan musim panas:<br />
<blockquote>
<em>“Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu,
merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan
mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan
Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang)
dalam panas terik ini." Katakanlah: "Api neraka jahannam itu lebih
sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui.”</em> <strong>(QS At Taubah, 9: 81) </strong></blockquote>
<br />
Sungguh Allah berkata benar, panas neraka tidak dapat dibandingkan dengan panas dunia. Rasulullah SAW bersabda:<br />
<blockquote>
<em>“Api yang anak Adam nyalakan adalah satu bagian dari 70 bagian dari api neraka.”</em> <strong>(Tafsir Ibnu Katsir tentang ayat di atas 9:81) </strong></blockquote>
<br />
<strong> 16. Mereka membenarkan keharaman, kekufuran dan kesyirikan mereka</strong><br />
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“Dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang
munafik. Kepada mereka dikatakan: "Marilah berperang di jalan Allah
atau pertahankanlah (dirimu)." Mereka berkata: "Sekiranya kami
mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu".
Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan.
Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam
hatinya. Dan Allah lebih mengetahui dalam hatinya. Dan Allah lebih
mengetahui apa yang mereka sembunyikan.”</em> <strong>(QS Al Imran, 3: 167) </strong></blockquote>
<br />
Telah diketahui bahwa orang-orang Munafik selalu membenarkan kemurtadan
mereka. Allah SWT menginformasikan kepada kita bahwa orang-orang
menjadi kafir atau murtad dengan alasan menjadi lebih dekat kepada
Allah! Allah SWT berfirman:<br />
<blockquote>
<em>“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih
(dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah
(berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka
mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya." Sesungguhnya
Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka
berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang
yang pendusta dan sangat ingkar.” </em><strong>(QS Az Zumar, 39: 3) </strong></blockquote>
<br />
<strong> 17. Mereka melakukan kufur I’raad – berpaling kepada Allah SWT</strong><br />
Allah SWT berfirman:<br />
<blockquote>
<em>“Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu
(tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum
Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia)
dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” </em><strong>(QS An Nisaa’, 4: 61) </strong></blockquote>
<br />
<blockquote>
<em>“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang
telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling
daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada
orang-orang yang berdosa.”</em> <strong>(QS As Sajadah, 32: 22) </strong></blockquote>
<br />
Orang-orang Munafik selalu berpaling dari Ahkam (hukum syar’i) dan
Ulama. Ketika kita memberi mereka hukum yang tidak sesuai dengan
mereka, maka mereka akan berkata ‘Aku tidak mengikuti opini itu’,
bahkan tidak ada opini lain tentang isu tersebut. Ketika kita
sampaikan kepada mereka ayat mereka akan berkata ‘itu adalah
penafsiran kamu terhadap Al-Qur’an dan sebagainya.<br />
<br />
<strong> 18. Mereka menyerukan kemungkaran dan mencegah kebaikan</strong><br />
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian
dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang
munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan
tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan
mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang
fasik.” </em><strong>(QS At Taubah, 9: 67) </strong></blockquote>
<br />
Mereka akan mencoba untuk menghalangi usaha kita untuk melakukan dakwah
berdasarkan metode Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, menyerukan jihad,
berjuang untuk dien Allah atau bahkan menciptakan kesadaran tentang
Islam di luar Masjid dan sebagainya. Lebih lanjut mereka malah
mencegah Ma’ruf dan menyerukan segala bentuk kemunkaran, seperti
voting untuk hukum buatan manusia, bergabung dengan toghut dan
sebagainya.<br />
<br />
<strong> 19. Mereka memamerkan perbuatan baiknya</strong><br />
Allah SWT berfirman:<br />
<blockquote>
<em>“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan
Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk
shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan
shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali
sedikit sekali.” </em><strong>(QS An Nisaa’, 4: 142) </strong></blockquote>
<br />
Orang-orang Munafik memamerkan bahasa Arabnya, tajwid, adzan, ilmu dan
sebagainya. Mereka adalah orang-orang yang selalu memamerkan perbuatan
baiknya dengan tujuan agar mendapatkan pujian dan agar orang-orang
mendengarkan mereka. Ar Riyaa adalah sebuah dosa besar dan perbuatan
syirik, karena semua perbuatan baik kita seharusnya dilakukan murni
hanya untuk mencari ridha Allah SWT dan bukan pujian dari orang-orang.<br />
<br />
Rasulullah SAW bersabda:<br />
<blockquote>
<em>“Perkara yang aku takutkan dari kalian adalah syirik
asghar. Shahabat bertanya: ‘Apakah syirik asghar itu?’ Rasulullah SAW
menjawab: riya.’</em> <strong> (Musnad Imam Ahmad, jilid 5; Al Arsaar, Hadits : Muhammad bin Labid RA) </strong></blockquote>
<br />
<strong> 20. Mereka menginginkan kita menjadi Kafir seperti mereka dan mengikuti jalannya</strong><br />
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:<br />
<blockquote>
<em>“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana
mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka).
Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu),
hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling,
tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah
kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan
(pula) menjadi penolong.”</em> <strong>(QS An Nisaa’, 4: 89) </strong></blockquote>
<br />
Orang-orang Munafik sangat jahat karena mereka ingin agar kita menjadi
kafir seperti mereka dan mengikuti kerusakan dan kejahatan mereka.
Mereka ingin agar kita meninggalkan golongan yang selamat dan bergabung
dengan partai syaitan mereka.<br />
<br />
<strong> 21. Mereka menginginkan kita untuk takut kepada Kuffar</strong><br />
Allah SWT berfirman:<br />
<blockquote>
<em>“(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul)
yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya
manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu
takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka
dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah
adalah sebaik-baik Pelindung."</em> <strong>(QS Ali Imran, 3: 173) </strong></blockquote>
<br />
Orang-orang munafik akan selalu mempunyai mental kalah dan akan mencoba
untuk menimbulkan ketakutan ke dalam hati orang-orang beriman
terhadap Kuffar. Seseorang tidak bisa menjadi Muslim jika mereka
mengatakan ‘apa yang bisa kita lakukan, jumlah mereka terlalu banyak
dan kita tidak mempunyai senjata yang cukup dan sebagainya.’<br />
<br />
Lebih lanjut Allah SWT berfirman:<br />
<blockquote>
<em>“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan
yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik
Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi
takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman.”</em> <strong>(QS Ali Imran, 3: 175) </strong></blockquote>
<br />
<strong> 22. Mereka malas melaksanakan Shalat</strong><br />
Sebagaimana telah disebutkan pada poin no 19, Allah menginformasikan
kepada kita ayat (QS 4: 142) bahwa orang-orang Munafik berdiri dengan
kemalasan pada shalat mereka. Bukti lain untuk ini bisa ditemukan dalam
surah Al Ma’un:<br />
<blockquote>
<em>“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya.”</em> <strong>(QS Al Maa’un, 107: 4-7) </strong></blockquote>
<br />
Nabi Allah SAW juga menjelaskan orang-orang Munafik adalah orang yang sulit ditemui pada shalat isya dan fajar (subuh).<br />
<br />
<strong> 23. Mereka menunjukkan Islam, tetapi mengutuk dan menghina
ketika setiap kali mereka berhadapan dengan semua bentuk kesulitan dan
bencana</strong><br />
Allah SWT berfirman:<br />
<blockquote>
<em>“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah
dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia
dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah
ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu
adalah kerugian yang nyata.” </em><strong>(QS Al Hajj, 22: 11) </strong></blockquote>
<br />
Orang-orang Munafik selalu senang dengan kita ketika segala sesuatunya
berjalan dengan baik dan mudah, profesional, teratur dengan baik dan
terstruktur, tetapi ketika mereka diuji oleh Allah SWT mereka
benar-benar meninggalkan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, dien dan kewajiban
mereka.<br />
<br />
<br />
<strong>Kesimpulan</strong><br />
Tujuan dari mempelajari masalah ini untuk menyadari tanda-tanda
Munafikin, agar kita tidak melakukannya. Kita seharusnya memohon kepada
Allah SWT agar dijauhkan dari nifaq, kufur, syirik dan bid’ah dan
agar kita mati dalam keadaan iman dan Tauhid. Kita seharusnya juga
selalu menyadari celah dan berbagai kemungkinan menjadi Kafir, dan
untuk mencegah hal ini adalah dengan memenuhi semua perintah Allah dan
juga kewajiban kita. Semoga, Insya Allah!<br />
<br />
<strong><em>Sumber :</em></strong> <a href="http://insanshalih.blogspot.com/2010/10/23-karakter-munafik.html" rel="nofollow" target="_blank">http://insanshalih.blogspot.com/2010/10/23-karakter-munafik.html</a><br />
<br />
<br />
<strong>Munafik, Orang Penuh Rekayasa</strong><br />
<br />
<em>oleh</em> <strong>Aa Gym</strong><br />
<br />
<div class="photo photo_none">
<div class="photo_img">
<img class="img" src="http://a6.sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash1/163882_185616054790260_100000256004384_617047_4179239_n.jpg" /></div>
</div>
<blockquote>
<em>"Tanda
orang munafik ada tiga, apabila seseorang diberi amanat, ia khianat;
apabila berbicara, ia dusta; apabila berjanji, ia tidak menepatinya;
dan apabila berdebat, ia akan berbuat curang."</em> <strong>(HR. Mutafaq’alaih) </strong></blockquote>
<br />
Sesungguhnya orang munafik adalah orang yang penuh dengan kepalsuan,
penuh dengan rekayasa dan lebih sibuk membangun topeng. Sedangkan
seorang mukmin hidupnya asli, tidak ada rekayasa, karena semua
kebohongan itu tidak diperlukan dalam mendekatkan diri kepada Allah.
Allah tidak memerlukan kepalsuan itu. Allah yang Maha Memiliki
segalanya. Seorang mukmin seyogyanya bersih perbuatanya. Tidak terlalu
banyak memikirkan pandangan orang lain, yang terpenting dalam
pandangan Allah saja. Hidupnya apa adanya.<br />
<br />
Orang munafik itu berbahaya, karena ia sesungguhnya orang musyrik
hatinya, tapi lahiriahnya menampilkan orang beriman, seperti Abdullah
bin Ubay. Orang munafik pun bisa dilihat dari perilakunya sehari-hari.
Semua perbuatannya mencerminkan tidak ingin dekat dengan Allah, tidak
memakai hati, melainkan agar dinilai orang lain. Sebisa mungkin orang
munafik akan berusaha keras untuk benar-benar dengan akal-akalan
melakukan apa pun di hadapan orang lain, seperti ingin berwibawa.
Sehingga selama ia berbicara dan berbuat, fokusnya hanya untuk mengatur
kewibawaannya, tidak melihat hati.<br />
<br />
Orang munafik ketika berkata seringkali ditambah-tambah dengan
kebohongan. Tidak sesuai antara keterangan dan kenyataannya. Bahkan
beda antara mulut dan hatinya. Ia tidak bisa dipegang pembicaraannya.
Dia berjanji bukan berniat akan ditepati, melainkan untuk keinginan
sesuatu dari orang lain. Bagi yang berniat menepati janji, ketika
berjanji berarti ia mengunci untuk ditagih yang membuatnya, sedangkan
bagi orang munafik, janjinya untuk sekadar agar orang lain percaya
atau senang padanya. Makanya ia mudah mengeluarkan janji-janjinya.
Dalam hal amanah ia tidak mempedulikan amanah dari Allah, melainkan
lebih mengutamakan gayanya daripada hakikat dari amanah yang
dipikulnya.<br />
Dalam aspek ibadah pun seorang munafik bisa terdeteksi. Dalam berdoa
misalnya, mulut berdoa tapi hati tidak. Benarkah hatinya ingin mendekat
kepada Allah? Allah mengetahui semua kebohongan itu, Allah tidak bisa
di bohongi. Karena Allah mengetahui lubuk hati terdalam. Apakah ingin
diketahui, dilihat, ataukah diperlakukan spesial.<br />
<br />
Keinginan-keinginan tersebut semestinya lepas dari makhluk, barulah
akan tenang hati ini. Kita tidak memerlukan pengakuan orang, yang
penting Allah saja. Jangan sampai kita menggunakan nama Allah untuk
komoditas agar terlihat shaleh. Sekilas mungkin orang akan terkecoh
oleh kepalsuan, sedangkan Allah tidak bisa dikelabui, tetapi Allah
Maha Mengetahui.<br />
<br />
<blockquote>
<em>"Sesungguhnya Dia mengetahui perkataan (yang kamu ucapkan) dengan terang-terangan dan Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan."</em> <strong>(QS Al-Anbiya:110)</strong></blockquote>
<br />
Sesungguhnya segala perbuatan yang kita lakukan akan dihisab semuanya.
Berbahagialah bagi siapa pun yang terbebas dari kemusyrikan dan
kemunafikan. Sehalus apa pun bersih hidupnya. Maka dibuat nyaman
hatinya oleh Allah. Lepasnya hati dari selain Allah. Lillaahi ta’ala.<br />
<br />
Apa yang menyebabkan orang cenderung munafik? Karena hati kita
cenderung musyrik, menganggap ada sesuatu selain Allah SWT yang bisa
memberi manfaat dan mudharat. Yang bersih hatinya ia akan terbebas dari
sifat kemunafikan. Akhlak jelek karena hatinya busuk, dan hati busuk
karena tauhidnya buruk. Akhlak jadi bagus, tauhidnya pun harus bagus.<br />
<blockquote>
<em>"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan
Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk
shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan
shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali
sedikit sekali.</em>" <strong>(QS An-Nisaa : 142)</strong></blockquote>
<br />
Allah tidak bisa dibohongi dengan cara apa pun, karena Dia mengetahui lubuk hati yang dalam. Hati ini harus lepas dari makhluk.<br />
<br />
Dengan demikian, dari paparan di atas, orang munafik itu paling
dibenci Allah SWT. Apalagi bila ilmu agamanya makin banyak sedangkan ia
masih munafik, tentu kebencian Allah juga akan lebih daripada yang
lainnya.<br />
<br />
<em><strong>Sumber :</strong></em> <a href="http://www.eramuslim.com/ramadhan/tausyiah/munafik-orang-penuh-rekayasa.htm" rel="nofollow" target="_blank">http://www.eramuslim.com/ramadhan/tausyiah/munafik-orang-penuh-rekayasa.htm</a><br />
<br />
<br />
<strong>MUNAFIK</strong><br />
<br />
<div class="photo photo_left">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img class="img" src="http://photos-g.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc6/179464_185618814789984_100000256004384_617118_6723546_a.jpg" /></div>
</div>
Munafik.
Satu kata yang menarik untuk dicermati, digali, dan dipahami,
mengingat jaman sekarang banyak sekali orang yang berlaku demikian.
Kemunafikan mereka yang sarat dengan kebohongan, pengkhianatan, dan
intrik kepentingan pribadi. Sebenarnya, apa itu munafik?<br />
<br />
Saya sendiri juga agak kebingungan saat ingin merumuskan arti munafik
itu sendiri (maklum, saya nulis artikel ini aja dengan bermodal
pengalaman dan kenekatan). Menurut apa yang pernah (dan masih) saya
rasakan , munafik adalah kebohongan, ketika seseorang berkata A
padahal di dalam hatinya sebenarnya ia berucap Z. Orang yang memiliki
sifat ini, cenderung rela mengobral dusta dan janji palsu demi
mencapai kepuasan dan keuntungan pribadinya. Orang-orang yang masuk
dalam tipe ini bahkan rela mengkhianati orang yang memberikan
kepercayaan penuh pada mereka. Sungguh memalukan.<br />
<br />
Saya sendiri sering mengalami perlakuan tersebut, ditanggapi oleh
teman secara munafik. Mereka bilang suka, padahal hatinya
berteriak-teriak “Gue nggak suka!!!” Kejujuran yang harusnya penting
dalam sebuah hubungan persahabatan, kini bagai dua sisi koin, di mana
kejujuran di satu sisi bersanding dengan kemunafikan. Keduanya tinggal
diundi, dan diterapkan sesuai keadaan. Kadang kita harus berlaku
jujur dan sok innocent, kadang pula kita harus tega untuk menjadi
munafik. Sungguh menyedihkan, karena menurut saya hidup dengan
memelihara kemunafikan itu identik dengan orang yang menyia-nyiakan
dirinya sendiri dalam kebohongan, serta mencelakakan orang lain dengan
tipu muslihatnya yang manis dan menggairahkan.<br />
<br />
Dewasa ini, sudah berkembang suatu tren di mana “yang munafik yang
bakalan eksis”. Orang yang menyuarakan kejujuran, malah diinjak-injak
bak rumput liar yang mengganggu tumbuh suburnya pohon “kemunafikan”
dan “formalisme”. Saya, yang sebenarnya lebih mengutamakan bertindak
jujur, oleh keadaan yang sulit terpaksa harus menjadi munafik, dengan
memberi jawaban pada teman saat ulangan, misalnya. “Nic, ntar jangan
lupa nengok ke gue, ya. Bantuin gu ya Nic, please, gue belum belajar
nih. Tenang aja, kalau kita hati-hati ‘kan gurunya nggak bakalan
tahu…” begitulah ucapan teman-temanku. Dan mungkin, tanpa saya sadari
masih banyak lagi tingkah laku saya yang munafik lainnya, terdesak
oleh keadaan yang menjebak serba sulit.<br />
<br />
Apakah aku sendiri termasuk golongan orang munafik? Apakah aku juga
menenggelamkan hidupku dalam lumpur kunistaan, dan melumuri mata hati
orang lain dengan kedustaan sikap dan perkataanku? Apakah aku begitu?
Aku sendiri pun bingung. Aku sadar bahwa terkadang aku munafik, dan
aku tidak menyangkal hal itu, karena kemunafikan telah tertanam di
hati semua insan. Hanya bedanya, apakah kemunafikan itu kita tumbuh
suburkan di dalam hati kita, atau kita bunuh dengan racun “kejujuran”
dan kita pangkas dengan gunting “ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Esa”.
Dengan mendekatkan diri pada Tuhan dan selalu senantiasa berbuat jujur
walaupun konsekuensinya dijauhi, bahkan dikucilkan, niscaya Tuhan
akan memberikan kita keteguhan dalam menjalani hidup sebagai pribadi
yang jujur dan jauh dari kata munafik.<br />
<br />
Mari, walaupun mungkin kita masih mempunyai bibit-bibit munafik itu
dalam hati kita, pangkaslah dan cabutlah itu sampai ke akar-akarnya.
Jangan biarkan kemunafikan tumbuh subur dalam hati dan jiwa kita, yang
selanjutnya, perlahan tapi pasti, akan membawa kita menuju
kesengsaraan sejati di neraka. Hentikan budaya munafik yang secara
nyata telah menyebarluaskan keuntungan materialnya untuk menipu dan
menjerat kita manusia. Jangan sampai, kita ditolak siapapun karena
telah bertransformasi menjadi “Manusia setengah Iblis” dengan semua
kebusukan yang berakar dari kemunafikan itu.<br />
<br />
Masyarakat Indonesia bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, bangga
mengembangkan budaya kejujuran dan cinta kasih. Semoga memang demikian
adanya. Semoga.<br />
<br />
<strong><em>Sumber :</em></strong> <a href="http://blogdiannoviany.blogspot.com/2010/11/munafik.html" rel="nofollow" target="_blank">http://blogdiannoviany.blogspot.com/2010/11/munafik.html</a><br />
<br />
<br />
<strong>Pernahkah Anda Munafik?</strong><br />
<br />
<div class="photo photo_left">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img class="img" src="http://photos-d.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash1/166176_185619171456615_100000256004384_617129_7286079_a.jpg" /></div>
<div class="caption">
Peace dove strapped with dynamite</div>
</div>
Menurut
Wikipedia, Kemunafikan (Hypocrisy) adalah perilaku
mengakui/menganggap memiliki keyakinan, perasaan, moral atau
nilai-nilai yang sebenarnya tidak dimiliki atau dipraktekkan. Menurut
kamus Webster, Hypocrite adalah seseorang yang mengaku memiliki
nilai-nilai, moral atau keyakinan, tetapi sebenarnya tidak punya dan
tindakannya bertolak belakang dengan apa yang dinyatakan di publik
dalam kehidupan prbadi, opini dan pernyataannya. Jadi ada perbedaan
antara teori dan prakteknya. Membenarkan tindakan/perilaku seseorang
sementara menyalahkan orang lain yang memiliki hak dan kedudukan yang
sama juga termasuk dalam definisi Kemunafikan, namun ada istilah lain
yang cocok untuk hal ini yaitu Standar Ganda (double standard).<br />
<br />
Banyak sekali contoh tindakan munafik dalam kehidupan kita sehari-hari.
Paling banyak adalah bentuk kemunafikan yang standar ganda. Contoh
perbedaan antara munafik dan turunannya yaitu standar ganda kira-kira
gini: Seorang pemuka di masyarakat, yang sering berkhotbah tentang
moral, ngomong keadilan (minjem syair "Bento" nih), tapi korupsi atau
jadi pembalak liar misalnya, dan berperilaku kayak nggak ada-apa dari
mimik wajahnya, adalah munafik sejati. Sulitnya jika hasil korupsinya
itu diamalkan untuk fakir miskin layaknya Robin Hood. Apapun embel-embel
penilaiannya, ini sudah termasuk standar ganda.<br />
<br />
Diperbolehkannya lelaki untuk memiliki banyak istri sedangkan wanita
tidak boleh punya banyak suami juga termasuk standar ganda. Counter
argumen hal ini adalah bila persamaan derajat gender itu murni 100%
dilakukan, tentu poligami dan poliandri duduk sejajar yang artinya
kalau poligami boleh, poliandri juga harus boleh, dan begitu juga
sebaliknya. Adakalanya wanita "boleh" menampar pria yang kurang ajar
terhadapnya sementara pria jika mendapat perlakuan yang sama tidak
pernah menampar wanita yang genit terhadapnya, pun termasuk standar
ganda mengingat prinsip diatas dengan segenap penjelasan feminismenya.<br />
<br />
Seorang lelaki yang memiliki banyak pacar akan mendapat cap "Playboy",
tapi jika hal yang sama terjadi pada perempuan jenis kata-kata
predikat negatif lebih banyak dikenakan seperti "perek", atau
"kegatelan" atau yang paling anyar "jablay", daripada dicap "Playgirl"
misalnya. Ini termasuk standar ganda.<br />
<br />
Profesi politikus dan pengacara adalah profesi yang menuntut
kemunafikan dan kepintaran memilih kata-kata untuk menyatakan
pendapatnya. Disatu saat mereka harus bilang A disaat lain harus bisa
bilang B demi tujuan masing-masing walaupun tahu mana yang benar-baik.<br />
<br />
Yang paling sulit jika kemunafikan dilakukan secara beramai-ramai.
Kelompok Dodol Duren misalnya bilang kalo dodol Duren itu yang paling
enak, kelompok Dodol Garut bilang dodol Garut yang paling enak.
Dua-duanya punya argumen bahkan ayat-ayat dari primbon Perdodolan untuk
mendukung pendapatnya. Ini adalah hal sulit mengingat banyak orang
yang berpendapat bahwa makin banyak orang berpendapat sama maka
semakin mendekati kebenaran. Bagi mereka yang sadar akan kontradiksi
ini akibat proses pembodohan massal yang sedang terjadi, tentu cuma
bisa nyengir-nyengir dan apabila diam saja, maka dapat disebut munafik
karena mengetahui kebenaran tapi mengabaikan nilai kejujuran dan
membiarkan hal itu terus berlangsung.<br />
<br />
Munafikisme Setiap orang (termasuk saya :P) pasti pernah bertindak
munafik. Mungkin sama banyaknya dengan berbohong. Antara bohong dengan
munafik apa bedanya? Munafik lebih banyak menyoroti tindakan daripada
perkataan.<br />
<br />
<div class="photo photo_left">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img class="img" src="http://photos-d.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc6/168435_185619431456589_100000256004384_617136_5841102_a.jpg" /></div>
<div class="caption">
Man speaking with peace dove</div>
</div>
<strong>Tipe-Tipe Munafik</strong><br />
<br />
Menurut <a href="http://www.hardcoretruth.com/" rel="nofollow" target="_blank">www.hardcoretruth.com</a>, ada 4 Tipe kemunafikan:<br />
<ol>
<li> <strong>Munafik Jujur Keluar :</strong> Tindakan bertolak
belakang dengan pendapat/pernyataannya. Walaupun, apa yang dilakukan
itu konsisten dengan pendapatnya, ini tetap menjadikan mereka munafik
karena tidak benar-benar diyakini. Mereka memiliki keyakinan kuat akan
pendapat mereka sendiri namun tidak selalu mengikutinya.</li>
<li><strong>Munafik Tidak Jujur Keluar :</strong> Tindakan bertolak
belakang dengan pendapat/pernyataannya yang tidak konsisten dengan apa
yang diyakini. Mereka sering lemah dalam apa yang diyakini dan
memungkinkan mereka menjadi jujur buat diri sendiri dalam hatinya.</li>
<li><strong>Munafik Jujur Kedalam :</strong> Tindakan bertolak belakang
dengan pendapat/pernyataannya. Keyakinan mereka konstan walaupun
tindakannya berbeda. Mereka jujur pada diri sendiri dan berusaha untuk
menyesuaikan keyakinannya dengan keinginan pribadi, tindakan atau
kekurangan mereka.</li>
<li><strong>Munafik Tidak Jujur Kedalam :</strong> Tindakan sejalan
dengan yang dinyatakan, walaupun tidak diyakininya. Mereka sering
berperilaku "menjilat" dengan keyakinan diri rendah. </li>
</ol>
<br />
Contoh jeleknya mungkin, misalnya seorang Perokok. Dia sudah tahu efek
buruk dari merokok dan menyetujui bahkan menyuruh orang berhenti
merokok, tetapi masih merokok hal ini sudah menjadikannya munafik. Jika
ia tidak yakin dengan larangan pemerintah yang tertera dan
berpendapat "aah gak apa-apa, makan permenpun bisa bikin kanker"
misalnya, tapi kadang-kadang ragu juga hal ini termasuk tipe yang
pertama. Yang tipe kedua mungkin lebih "lembek" dan berpendapat "ada
benarnya saya berhenti". Yang tipe ketiga boleh jadi setuju/tidak
dengan efek buruk merokok, dan berusaha mengurangi misalnya, yang tipe
keempat menyakini efek buruk merokok tapi tetap merokok untuk
menyenangkan temannya misalnya. Untuk persoalan lain tinggal ganti
variabel "rokok" berserta alasannya dengan masalah lain.<br />
<br />
Apapun tipe-tipe munafik dari terjemahannya yang kacau diatas ada satu
hal yang perlu digarisbawahi : Adalah baik untuk tidak menjadi munafik
dan harus berusaha mencapainya sebaik mungkin, tapi jika iya, saya
lebih baik menjadi munafik yang jujur, daripada berbohong mengenai
ketidaksempurnaan diri saya.<br />
<br />
<strong><em>Sumber : </em></strong><a href="http://www.indonesiaindonesia.com/f/37261-pernahkah-munafik/" rel="nofollow" target="_blank">http://www.indonesiaindonesia.com/f/37261-pernahkah-munafik/</a><br />
<em><strong>Sumber lainnya : </strong></em> <a href="http://taimullah.wordpress.com/2010/07/28/munafik-macam-dan-pembagiannya/" rel="nofollow" target="_blank">http://taimullah.wordpress.com/2010/07/28/munafik-macam-dan-pembagiannya/</a></div>
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-65194701464796733262013-12-25T01:56:00.000-08:002013-12-25T01:56:21.671-08:00Harta Dalam Pandangan Islam<strong>Pada dasarnya harta punya sifat yang saling bertolak belakang.
Kadang-kadang dapat menyelamatkan pemiliknya, namun tak sedikit pula
mencelakakan. Oleh sebab itu Islam telah mengatur bagaimana caranya
seorang muslim dapat memanfaatkan harta yang dimilikinya itu agar
berguna bagi kehidupan dunia dan akhirat. Belumlah lengkap jika harta
itu hanya dinikmati untuk kepentingan duniawi dan sama sekali tak
berpengaruh pada kehidupan akhirat. Keduanya harus mendapat porsi yang
seimbang.</strong><br />
<br />
<br />
<div class="photo photo_none">
<div class="photo_img">
<img class="img" src="http://a3.sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/163812_185582554793610_100000256004384_616581_4015132_n.jpg" style="width: 493px;" /></div>
</div>
Harta
bukan suatu tujuan hidup. Bukan suatu sebab untuk mencapai
kebahagiaan. Kalau seseorang menempatkan harta sebagai tujuan hidup dan
menganggap segalagalanya, maka ia akan sering mendapatkan kesulitan
daripada kedamaian hati. Tujuan hidup adalah melaksanakan suatu
kewajiban-kewajiban. Adapun harta benda yang kita miliki merupakan
sarana untuk mendukung pelaksanaan kewajiban-kewajiban itu. Kita
beribadah perlu harta. Orang tak akan bisa membangun masjid, menyantuni
yatim piatu, berzakat dan bersedekah dan berangkat haji tanpa didukung
oleh sarana harta benda.<br />
<br />
Kadang-kadang orang jadi tergila-gila oleh harta benda. Ia membanting
tulang dan memeras keringat, tak kenal siang atau malam, tak kenal
kawan atau lawan asal tujuannya tercapai. Kalau harta sudah didapat,
ia ingin lebih banyak lagi dan ingin terus bertambah.<br />
<br />
Kesibukannya memburu harta membuat dirinya lupa terhadap kewajiban.
Ibadahnya jadi malas. Bahkan hatinya jadi kikir. Harta yang terkumpul
sangat dicintainya sehingga enggan mengeluarkan sedekah atau berzakat.
Orang-orang yang demikian ini justru jadi budak hartanya sendiri.<br />
<br />
Sangatlah beruntung orang kaya yang mampu mengendalikan harta
kekayaannya. Dimanfaatkan untuk jalan kebaikan, gemar bersedekah,
berzakat, menunaikan ibadah haji, infak, menyantuni yatim piatu dan
sebagainya. Semakin banyak hartanya semakin sering pula ia bersyukur
pada Allah. Ibadahnya pun jadi lebih tekun. Orang-orang yang demikian
ini sadar kalau harta yang didapatkan semata-mata karena kemurahan
Allah sehingga dimanfaatkan sebagaimana mestinya.<br />
<br />
Dalam kitabnya, Al Maal Fil Islam, DR Muhammad Mahmud Bably
berpendapat, harta tercela menurut Islam yaitu harta yang dijadikan
obyek tujuan, dan bagi pemilik harta menjadikan harta itu sebagai
perlindungan terhadap harta yang ditimbunnya atau yang
disembunyikannya. Kemudian menahan terhadap orang lain dan pemanfaatan
harta yang seharusnya beredar dari tangan yang satu ke tangan
lainnya. Sehingga akan timbul sifat kikir atau memejamkan mata.
Sebagaimana pula agama Islam melarang sifat yang berlebih-lebihan dan
sifat mubadzir, dan Islam mengajak kepada sifat cukup atau seimbang
dalam segala hal. Allah berfirman, “Dan orang-orang yang apabila
membelanjakan (harta) mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula)
kikir tetapi (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang
demikian.’’<br />
<br />
Oleh sebab itu untuk mendapatkan rezeki yang halal, harta yang berkah
dan terus bertambah maka mulai sekarang kita harus berhati-hati dalam
berikhtiar. Mencari, nafkah atau rezeki itu gampang-gampang susah.
Kadang-kadang seseorang sudah berhati-hati, namun suatu ketika ia
lengah sehingga memungut harta yang tidak halal, atau cara mencarinya
melanggar syariat Islam.<br />
<br />
Sesungguhnya harta yang baik adalah jika diperoleh dari cara yang halal
dan dimanfaatkan menurut tempatnya. Sebuah hadis riwayat lbnu Umara
ra. dijelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Dunia itu
bagaikan tumbuh tumbuhan yang menarik. Barangsiapa yang mencari harta
dunia dari harta yang halal, kemudian dibelanjakan sesuai dengan
haknya, maka Allah Taala akan memberi pahala dan akan dimasukkan ke
surga. Dan barangsiapa yang mencari harta dunia, bukan dari harta yang
halal dan dibelanjakan bukan pada haknya, maka Allah akan menempatkan
ke dalam tempat yang hina. Dan banyak orang yang ambisi dalam mencari
di jalan Allah dan Rasulnya yang masuk ke dalam api neraka pada hari
kiamat.”<br />
<br />
Harta itu pada hakikatnya halal. Namun bisa saja berubah menjadi
tercela dan mencelakakan pemiliknya. Sebab jika seseorang mencarinya
dengan cara yang tidak halal, maka kedudukan harta itu menjadi haram.
Apabila harta haram itu dimakan maka sari-sari makanan akan bercampur
menjadi darah. Kalau sudah bercampur dengan darah dan setiap saat
mengalir ke sekujur tubuh, maka sulitlah seseorang untuk mensucikan
sesuatu yang haram itu. Pada akhirnya kelak di akhirat akan menjadi
siksaan baginya. Perlulah disadari bahwa sesungguhnya harta itu pada
dasarnya merupakan sarana dan ladang bagi kehidupan akhirat.
Barangsiapa yang mendapatkannya dengan cara halal, lalu dimanfaatkan
untuk kebaikan, misalnya menafkahi keluarga, sebagian disisihkan untuk
fi sabilillah, maka harta akan menjadi sangat bermanfaat. Kelak akan
menjadi penolong di akhirat. tags: sejarah islam dan nabi.<br />
<br />
<strong><em>Sumber :</em></strong> <a href="http://www.freetaskatcampuss.co.cc/2010/06/harta-dalam-pandangan-islam.html" rel="nofollow" target="_blank">http://www.freetaskatcampuss.co.cc/2010/06/harta-dalam-pandangan-islam.html</a><br />
<br />
<br />
<strong>Konsep Harta dan Ekonomi dalam Islam</strong><br />
<br />
<div class="photo photo_none">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img class="img" src="http://a1.sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc6/165540_185582928126906_100000256004384_616582_6006450_n.jpg" /></div>
</div>
Islam mempunyai pandangan yang jelas mengenai harta dan kegiatan ekonomi. Pandangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.<br />
<br />
<em><strong>1. Pemilik mutlak terhadap sesuatu yang ada di muka
bumi ini, termasuk harta benda, adalah Allah. Kepemilikan oleh manusia
hanya bersifat relative, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola
dan memanfaatkan seuai dengan ketentuanNya.</strong></em><br />
<blockquote>
<em>“berimanlah kamu kepada Allah dan RosulNya dan
nafkahkanlah sebagian dari harta kamu yang Allah telah menjadikan kamu
menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan
menafkahkan (sebagian) hartanya mendapatkan pahala yang bear.”</em> (al-Hadid : 70)</blockquote>
<br />
<blockquote>
<em>“… dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepada kalian…”</em> (an-Nuur : 33)</blockquote>
<br />
Rosulullah saw bersabda, <em> </em><br />
<blockquote>
<em>“seseorang pada hari akhir nanti pasti akan ditanyakan
tentang empat hal:usianya untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa
dipergunakan, hartanya dari mana didapatkan dan untuk apa dipergunakan
dan ilmunya untuk apa dia pergunakan.” </em> <strong> (HR Abu Dawud)</strong></blockquote>
<br />
<em><strong>2. Status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut.</strong></em><br />
a. Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah.<br />
Manusia hanyalah pemegang amanah karena ia tidak mampu mengadakan
benda dari tiada. Dalam bahasa Eintein, manusia tidak mampu
menciptakan energy. Yang mampu manusia lakukan adalah mengubah satu
energy ke bentuk energilain. Pencipta awal dari segala energy yaitu
Allah.<br />
<br />
b. Harta sebagai perhiasan hidup.<br />
Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai, dan menikmati harta.<br />
<blockquote>
“<em>dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan pada
apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak
dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan
sawah adang. Itulah kesenangan hidup didunia dan disisi Allah-lah
tempat kembali yang baik (surga).”</em></blockquote>
<br />
Sebagai perhiasan hidup, harta sering menyebabkan keangkuhan, kesombongan, serta kebanggan diri.<br />
<blockquote>
<em>“ketahuilah, sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas karena dia melihat dirinya serba cukup.”</em> <strong>(al-‘Alaq : 6-7)</strong></blockquote>
<br />
c. Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut soal
cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran
Islam ataukah tidak.<br />
<blockquote>
<em>“dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah pahala yang besar.”</em> <strong> (al-Anfaal : 28)</strong></blockquote>
<br />
d. Harta sebagai bekal ibadah. Harta adalah untuk melaksanakan
perintahNya dan melaksanakan muammalah sesame manusia, melalui kegiatan
zakat, infak, dan sedekah.<br />
<blockquote>
<em>“berangkatlah kamu dalam keadaan merasa ringan ataupun
meraas berat dan berjihadlah dengan harta dan dirimu dijalan Allah.
Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”</em> <strong>(at-Taubah : 41)</strong></blockquote>
<br />
<em><strong>3. Pemilikan harta dapat dilakukan antara lain
melalui usaha atau mata pencaharian yang halal dan sesuai dengan
aturanNya. Banyak ayat al-Qur’an dan hadits nabi yang mendorong umat
Islam bekerja mencari nafkah secara halal.</strong></em><br />
<blockquote>
<em>“dialah yang menjadikan bumi mudah bagi kamu, maka berjalanlah di muka bumi ini dan makanlah sebagian dari rezekiNya.”</em> <strong> (al-Mulk : 13)</strong></blockquote>
<br />
<blockquote>
<em>“hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah dijalan Allah sebagian daria usahamu yang baik…”</em> <strong>(al-Baqarah : 267)</strong></blockquote>
<br />
Dikemukakan juga dalam hadits nabi, antara lain,<br />
<blockquote>
<em>“sesungguhnya Allah mencintai hambaNya yang bekerja.
Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah yang halah untuk
keluarganya, maka sama seperti mujahid dijalan Allah.”</em> <strong> (HR Ahmad)</strong></blockquote>
<br />
<blockquote>
<em>“mencari rezeki yang halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain.”</em> <strong>(HR Thabrani)</strong></blockquote>
<br />
<em><strong>4. Dilarang mencari harta, berusaha atau bekerja
yang dapat melupakan kematian, melupakan zikrullah (tidak ingat kepada
Allah dengan segala ketentuannya), melupakan shalat dan zakat, serta
memusatkan kekayaan hanya pada sekeolompok orang kaya saja.</strong></em><br />
<blockquote>
<em>“bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.”</em> <strong>(at-Takasur : 1-2)</strong></blockquote>
<br />
<blockquote>
<em>“hai orang-orang yang beriman janganlah harta-hartamu
dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang
berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang merugi.”</em> <strong>(al-Munafiquun : 9)</strong></blockquote>
<br />
<strong>5. Dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui
kegiatan riba, perjudian, dan berjual beli barang yang dilarang atau
haram.</strong><br />
<blockquote>
<em>“hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman
khamar, judi, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan
syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamumendapat
keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran meminum khamar dan
berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat;maka
berhentilah kamu dari mengerjakan pekerjaan itu.”</em> <strong>(al-Maidah : 90-91)</strong></blockquote>
Jenis
kegiatan lain yang dilarang antara lain, mencuri, merampok,
penggasaban, curang dalam takaran dan timbangan atau melalui cara-cara
yang batil dan merugikan serta suap menyuap.<br />
<br />
<strong><em>Sumber :</em></strong> <a href="http://www.kaesyar.co.cc/2010/08/konsep-harta-dan-ekonomi-dalam-islam.html" rel="nofollow" target="_blank">http://www.kaesyar.co.cc/2010/08/konsep-harta-dan-ekonomi-dalam-islam.html</a><br />
SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-35775392344484576462013-12-25T01:55:00.001-08:002013-12-25T01:55:16.674-08:00Tips Jadi Istri Solehah<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name">
</h3>
<div class="post-header">
</div>
<div class="post-body entry-content" id="post-body-8269879229798380149" itemprop="description articleBody">
<div class="photo photo_left">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img class="img" src="http://photos-g.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/163208_185573728127826_100000256004384_616562_5467051_a.jpg" /></div>
</div>
<strong><em>Bismillahirrahmanirrahim ...</em></strong><br />
<br />
Mari hayati pesanan isteri ‘Auf bin Muhlim Ashaibani kepada puterinya
ketika hendak bernikah dengan al-Haris bin Amr, raja negeri Kandah.
Sewaktu utusan diraja hendak membawa pengantin untuk disampaikan kepada
raja, ibunya berwasiat kepada anak perempuannya :<br />
<blockquote>
<em>"Wahai anakku! Kalaulah wasiat ini untuk kesempurnaan
adabmu, aku percaya kau telah mewarisi segala-galanya, tetapi ia
sebagai peringatan untuk yang lalai dan pedoman kepada yang berakal." </em></blockquote>
<br />
<strong>"Andai kata wanita tidak memerlukan suami kerana berasa cukup
dengan kedua ibu bapanya, tentu ibumu adalah orang yang paling berasa
cukup tanpa suami. Tetapi wanita diciptakan untuk lelaki dan lelaki
diciptakan untuk mereka."</strong><br />
<br />
Wahai puteriku, Sesungguhnya engkau akan meninggalkan rumah tempat kamu
dilahirkan dan kehidupan yang telah membesarkanmu untuk berpindah
kepada seorang lelaki yang belum kamu kenal dan teman hidup yang baru.
Kerana itu, jadilah <strong>'budak' </strong>wanita baginya, tentu dia juga akan menjadi <strong>'budak'</strong> bagimu serta menjadi pendampingmu yang setia.<br />
<br />
<blockquote>
<strong>Peliharalah sepuluh sifat ini terhadapnya, tentu ia akan menjadi perbendaharaan yang baik untukmu. </strong><br />
<br />
<em><strong>Pertama dan kedua</strong>,</em> berkhidmat dengan rasa puas serta taat dengan baik kepadanya.<br />
<br />
<em><strong>Ketiga dan keempat</strong>,</em> memerhatikan tempat
pandangan matanya dan bau yang diciumnya. Jangan sampai matanya
memandang yang buruk daripadamu dan jangan sampai dia mencium kecuali
yang harum daripadamu.<br />
<br />
<em><strong>Kelima dan keenam</strong>, </em> memerhatikan waktu tidur
dan waktu makannya, kerana lapar yang berlarutan dan tidur yang
terganggu dapat menimbulkan rasa marah.<br />
<br />
<em><strong>Ketujuh dan kelapan</strong>, </em> menjaga hartanya dan
memelihara kehormatan serta keluarganya. Perkara pokok dalam masalah
harta adalah membuat anggaran dan perkara pokok dalam keluarga adalah
pengurusan yang baik.<br />
<br />
<em><strong>Kesembilan dan kesepuluh</strong>, </em>jangan membangkang
perintahnya dan jangan membuka rahsianya. Apabila kamu tidak mentaati
perintahnya, bererti kamu melukai hatinya. Apabila kamu membuka
rahsianya kamu tidak akan aman daripada pengkhianatannya.</blockquote>
<br />
<br />
Kemudian janganlah kamu bergembira di hadapannya ketika dia bersedih
atau bersedih di hadapannya ketika dia bergembira. Jadilah kamu orang
yang sangat menghormatinya, tentu dia akan sangat memuliakanmu.<br />
<br />
Jadilah kamu orang yang selalu sepakat dengannya, tentu dia akan sangat belas kasihan dan sayang kepadamu.<br />
<br />
Ketahuilah, sesungguhnya kamu tidak akan dapat apa yang kamu inginkan
sehingga kamu mendahulukan keredaannya daripada keredaanmu, dan
mendahulukan kesenangannya daripada kesenanganmu, baik dalam hal yang
kamu sukai atau yang kamu benci dan Allah akan memberkatimu.”<br />
<br />
Nasihat di atas seharusnya diterima dengan beberapa asas penting :<br />
<ul>
<li>Suami yang dicari adalah suami yang beriman lagi taat kepada perintah Allah.</li>
<li>Ketaatan kepada suami adalah wajib dengan syarat beliau tidak melakukan perkara yang bertentangan dengan syariat Allah.</li>
<li>Begitulah hukum Allah, di sana sentiasa ada ‘dua bahagian muka
syiling’. Kalau diperhati setiap nasihat di atas, perbuatan kita yang
positif akan menghasilkan reaksi dan tindak balas positif juga dengan
izin Allah.</li>
<li>Saya sering mengingatkan diri sendiri sebagai isteri dari muda hingga sekarang dan masih sangat mempercayai bahawa: <strong><em>"Kita
hanya boleh mengubah diri sendiri. Percayalah apabila kita berubah,
persekitaran dan orang di sekeliling juga akan berubah secara positif.”</em></strong></li>
</ul>
<br />
Oleh : Dr Hafidzah Mustakim<br />
<br />
<strong><em>Sumber : </em></strong><a href="http://ummi-hanie.blogspot.com/2010/05/10-tips-jadi-isteri-solehah.html" rel="nofollow" target="_blank">http://ummi-hanie.blogspot.com/2010/05/10-tips-jadi-isteri-solehah.html</a><br />
<br />
<br />
<strong>Tips Menjadi Istri IDEAL Di Mata Suami</strong><br />
<br />
<div class="photo photo_left">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img class="img" src="http://photos-d.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash1/179395_185574504794415_100000256004384_616564_4426352_a.jpg" /></div>
</div>
Kebanyakan
wanita tentu ingin menjadi istri sempurna di mata suaminya. Apalagi
setelah mengetahui masih banyak kekurangan dalam dirinya. Anda mungkin
akan menemukan cara untuk memperbaiki diri.<br />
<br />
Perlu Anda tahu, menjadi istri ideal bukan hanya perlu mengubah sikap,
tapi juga mengetahui lebih banyak tentang cara menciptakan pernikahan
yang baik. Berikut sosok istri ideal di mata pria.<br />
<br />
<strong>Tidak berusaha mengubah pasangannya</strong><br />
Jangan pernah punya pikiran untuk mengubah kebiasaan atau sikap suami.
Meski Anda sudah marah-marah ketika melihat suami selalu meninggalkan
pakaian kotor atau handuknya di lantai, tetap saja omelan Anda hanya
dianggap angin lalu.<br />
<br />
Seorang pakar perilaku mengatakan, Anda tidak bisa mengubah orang
lain. Yang dapat mengubah hanya diri sendiri. Cara terbaik menangani
situasi ini adalah mencari cara lain. Misalnya, meletakkan keranjang
cucian kotor di tempat yang mudah diakses pria. Kompromi ini bisa
menjadi jalan keluar yang baik.<br />
<br />
<strong>Berterus terang</strong><br />
Jika Anda menginginkan sesuatu, jangan hanya mengungkapkan dengan
ekspresi wajah cemberut atau omongan bertele-tele. Ungkapkan langsung
padanya apa yang sedang Anda inginkan. Tidak selamanya jujur itu
menyenangkan.<br />
<br />
<strong>Mengucapkan “Terima Kasih”</strong><br />
Jadikan ucapan ini sebagai suatu kebiasaan. Katakan “terima kasih”
ketika dia menjemput anak-anak dari sekolah, menempatkan pakaian kotor
dalam keranjang atau memasak sarapan istimewa untuk Anda. Tidak perlu
meberikan penghargaan berlebih, tapi cukup memperhatikan hal-hal yang
suami Anda lakukan dan ucapkan “Terima kasih”.<br />
<br />
<strong>Berikan kebebasan cukup</strong><br />
Setiap orang perlu sedikit waktu untuk dirinya sendiri. Entah itu,
untuk bersantai, menjalani hobi, atau bersosialisasi dengan
teman-teman. Jika suami adalah pencinta golf, namun Anda tidak, jangan
menganggunya. Berikan kesempatan dan biarkan ia merasakan kesenangan.<br />
<br />
Orang-orang yang berinteraksi dengan teman-temannya bisa merasakan
hidup lebih sehat. Jadi biarkan dia memupuk hubungannya dengan
teman-teman pria seperti halnya Anda ingin memiliki waktu bebas
seperti masih lajang.<br />
<br />
<strong>Membuatnya menjadi prioritas</strong><br />
Seorang istri sekaligus seorang ibu pasti sering lebih mengutamakan
pekerjaannya, mengurusi rumah dan memperhatikan anak-anak ketimbang
mengurusi suaminya. Menghabiskan waktu berduaan sekadar bersantai itu
perlu. Meluangkan waktu menemaninya bekerja dan menemaninya menjalani
hobi barunya juga bisa membuat si dia merasa diperhatikan dan menjadi
prioritas buat Anda. Jika ini dia rasakan, otomatis dia akan berusaha
menjadi suami yang baik.<br />
<br />
<strong>Menjaga penampilan</strong><br />
Kebanyakan istri tidak punya waktu mempercantik diri atau menjaga
penampilan. Untuk tetap membuat suami betah di rumah, ada baiknya Anda
memperbaiki penampilan. Bisa dengan berolahraga, makan sehat dan
melakukan perawatan tubuh bisa mempertahankan aura positif. Sikap
percaya diri perlu dipertahankan, dan Anda akan terus menjadi wanita
yang bersemangat menjaga keutuhan rumah tangga.<br />
<br />
<em><strong>Sumber :</strong></em> <a href="http://malangbisnis.blogspot.com/2010/01/tips-menjadi-istri-ideal-di-mata-suami.html" rel="nofollow" target="_blank">http://malangbisnis.blogspot.com/2010/01/tips-menjadi-istri-ideal-di-mata-suami.html</a><br />
<br />
<br />
<strong> Menjadi Wanita & Istri Solehah </strong><br />
<br />
Lihatlah pada diri anda wahai Istri…,<br />
<br />
<div class="photo photo_none">
<div class="photo_img">
<img class="img" src="http://a2.sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash1/167625_185576784794187_100000256004384_616567_5482958_n.jpg" style="width: 493px;" /></div>
</div>
Apakah
anda sebagai tempat yang tenang bagi suamimu? Dia merasa tenang
untuk datang kepada anda setelah pergi dan berpisah, penat, capek dan
lelah? Atau anda menghindarkan diri untuk menemaninya, dan sangat
berat bagi anda untuk ikut menanggung kegalauan perasaannya ?<br />
<br />
Sesungguhnya keberadaan anda sebagai tempat yang tenang bagi suami,
mengingatkan anda agar bisa sebagai tempat istirahat baginya dalam
segala sisi; menebarkan ketenangan dirumah, menyiapkan makanannya dan
membersihkan rumahnya, sehingga dia tidaklah mendengarkan kecuali
kebaikan. Dan matanya tidak melihat pada diri anda kecuali kebaikan.
Jika anda menginginkan suami yang bisa menyejukkan mata anda, maka
jadilah penyejuk mata baginya.<br />
<br />
‘Abdullah bin Ja’far berwasiat kepada putrinya pada hari pernikahannya, <em> </em><br />
<blockquote>
<em>“Hindarilah olehmu sifat cemburu, karena merupakan
kunci terjadinya perceraian. Jauhilah olehmu banyak mencela, karena
akan menyebabkan kebencian. Pergunakanlah celak, karena merupakan
perhiasan yang paling baik. Dan wewangian yang paling semerbak adalah
air.”</em></blockquote>
<br />
Seorang ibu menasehati putrinya pada malam pernikahan, dia berkata, <em> </em><br />
<blockquote>
<em>“Kamu wajib untuk qona’ah, mendengar dan taat,
menjaga diri dan tenang. Jagalah kecintaan. peliharalah harta benda.
Bantulah pekerjaannya. Kerjakan apa yang menyenangkannya. Simpanlah
rahasianya. Jangan menentang perintahnya. Tutuplah cela dan sakunya.
Cintailah dia ketika sudah tua. Jagalah lisanmu. Pilihlah tetanggamu.
Dan kokohlah didalam keimananmu.”</em></blockquote>
<br />
Lalu dimanakah Anda wahai wanita yang mulia dari wasiat-wasiat
berharga ini untuk dipersembahkan kepada seorang suami yang disabdakan
oleh Rosulullah, <em> </em><br />
<blockquote>
<em>“Dia adalah surga dan nerakamu.”</em></blockquote>
<br />
Maka tidak sepantasnya bagi seorang istri untuk tertawa dihadapan
suaminya ketika dia dalam keadaan marah. Dan tidak sepantasnya bagi
seorang istri tatkala suaminya marah, dia tinggalkan dan tidak berusaha
untuk menjadikannya ridha. Karena hal ini akan semakin menambah
kemarahan suami. Betapa banyak istri yang mempunyai tempat tersendiri
didalam hati suaminya karena dia selalu berusaha untuk mencintainya
dan membuatnya ridha, sampaipun tatkala sang suami marah kepadanya
dalam keadaan dia yang salah terhadap hak istrinya.<br />
<br />
Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda, <em> </em><br />
<blockquote>
<em>“Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang
wanita-wanita kalian yang berada disurga? Yang penyayang, banyak anak
dan banyak meminta maaf; yaitu wanita yang tatkala dizhalimi (oleh
suaminya) mengatakan, ‘Ini tanganku berada di tanganmu, aku tidak akan
merasakan ketenangan hingga engkau ridha’.”</em></blockquote>
<br />
Dan istri harus tahu bahwa membantu suami adalah wajib baginya. Wajib
baginya untuk menaati suami dalam perkara yang halal. Adapun dalam
perkara yang harom, maka tidak boleh menaatinya. Karena itu wajib
baginya untuk mengerjakan apa yang dibutuhkan oleh suami dirumahnya,
tunduk kepadanya dan tidak sombong.<br />
<br />
Istri sholihah adalah yang mengetahui tentang agungnya kedudukan
suami; dan besarnya hak suami atasnya. Maka dia akan berusaha keras
untuk memberikan ketenangan dan kebahagiaan kepadanya. Seorang istri
hendaknya merenungkan sabda Rosulullah, <em>“Seandainya aku (boleh)
memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, niscaya aku
perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.”</em><br />
<br />
Maka wajib bagi istri untuk melayani suami dengan baik, menjaga
rahasianya dan memelihara hartanya, karena dia adalah orang yang
diamanati. Jangan sampai membuka tirainya kepada selain suami.
Melembutkan hati anak-anak atasnya. Menghindari sikap keras dan
kasar. Jika suami memberikan bantuan atau hadiah -misalnya-, maka
berterimakasihlah atas perbuatannya dan memujinya dengan baik. Jangan
mencela apa yang dia berikan dan jangan mencaci apa yang dia kerjakan
untuk istri dan anak-anaknya. Istri harus mencari tempat-tempat yang
bisa menjadikan suami ridha, kemudian bergegas mengerjakannya.<br />
<br />
Selalu membantu suami untuk menjaga diri dan menghindar dari fitnah.
Maka jangan tinggalkan tempat tidur suaminya, menyingkir tidur
sendirian. Nabi bersabda, <em> </em><br />
<blockquote>
<em>“Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, tidaklah
seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur, kemudian istri
menolaknya, kecuali yang di langit akan marah kepada istri tersebut
hingga suami ridha kepadanya.”</em></blockquote>
<br />
Maka temanilah suami didunia dengan cara yang baik. Kerjakan apa yang
disukai suami -meski dia tidak menyukainya-, dan tinggalkanlah apa
yang tidak disukai suami- meski dia menyukainya- karena mengharap
pahala dari Alloh, dan sadar bahwa suami adalah tamu yang sedang
singgah ditempatnya dan hampir pergi meninggalkannya, maka janganlah
disakiti baik dengan ucapan maupun perbuatan.<br />
<br />
Rosulullah bersabda,<br />
<blockquote>
<em>“Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya didunia,
kecuali istrinya dari bidadari berkata, ‘Jangan sakiti dia -semoga
Alloh mencelakakan kamu-. Dia di sisimu hanyalah sekedar singgah,
sebentar lagi akan meninggalkanmu menuju kami’.”</em></blockquote>
<br />
Ketahuilah bahwa wanita yang paling utama adalah yang selalu
menganggap besar apa yang dilakukan oleh suaminya, meski perkara yang
kecil. Memuji dihadapan orang lain dengan kebaikan meski suami penuh
dengan kekurangan. Dia percaya bahwa semua itu akan berakibat baik
baginya. Dan akan menjadi pendorong bagi suaminya pada suatu hari
nanti untuk merasakan kecintaan dan kasih sayang istri kepadanya.<br />
<br />
Hendaklah bersih hatinya terhadap suaminya. Jika dia kurang didalam
memenuhi haknya, maka hendaklah dia pandai-pandai untuk menyampaikan
hal tersebut dengan satu cara atau lainnya, tanpa menyakiti atau
mencelanya, dengan mencari waktu yang tepat yang ketika itu pikiran
suami sedang jernih dan lapang dada.<br />
<br />
Kita memohon kepada Alloh agar menegakkan rumah-rumah kita diatas
kebahagiaan. Dan kita memohon kepada Alloh agar menjadikan apa yang
kita ucapkan ikhlas karena wajah-Nya Yang Mulia.<br />
<br />
-dinukil dari Kitab HARMONIS, Idaman Setiap Keluarga; Asy-Syaikh Salim Al-’Ajmi;Pustaka Salafiyah-<br />
<br />
<strong><em>Sumber :</em></strong> <a href="http://frostbound.blogspot.com/2010/09/menjadi-wanita-istri-solehah.html" rel="nofollow" target="_blank">http://frostbound.blogspot.com/2010/09/menjadi-wanita-istri-solehah.html</a><br />
<br />
<strong>Menjadi Istri Idaman Dunia Akherat </strong><br />
<br />
<br />
<div class="photo photo_left">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img class="img" src="http://photos-f.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash1/179436_185574961461036_100000256004384_616565_3251284_a.jpg" /></div>
</div>
Diantara
kepedulian Islam atas kehidupan rumah tangga Islami adalah penjelasan
hak seorang istri dan hak seorang suami. agar terjadi keharmonisan
hubungan berumah tangga. mengetahui posisi masing-masing agar tidak
terjadi kesenjangan jabatan dalam rumah tangga. saling melengkapi
dengan menunaikan tugas masing-masing.<br />
<br />
Berikut adalah tips bagaimana menjadi seorang istri yang diidamkan
didunia dan akherat dan menjadi istri terbaik baik suaminya :<br />
<em><strong>1. Pertama dan yang paling penting adalah menerima kepemimpinan suami. </strong></em><br />
<br />
Perlu direnungkan sabda Rosulullah-sholallahu 'alaihi wasallam- berikut :<br />
Artinya :<br />
<blockquote>
<em>"Jila aku (berhak) memerintahkan seseorang untuk
bersujud kepada orang lain, maka aku akan memerintahkan istri untuk
bersujud kepada suaminya.”</em> <strong>(HR at-Tirmidzi. Beliau mengatakan : Hadist Hasan) </strong></blockquote>
<br />
Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- juga bersabda :<br />
Artinya :<br />
<blockquote>
<em>"Perempuan mana saja yang meninggal, sedangkan suaminya dalam keadaan ridho terhadapnya, maka dia masuk surga."</em> <strong>(HR Ibnu Majah dan at-Tirmidzi. Beliau mengatakan : Hadist Hasan Ghorib) </strong></blockquote>
<br />
Ketaatan kepada suami adalah wajib atas istri selama suami tidak
memerintahkan kepada maksiat kepada Allah. dan selain itu seperti
suami memerintahkan suatu hal yang baik, maka wajib atas istri untuk
melakukannya.<br />
<br />
<strong><em>2. Hindari berkata yang kurang baik atau yang tidak enak didengar oleh suami. </em></strong><br />
<br />
Berkata yang santun dan bersikap lemah lembut terhadap suami tanpa
mengucapkan kata-kata yang kasar baik ketika suami melakukan kesalahan
atau karena hal yang lain. Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam-
bersabda :<br />
Artinya :<br />
<blockquote>
<em>"Dan aku melihat neraka, aku belum pernah melihat
pemandangan seperti pemandangan hari ini sebelumnya. dan aku melihat
kebanyakan penduduknya adalah wanita. para sahabat bertanya : kenapa
wahai Rosulullah? beliau menjawab : karena kekufuran mereka. para
sahabat berkata : karena kufur terhadap Allah? beliau bersabda :
karena kekufuran mereka terhadap suami, dan kekufuran mereka terhadap
kebaikan (suami). jika engkau berbuat baik kepada mereka sepanjang
satu tahun, kemudian mereka melihat ada sedikit keburukan dalam
dirimu, maka mereka akan berkata : saya tidak pernah melihat kamu
berbuat baik sedikitpun."</em> <strong>(HR Bukhori dan Muslim) </strong></blockquote>
<br />
<strong><em>3. Perbanyak Sedekah Dan Istighfar. </em></strong><br />
Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :<br />
Artinya :<br />
<blockquote>
<em>"Wahai para wanita, bersedekahlah! dan perbanyak
istighfar karena aku melihat penduduk neraka yang kebanyakan adalah
kalian. salah seorang perempuan berkata : kenapa kami wahai
Rosulullah? beliau bersabda : karena kalian banyak melaknat,
mengkufuri suami, dan aku tidak melihat dalam diri kalian kecuali 2
(dua) kekurangan yaitu kekurangan akal dan agama yang sangat dominan
dalam diri kalian. wanita itu berkata : wahai Rosulullah, apa yang
dimaksud 2 (dua) kekurangan akal dan agama? beliau bersabda :
kekurangan akal yaitu karena persaksian 2 (dua) orang dari kalian
sebanding dengan seorang laki-laki, maka ini yang disebut kekurangan
dalam akal. dan berhari-hari kamu tidak sholat (karena haid) dan juga
tidak puasa ramadhan (karena haid, hamil atau menyusui), maka ini yang
dimaksud kekurangan dalam agama." </em><strong>(HR Muslim)</strong></blockquote>
<br />
<em><strong>Sumber : </strong></em><a href="http://nakasihlove.blogspot.com/2010/05/menjadi-istri-idaman-dunia-akherat.html" rel="nofollow" target="_blank">http://nakasihlove.blogspot.com/2010/05/menjadi-istri-idaman-dunia-akherat.html</a><br />
<br />
<br />
<strong>AGAR ANDA BAHAGIA DENGAN SUAMI ANDA</strong><br />
<br />
<div class="photo photo_left">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img class="img" src="http://photos-h.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc6/168731_185576154794250_100000256004384_616566_1283654_a.jpg" /></div>
</div>
<ol>
<li><strong>Jangan</strong>
membiarkan suami memandang dalam keadaan kita tidak
menggembirakannya. Wanita yang paling baik adalah wanita yang
selalu membuat suaminya bahagia.<strong> </strong></li>
<li><strong>Hendaklah </strong>senyum itu senatiasa menghiasi bibirmu setiap kita dipandang oleh sang suami.<strong> </strong></li>
<li><strong>Perbanyaklah</strong> mencari keridhan suami dengan
mentaatinya, sejauh mana ketaatan kita kepada suami, sejauh itu
pulalah dia merasakan cintamu kepadanya dan dia akan segera menuju
keridhaanmu.<strong> </strong></li>
<li><strong>Pilihlah</strong> waktu ynag tepat untuk meluruskan kesalahan suami.<strong> </strong></li>
<li><strong>Jadilah</strong> kita orang yang lapang dada, janganlah sekali-kali menyebut-nyebut kekurangan suami kepada orang lain.<strong> </strong></li>
<li><strong>Perbaikilah</strong> kesalahan suami dengan segala kemampuan dan kecintaan yang kita miliki, janganlah berusaha melukai perasaannya.<strong> </strong></li>
<li><strong>Janganlah</strong> memuji-muji laki-laki lain dihadapan suami kecuali sifat diniyah yang ada pada laki-laki tersebut.<strong> </strong></li>
<li><strong>Jangan</strong> engkau benarkan ucapan negatif dari orang lain tentang suami, hingga kita menyaksikannya sendiri.<strong> </strong></li>
<li><strong>Upayakan</strong> untuk tampil di depan suami dengan perbuatan yang disenanginya dan ucapan yang disenanginya pula.<strong> </strong></li>
<li><strong>Berilah</strong> pengertian kepada suami agar dia menghormati kita dan saling menghormati dalam semua urusan.<strong> </strong></li>
<li><strong>Kita</strong> harus selalu merasa senang berkunjung kepada kedua orang tuanya.<strong> </strong></li>
<li><strong>Janganlah</strong> kita menampakkan kejemuan padanya,
jika terjadi kekurangan materi Ingatlah bahwa apa yang ia berikan
kepadamu sudah lebih dari cukup.<strong> </strong></li>
<li><strong>Biasakanla</strong>h tertawa bila ia tertawa, menangis
dan bersedih jika ia bersedih. Karena bersatunya perasaan akan
melahirkan perasaan cinta kasih.<strong> </strong></li>
<li><strong>Diam</strong> dan perhatikanlah jika ia berbicara.<strong> </strong></li>
<li><strong>Janganlah</strong> banyak mengingatkan bahwa kita pernah
meminta sesuatu kepadanya. Bahkan jangan diingatkan kecuali
jika kita tahu bahwa ia mudah untuk diingatkan.<strong> </strong></li>
<li><strong>Janganlah</strong> mengulangi kesalahan yang tidak disenangi oleh suami dan ia tidak suka melihatnya.<strong> </strong></li>
<li><strong>Jangan</strong> lupa bila melihat suami shalat sunnah di
rumah, hendaknya kita berdiri dan ikut shalat dibelakangnya. Jika
ia membaca, hendaknya kita duduk mendengarkannya.<strong> </strong></li>
<li><strong>Jangan</strong> berlebih-lebihan berbicara tentang
angan-angan pribadi di depan suami, tetapi mintalah selalu agar ia
menyebutkan keinginan pribadinya di depanmu.<strong> </strong></li>
<li><strong>Janganlah</strong> mendahulukan pendapat kita dari
pendapatnya pada setiap masalah, baik yang kecil maupun yang besar.
Hendaklah cinta kita kepadanya mendorong kita mendahulukan
pendapatnya.<strong> </strong></li>
<li><strong>Janganlah</strong> mengerjakan shaum sunnah kecuali dengan izinnya, dan jangan keluar rumah kecuali dengan sepengetahuannya.<strong> </strong></li>
<li><strong>Jagalah</strong> rahasia yang disampaikan kepada kita dan janganlah menyebarkannya sekalipun kepada kedua orang tuanya.<strong> </strong></li>
<li><strong>Hati-hati</strong> jangan sampai menyebut-nyebut bahwa
kita lebih tinggi derajatnya dari derajat suami. Hal itu akan
mengundang kebencian kepada kita.<strong> </strong></li>
<li><strong>Jika</strong> salah satu dari orang tuanya sakit atau kerabatnya, maka kita punya kewajiban untuk menjenguk bersamanya.<strong> </strong></li>
<li><strong>Sesuaikanlah</strong> peralatan rumah tangga dengan barang-barang yang disenangi suami kita.<strong> </strong></li>
<li><strong>Jangan</strong> sampai meninggalkan rumah meskipun sedang bertengkar dengannya.<strong> </strong></li>
<li><strong>Katakanlah</strong> kejemuan dan kebosanan kita ketika ia sudah meninggalkan rumah.<strong> </strong></li>
<li><strong>Terimalah</strong> udzurnya ketika ia membatalkan
janjinya untuk keluar bersama kita, karena mungkin ia terpaksa
memenuhi panggilan orang yang datang kepadanya.<strong> </strong></li>
<li><strong>Hindari</strong> sifat cemburu, sesungguhnya cemburu adalah senjata penghancur.<strong> </strong></li>
<li><strong>Janganlah</strong> mengabaikan pemimpin kita (suami) dengan alasan bahwa ia telah menjadi suami kita.<strong> </strong></li>
<li><strong>Janganlah</strong> berbicara dengan sang suami, seakan-akan kita suci dan dia berdosa.<strong> </strong></li>
<li><strong>Jagalah</strong> perasaannya, jangan gembira ketika dia sedang sedih dan jangan menangis ketika dia gembira.<strong> </strong></li>
<li><strong>Perbanyaklah</strong> menyebut-nyebut keutamaan suami di hadapannya.<strong> </strong></li>
<li><strong>Perlihatkan</strong> kepada suam kita bahwa kita turut
merasakan apa yng dirasakan sang suami tatkala ia tidak berhasil
mencapai maksud dan tujuannya.<strong> </strong></li>
<li><strong>Perbaharuilah</strong> (tekad suami) ketika terjadi kegagalan.<strong> </strong></li>
<li><strong>Jauhilah</strong> sifat dusta karena hal itu kanmenyakitkannya.<strong> </strong></li>
<li><strong>Ingatkanlah</strong> selalu pada suami kita bahwa kita tidak tahu (bagaimana nasib kita) seandainya tidak dipersunting olehnya.<strong> </strong></li>
<li><strong>Ucapkanlah</strong> rasa syukur dan terima kasih pada waktu ia memberikan sesuatu kepada kita.</li>
</ol>
<br />
NB. Sebagian Kiat2 diatas juga berlaku sebaliknya, bagi suami ke istri tercintanya... :-)<br />
<br />
<strong><em>Sumber : </em></strong><a href="http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=179566278736603&id=142166167328" rel="nofollow" target="_blank">http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=179566278736603&id=142166167328</a><br />
</div>
SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-70172696993181485242013-12-25T01:51:00.001-08:002013-12-25T01:51:06.003-08:00Bahaya Kurang Minum dan 10 Manfaat Air Putih <strong>Bahaya Kurang Minum</strong><br />
<br />
<br />
<div class="photo photo_left">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img class="img" src="http://photos-g.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/163727_182908328394366_100000256004384_597646_4540308_a.jpg" /></div>
</div>
Rekan sekalian,<br />
<br />
Saya teringat beberapa tahun lalu bahwa saya waktu itu menjalani
operasi batu ginjal. Sungguh tak terbayangkan rasanya sakit batu
ginjal. Kalau anda pernah anyang-anyangan barangkali perlu di waspadai
karena bisa jadi saluran kemih anda terganggu. Apa penyebab batu
ginjal terjadi?<br />
<br />
Dari analisa para dokter bahwa batu ginjal terjadi karena kotoran yang
mengendap pada saluran kemih. Namun bisa terjadi di mana saja kotoran
tersebut tersumbat. Bisa di ujung saluran ginjal atau pada saluran
kencing. Lalu mengapa hal itu terjadi??? Salah satu penyebabnya adalah
menahan buang air kecil. Hal ini menyebabkan kotoran mengendap.<br />
<br />
Kemudian kekurangan cairan juga menjadi penyebab batu ginjal terjadi.
Aliran air seni yang tidak lancar sebagai indikasi awal terserang batu
ginjal. Perbanyak minum air putih dan banyak berolah raga. Hindari
makan atau minuman yang tidak sehat.<br />
<br />
<strong>Berikut sekilas gambaran tentang ginjal:</strong><br />
<br />
<div class="photo photo_left">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img class="img" src="http://photos-a.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc6/168438_182908505061015_100000256004384_597647_4864966_a.jpg" /></div>
</div>
<div class="photo photo_left">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img class="img" src="http://photos-h.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/163089_182908578394341_100000256004384_597649_1912940_a.jpg" /></div>
</div>
<div class="photo photo_left">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img class="img" src="http://photos-c.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc6/165539_182908621727670_100000256004384_597650_2004760_a.jpg" /></div>
</div>
<br />
<em><strong>Sumber : </strong></em><a href="http://internet-sukses.blogspot.com/2009/07/bahaya-kurang-minum.html" rel="nofollow" target="_blank">http://internet-sukses.blogspot.com/2009/07/bahaya-kurang-minum.html</a><br />
<br />
<br />
<strong>10 Manfaat air putih</strong><br />
<br />
<div class="photo photo_left">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img class="img" src="http://photos-e.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash1/165155_182908721727660_100000256004384_597651_1023880_a.jpg" /></div>
</div>
Air
dalam tubuh diantaranya berfungsi menjaga kesegaran, membantu
pencernaan dan mengeluarkan racun. Namun, tahukah Anda, ternyata banyak
manfaat yang direguk dari air putih, selain kesegaran.<br />
<br />
Banyak orang yang tidak mengetahui khasiat air selain untuk
menghilangkan dahaga saja. Air dapat menyembuhkan berbagai macam
penyakit dengan cara yang mudah dan murah. berikut 10 manfaat air putih
yang mungkin dapat kita jadikan acuan saat akan mengkonsumsi minuman
di luar dari air putih.<strong> </strong><br />
<strong>1. Memperlancar Sistem Pencernaan</strong><br />
Mengkonsumsi air dalam jumlah cukup setiap hari akan memperlancar
sistem pencernaan sehingga kita akan terhindari dari masalah-masalah
pencernaan seperti maag ataupun sembelit. Pembakaran kalori juga akan
berjalan efisien.<br />
<br />
<strong>2. Air Putih Membantu Memperlambat Tumbuhnya Zat-Zat Penyebab Kanker,</strong> plus mencegah penyakit batu ginjal dan hati. Minum air putih akan membuat tubuh lebih berenergi.<br />
<br />
<strong>3. Perawatan K</strong><strong>ecantikan</strong><br />
Bila kurang minum air putih, tubuh akan menyerap kandungan air dalam
kulit sehingga kulit menjadi kering dan berkerut. Selain itu, air putih
dapat melindungi kulit dari luar, sekaligus melembabkan dan
menyehatkan kulit. Untuk menjaga kecantikan pun, kebersihan tubuh pun
harus benar-benar diperhatikan, ditambah lagi minum air putih 8 – 10
gelas sehari.<br />
<br />
<strong>4. Untuk Kesuburan</strong><br />
Meningkatkan produksi hormon testosteron pada pria serta hormon estrogen pada wanita.<br />
Menurut basil penelitian dari sebuah lembaga riset trombosis di London,
Inggris, jika seseorang selalu mandi dengan air dingin maka peredaran
darahnya lancar dan tubuh terasa lebih segar dan bugar. Mandi dengan
air dingin akan meningkatkan produksi sel darah putih dalam tubuh
serta meningkatkan kemampuan seseorang terhadap serangan virus.<br />
Bahkan, mandi dengan air dingin di waktu pagi dapat meningkatkan
produksi hormon testosteron pada pria serta hormon estrogen pada
wanita. Dengan begitu kesuburan serta kegairahan seksual pun akan
meningkat. Selain itu jaringan kulit membaik, kuku lebih sehat dan
kuat, tak mudah retak. Nah, buat yang malas mandi pagi atau bahkan
malas mandi harus mulai dirubah tuh kebiasaannya…<br />
<br />
<strong>5. Menyehatkan Jantung</strong><br />
Air juga diyakini dapat ikut menyembuhkan penyakit jantung, rematik,
kerusakan kulit, penyakit saluran papas, usus, dan penyakit kewanitaan.
Bahkan saat ini cukup banyak pengobatan altenatif yang memanfaatkan
kemanjuran air putih.<br />
<br />
<strong>6. Sebagai Obat Stroke</strong><br />
Air panas tak hanya digunakan untuk mengobati berbagai penyakit kulit,
tapi juga efektif untuk mengobati lumpuh, seperti karena stroke.
Sebab, air tersebut dapat membantu memperkuat kembali otot-otot dan
ligamen serta memperlancar sistem peredaran darah dan sistem
pernapasan.<br />
Efek panas menyebabkan pelebaran pembuluh darah, meningkatkan
sirkulasi darah dan oksigenisasi jaringan, sehingga mencegah kekakuan
otot, menghilangkan rasa nyeri serta menenangkan pikiran. Kandungan
ion-ion terutama khlor, magnesium, hidrogen karbonat dan sulfat dalam
air panas, membantu pelebaran pembuluh darah sehingga meningkatkan
sirkulasi darah. Selain itu pH airnya mampu mensterilkan kulit.<br />
<br />
<strong>7. Efek Relaksasi</strong><br />
Cobalah berdiri di bawah shower dan rasakan efeknya di tubuh. Pancuran
air yang jatuh ke tubuh terasa seperti pijatan dan mampu menghilangkan
rasa capek karena terasa seperti dipijat. Sejumlah pakar pengobatan
alternatif mengatakan, bahwa bersentuhan dengan air mancur,
berjalan-jalan di sekitar air terjun, atau sungai dan taman dengan
banyak pancuran, akan memperoleh khasiat ion-ion negatif. Ion-ion
negatif yang timbul karena butiran-butiran air yang berbenturan itu bisa
meredakan rasa sakit, menetralkan racun, memerangi penyakit, serta
membantu menyerap dan memanfaatkan oksigen. Ion negatif dalam aliran
darah akan mempercepat pengiriman oksigen ke dalam sel dan jaringan.<br />
Bukan itu saja jika mengalami ketegangan otot dapat dilegakan dengan
mandi air hangat bersuhu sekitar 37 derajat C. Selagi kaki terasa pegal
kita sering dianjurkan untuk merendam kaki dengan air hangat dicampur
sedikit garam. Nah, jika memilik shower di rumah cobalah mandi dan
nikmati hasilnya. Konon, shower juga menghasilkan ion negatif.<br />
<br />
<strong>8. Menguruskan Badan</strong><br />
Air putih juga bersifat menghilangkan kotoran-kotoran dalam tubuh yang
akan lebih cepat keluar lewat urine. Bagi yang ingin menguruskan badan
pun, minum air hangat sebelum makan (sehingga merasa agak kenyang)
merupakan satu cara untuk mengurangi jumlah makanan yang masuk. Apalagi
air tidak mengandung kalori, gula, ataupun lemak. Namun yang terbaik
adalah minum air putih pada suhu sedang, tidak terlalu panas, dan
tidak terlalu dingin. Mau kurus?, minum air putih saja.<br />
<br />
<strong>9. Tubuh Lebih Bugar</strong><br />
Khasiat air tak hanya untuk membersihkan tubuh saja tapi juga sebagai
zat yang sangat diperlukan tubuh. Kita mungkin lebih dapat bertahan
kekurangan makan beberapa hari ketimbang kurang air. Sebab, air
merupakan bagian terbesar dalam komposisi tubuh manusia.<br />
<br />
<strong>10. Penyeimbang tubuh .</strong><br />
Jumlah air yang menurun dalam tubuh, fungsi organ-organ tubuh juga akan
menurun dan lebih mudah terganggu oleh bakteri, virus. Namun, tubuh
manusia mempunyai mekanisme dalam mempertahankan keseimbangan asupan
air yang masuk dan yang dikeluarkan. Rasa haus pada setiap orang
merupakan mekanisme normal dalam mempertahankan asupan air dalam
tubuh. Air yang dibutuhkan tubuh kira-kira 2-2,5 l (8 – 10 gelas) per
hari. Jumlah kebutuhan air ini sudah termasuk asupan air dari makanan
(seperti dari kuah sup, soto), minuman seperti susu, teh, kopi, sirup.
Selain itu, asupan air juga diperoleh dari hasil metabolisme makanan
yang dikonsumsi dan metabolisme jaringan di dalam tubuh.<br />
Nah, air juga dikeluarkan tubuh melalui air seni dan keringat. Jumlah
air yang dikeluarkan tubuh melalui air seni sekitar 1 liter per hari.
Kalau jumlah tinja yang dikeluarkan pada orang sehat sekitar 50 – 400
g/hari, kandungan aimya sekitar 60 – 90 % bobot tinja atau sekitar 50 –
60 ml air sehari.<br />
<br />
Sedangkan, air yang terbuang melalui keringat dan saluran napas dalam
sehari maksimum 1 liter, tergantung suhu udara sekitar. Belum lagi
faktor pengeluaran air melalui pernapasan. Seseorang yang mengalami
demam, kandungan air dalam napasnya akan meningkat. Sebaliknya, jumlah
air yang dihirup melalui napas berkurang akibat rendahnya kelembapan
udara di sekitarnya.<br />
<br />
Tubuh akan menurun kondisinya bila kadar air menurun dan kita tidak
segera memenuhi kebutuhan air tubuh tersebut. Kardiolog dari AS, Dr
James M. Rippe memberi saran untuk minum air paling sedikit seliter
lebih banyak dari apa yang dibutuhkan rasa haus kita. Pasalnya,
kehilangan 4% cairan saja akan mengakibatkan penurunan kinerja kita
sebanyak 22 %! Bisa dimengerti bila kehilangan 7%, kita akan mulai
merasa lemah dan lesu.<br />
<br />
Asal tahu saja, aktivitas makin banyak maka makin banyak pula air yang
terkuras dari tubuh. Untuk itu, pakar kesehatan mengingatkan agar
jangan hanya minum bila terasa haus Kebiasaan banyak minum, apakah
sedang haus atau tidak, merupakan kebiasaan sehat!<br />
<br />
Jika berada di ruang ber-AC, dianjurkan untuk minum lebih banyak
karena udara yang dingin dan tubuh cepat mengalami dehidrasi. Banyak
minum juga akan membantu kulit tidak cepat kering. Di ruang yang
suhunya tidak tetap pun dianjurkan untuk membiasakan minum meski tidak
terasa haus untuk menyeimbangkan suhu.<br />
<br />
<em><strong>Sumber : </strong></em><a href="http://deppcore.wordpress.com/2009/11/21/10-manfaat-air-putih/#more-43" rel="nofollow" target="_blank">http://deppcore.wordpress.com/2009/11/21/10-manfaat-air-putih/#more-43</a><br />
SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-62701383170581478522013-12-25T01:44:00.000-08:002013-12-25T01:44:07.239-08:00Hak-Hak Suami Atas Isteri dan Hak-Hak Istri atas Suami Wahai isteri yang shalihah, ini adalah hak-hak suami atasmu.
Bersungguh-sungguhlah dalam menunaikan hak-hak tersebut dan lupakanlah
jika suamimu kurang dapat memenuhi hak-hakmu karena sesungguhnya
yang demikian itu akan dapat melanggengkan cinta dan kasih sayang di
antara kalian, dapat memelihara keharmonisan rumah tangga sehingga
dengannya masyarakat akan menjadi baik pula.<br />
<br />
[1]. Wanita yang cerdas dan pandai akan mengagungkan apa yang telah
diagungkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan menghormati suaminya dengan
sebenar-benarnya, ia bersungguh-sungguh untuk selalu taat kepada suami
karena ketaatan kepada suami termasuk salah satu di antara syarat
masuk Surga. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam,<br />
<br />
<blockquote>
<em>“Apabila seorang wanita mau menunaikan shalat lima
waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan taat
terhadap suaminya, maka akan dikatakan kepadanya (di akhirat),
‘Masuklah ke Surga dari pintu mana saja yang engkau kehendaki.”</em> <strong>[Shahih: <em>Shahiih al-Jaami'ish Shaghiir</em> (no. 660), Ahmad (XVI/228, no. 250)] </strong></blockquote>
<br />
Maka kewajibanmu sebagai seorang isteri, wahai para wanita shalihah,
adalah untuk selalu mendengar dan taat terhadap setiap perintah suami
selama tidak menyelisihi syari’at. Akan tetapi berhati-hatilah,
jangan sampai engkau berlebih-lebihan dalam mentaati perintah suami
sehingga mau mentaatinya dalam kemaksiatan. Karena sesungguhnya jika
melakukan hal tersebut, maka engkau telah berdosa.<br />
<br />
[2]. Di antara hak suami atas isteri, seorang isteri harus menjaga
kehormatan dan memelihara kemuliaannya serta mengurusi harta,
anak-anak, dan segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan rumah,
sebagaimana firman Allah Ta’ala,<br />
<blockquote>
<em>“Sebab itu, maka wanita yang shalih, ialah yang taat
kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh
karena Allah telah memelihara (mereka).”</em> <strong>[QS. An-Nisaa': 34] </strong></blockquote>
<br />
Dan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam,<br />
<blockquote>
<em>“Dan seorang isteri adalah pemimpin di dalam rumah
suaminya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang
dipimpinnya.”</em> <strong>[Muttafaq 'alaih: <em>Shahiih al-Bukhari</em> (II/380 no. 893), <em>Shahiih Muslim</em> (III/1459 no. 1829)] </strong></blockquote>
<br />
[3]. Berhias dan memperindah diri untuk suami, selalu senyum dan
jangan bermuka masam di depannya. Jangan sampai menampakkan keadaan
yang tidak ia sukai. Ath-Thabrani telah mengeluarkan sebuah hadits
dari ‘Abdullah bin Salam radhiyallahu’anhu, Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam bersabda,<br />
<blockquote>
<em>“Sebaik-baik isteri ialah yang engkau senang jika
melihatnya, taat jika engkau perintah dan menjaga dirinya dan hartamu
di saat engkau pergi.”</em> <strong>[Shahiih: <em>Shahiih al-Jaami'ish Shaghiir</em> (no. 3299)] </strong></blockquote>
<br />
Janganlah engkau sekali-kali menampakkan perhiasan pada orang yang
tidak boleh melihatnya, karena hal itu adalah merupakan perkara yang
diharamkan.<br />
<br />
[4]. Isteri harus selalu berada di dalam rumahnya dan tidak keluar
meskipun untuk pergi ke masjid kecuali atas izin suami. Allah
berfirman,<br />
<blockquote>
<em>Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu.”</em> <strong>[QS. Al-Ahzaab: 33] </strong></blockquote>
<br />
[5]. Janganlah seorang isteri memasukkan orang lain ke dalam rumah
kecuali atas izinnya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,<br />
<blockquote>
<em>“Hak kalian atas para isteri adalah agar mereka tidak
memasukkan ke dalam kamar tidur kalian orang yang tidak kalian sukai
dan agar mereka tidak mengizinkan masuk ke dalam rumah kalian bagi
orang yang tidak kalian sukai.”</em> <strong>[Hasan: <em>Shahiih Sunan Ibni Majah</em> (no. 1501), <em>Sunan at-Tirmidzi</em> (II/315 no. 1173), <em>Sunan Ibni Majah</em> (I/594 no. 1851)] </strong></blockquote>
<br />
[6]. Isteri harus menjaga harta suami dan tidak menginfaqkannya
kecuali dengan izinnya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,<br />
<blockquote>
<em>“Janganlah seorang isteri menginfaqkan sesuatu pun dari harta suaminya kecuali atas izinnya.”</em> Kemudian ada yang bertanya, “tidak juga makanan?” Beliau menjawab, <em>“bahkan makanan adalah harta yang paling berharga.”</em> <strong>[Hasan : <em>Shahiih Sunan Ibni Majah</em> (no. 1859), <em>Sunan at-Tirmidzi</em> (III/293 no. 2203), <em>Sunan Abi Dawud</em> (IX/478 no. 3548), <em>Sunan Ibni Majah</em> (II/770 no. 2295)] </strong></blockquote>
<br />
Bahkan di antara hak suami atas isteri adalah agar ia tidak
menginfaqkan harta miliknya jika ia mempunyai harta kecuali jika sang
suami mengizinkannya karena dalam sebuah hadist yang lain Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,<br />
<br />
<blockquote>
<em>“Janganlah seorang isteri menggunakan sesuatu pun dari hartanya kecuali dengan izin suaminya.”</em> [Dikeluarkan oleh Syaikh al-Albani dalam <em>Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah</em> (no. 775), beliau berkata, "Telah dikeluarkan oleh Tamam dalam <em>al-Fawaa-id</em> (II/182 no. 10) dari jalan 'Anbasah bin Sa'id dari Hammad, <em>maula</em> (budak yang dibebaskan). Bani Umayyah dari Janaah <em>maula</em>
al-Walid dari Watsilah, ia berkata, "Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam bersabda, kemudian ia menyebutkan hadits tersebut." Beliau
(al-Albani) berkata, "Sanad hadits ini lemah, akan tetapi ada beberapa
riwayat penguat yang menunjukkan bahwa hadits ini adalah <em>tsabit</em>."]</blockquote>
<br />
[7]. Janganlah seorang isteri melakukan puasa sunnah sedangkan suami
berada di rumah kecuali dengan izinnya, sebagaimana sabda Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam yang berbunyi, <em> </em><br />
<blockquote>
<em>“Tidak boleh bagi isteri melakukan puasa (sunnah) sedangkan suaminya ada kecuali dengan izinnya.”</em> <strong>[Mutaffaq 'alaih: <em>Shahiih al-Bukhari</em> (IX/295 no. 5195), <em>Shahiih Muslim</em> (no. 1026)] </strong></blockquote>
<br />
[8]. Janganlah seorang isteri mengungkit-ungkit apa yang pernah ia
berikan dari hartanya untuk suami maupun keluarga karena
menyebut-nyebut pemberian akan dapat membatalkan pahala. Allah Ta’ala
berfirman, <em>“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan
(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan
(si penerima).”</em> [QS. Al-Baqarah: 264]<br />
<br />
[9]. Isteri harus ridha dan menerima apa adanya, janganlah ia
membebani suami dengan sesuatu yang ia tidak mampu. Allah Ta’ala
berfirman,<br />
<blockquote>
<em>“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi
nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah
berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan.”</em> <strong>[QS. Ath-Thalaq: 7] </strong></blockquote>
<br />
[10]. Isteri harus bersungguh-sungguh mendidik anak-anaknya dengan
kesabaran. Janganlah ia marah kepada mereka di depan suami dan jangan
memanggil mereka dengan kejelekan maupun mencaci-maki mereka karena
yang demikian itu akan dapat menyakiti hati suami.<br />
<br />
[11]. Isteri harus dapat berbuat baik kepada kedua orang tua dan
kerabat suami karena sesungguhnya isteri tidak dianggap berbuat baik
kepada suami jika ia memperlakukan orang tua dan kerabatnya dengan
kejelekan.<br />
<br />
[12] Janganlah isteri menolak jika suami mengajaknya melakukan
hubungan intim karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,<br />
<blockquote>
<em>“Apabila seorang suami mengajak isterinya ke tempat
tidur, tapi ia menolak untuk datang lalu sang suami marah sepanjang
malam maka para Malaikat melaknatnya (sang isteri) hingga datang
waktu pagi.”</em> <strong>[Muttafaq 'alaih: <em>Shahiih al-Bukhari</em> (IX/294 no. 5194), <em>Shahiih Muslim</em> (II/1060 no. 1436), <em>Sunan Abu Dawud</em> (VI/179 no. 2127)] </strong></blockquote>
<br />
Dan di dalam hadits yang lain beliau shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,<br />
<blockquote>
<em>“Apabila seorang suami mengajak isterinya untuk
berhubungan intim, maka hendaknya sang isteri melayaninya meskipun ia
sedang berada di atas unta.”</em> <strong>[Shahih: <em>Shahiih al-Jaami' as-Shaghiir</em> 534, <em>Sunan at-Tirmidzi</em> (II/314 no. 1160)] </strong></blockquote>
<br />
[13]. Isteri harus dapat menjaga rahasia suami dan rahasia rumah
tangga, janganlah sekali-kali ia menyebarluaskannya. Dan di antara
rahasia yang paling yang sering diremehkan oleh para isteri sehingga
ia menyebarluaskannya kepada orang lain, yaitu rahasia yang terjadi
di ranjang suami isteri. Sungguh Rasulullah shalallahu ‘alaihi telah
melarang hal demikian.<br />
<br />
[14]. Isteri harus selalu bersungguh-sungguh dalam menjaga
keberlangsungan kehidupan rumah tangga bersama suaminya, janganlah ia
meminta cerai tanpa ada alasan yang disyari’atkan. Dari Tsauban
radhiyallahu’anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,<br />
<blockquote>
<em>“Isteri mana saja yang minta cerai dari suaminya tanpa adanya alasan, maka ia tidak akan mencium bau wanginya Surga.”</em> <strong>[Shahih: <em>Irwaa-ul Ghaliil</em> (no. 2035), <em>Sunan at-Tirmidzi</em> (II/329 no. 1199), <em>Sunan Abi Dawud</em> (VI/308 no. 2209), <em>Sunan Ibni Majah</em> (I/662 no. 2055)] </strong></blockquote>
<br />
Dan dalam hadits yang lain beliau shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, <em> </em><br />
<blockquote>
<em>“Para isteri yang minta cerai adalah orang-orang yang munafik.”</em> <strong>[Shahih: <em>Shahiih al-Jaamii'ish Shaghiir</em> (no. 6681), <em>Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah</em> (no. 632), <em>Sunan Tirmidzi</em> (II/329 no. 1198)] </strong></blockquote>
<br />
<br />
<strong><a href="http://www.shalihah.com/" rel="nofollow" target="_blank">www.shalihah.com</a>
Sumber: ‘Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz’ edisi Bahasa
Indonesia ‘Panduan Fiqih Lengkap Jilid 2′ karya ‘Abdul ‘Azhim bin
Badawi al-Khalafi, Pustaka Ibnu Katsir</strong><br />
<br />
<strong><em>Sumber :</em> </strong><a href="http://www.humairoh.inef.web.id/2010/09/hak-hak-suami-atas-isteri.html" rel="nofollow" target="_blank">http://www.humairoh.inef.web.id/2010/09/hak-hak-suami-atas-isteri.html</a><br />
<br />
<br />
<strong>HAK-HAK ISTRI ATAS SUAMI</strong><br />
<div class="photo photo_none">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img class="img" src="http://a8.sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/156970_175468422471690_100000256004384_534309_351674_n.jpg" /></div>
</div>
Berikut
ini adalah beberapa hak-hak isteri atas suami. Namun ketahuilah
wahai para isteri yang shalihah, hendaknya engkau melupakan
kekurangan suami dalam hal memenuhi hak-hak mereka. Kemudian hendaklah
menutupi kekurangan suami tersebut dengan bersungguh-sungguh dalam
mengabdikan diri untuk suami karena dengan demikian kehidupan rumah
tangga yang harmonis akan dapat kekal dan abadi.<br />
<blockquote>
"Karena dengan demikian kehidupan rumah tangga yang harmonis akan dapat kekal dan abadi."</blockquote>
<br />
<strong>Dan hak-hak istri atas suaminya adalah:</strong><br />
[1]. Suami harus memperlakukan istri dengan cara yang ma’ruf karena Allah Ta’ala telah berfirman, <em> </em><br />
<blockquote>
<em>“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.”</em> <strong>[QS. An-Nisaa': 19] </strong></blockquote>
<br />
Yaitu, dengan memberinya makan apabila ia juga makan dan memberinya
pakaian apabila ia berpakaian. Mendidiknya jika takut ia akan durhaka
dengan cara yang telah diperintahkan oleh Allah dalam mendidik istri,
yaitu dengan cara menasihatinya dengan nasihat yang baik tanpa
mencela dan menghina maupun menjelek-jelekannya. Apabila ia (istri)
telah kembali taat, maka berhentilah, namun jika tidak, maka pisahlah
ia di tempat tidur. Apabila ia masih tetap pada kedurhakaannya, maka
pukullah ia pada selain muka dengan pukulan yang tidak melukai
sebagaimana firman Allah:<br />
<blockquote>
<em>“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasihatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka
mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.”</em> <strong>[QS. An-Nisaa': 34] </strong></blockquote>
<br />
Dan juga berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
tatkala ditanya apakah hak isteri atas suaminya? Beliau menjawab,<br />
<blockquote>
<em>“Engkau memberinya makan jika engkau makan, engkau
memberinya pakaian jika engkau berpakaian, janganlah memukul wajah
dan janganlah menjelek-jelekkannya serta janganlah memisahkannya
kecuali tetap dalam rumah.” </em><strong>[Shahih: <em>Shahiih Sunan Ibni Majah</em> (no. 1500), <em>Sunan Abi Dawud</em> (VI/180, no. 2128, <em>Sunan Ibni Majah</em> (I/593 no. 1850)] </strong></blockquote>
<br />
Sesungguhnya sikap lemah lembut terhadap istri merupakan indikasi
sempurnanya akhlak dan bertambahnya keimanan seorang mukmin,
sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam,<br />
<blockquote>
<em>“Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang
paling bagus akhlaknya dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik
terhadap istrinya.” </em> <strong>[Hasan Shahih: <em>Shahiih Sunan at-Tirmidzi</em> (no. 928), <em>Sunan at-Tirmidzi</em> (II/315 no. 1172)] </strong></blockquote>
<br />
[2]. Suami harus bersabar dari celaan isteri serta mau memaafkan
kekhilafan yang dilakukannya karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,<br />
<blockquote>
<em>“Janganlah seorang mukmin membenci mukminah. Apabila
ia membencinya karena ada satu perangai yang buruk, pastilah ada
perangai baik yang ia sukai.</em>” <strong>[Muttafaq 'alaih: <em>Shahiih al-Bukhari</em> (IX/253 no. 5186), <em>Shahiih Muslim</em> (II/ 1091 no. 1468 (60)] </strong></blockquote>
<br />
Sebagian ulama Salaf mengatakan, “Ketahuilah bahwasanya tidak disebut
akhlak yang baik terhadap isteri hanya dengan menahan diri dari
menyakitinya namun dengan bersabar dari celaan dan kemarahannya.”<br />
<br />
[3]. Suami harus menjaga dan memelihara isteri dari segala sesuatu
yang dapat merusak dan mencemarkan kehormatannya, yaitu dengan
melarangnya dari bepergian jauh (kecuali dengan suami atau
mahramnya). Melarangnya berhias (kecuali untuk suami) serta
mencegahnya agar tidak ber<em>ikhtilath</em> (bercampur baur) dengan para lelaki yang bukan mahram.<br />
<br />
Suami berkewajiban untuk menjaga dan memeliharanya dengan sepenuh
hati. Ia tidak boleh membiarkan akhlak dan agama isteri rusak. Ia
tidak boleh memberi kesempatan baginya untuk meninggalkan
perintah-perintah Allah ataupun bermaksiat kepada-Nya karena ia
adalah seorang pemimpin (dalam keluarga) yang akan dimintai
pertanggungjawaban tentang isterinya, Ia adalah orang yang diberi
kepercayaan untuk menjaga dan memeliharanya.<br />
<br />
[4]. Suami harus mengajari isteri tentang perkara-perkara penting
dalam masalah agama atau memberinya izin untuk menghadiri
majelis-majelis taklim. Karena sesungguhnya kebutuhan dia untuk
memperbaiki agama dan mensucikan jiwanya tidaklah lebih kecil dari
kebutuhan makan dan minum yang juga harus diberikan kepadanya.<br />
<br />
[5]. Suami harus memerintahkan isterinya untuk mendirikan agamanya
serta menjaga shalatnya, berdasarkan firman Allah Ta’ala,<br />
<blockquote>
<em>“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.”</em> <strong> [QS. Thahaa: 132] </strong></blockquote>
<br />
[6]. Suami mau mengizinkan isterinya keluar rumah untuk keperluannya,
seperti jika ia ingin shalat berjama’ah di masjid atau ingin
mengunjungi keluarga, namun dengan syarat menyuruhnya tetap memakai
hijab busana muslimah dan melarangnya untuk tidak ber<em>tabarruj</em> atau <em>sufur</em>. Sebagaimana ia juga harus melarang isteri agar tidak memakai wangi-wangian serta memperingatkannya agar tidak <em>ikhtilath</em>
dan bersalam-salaman dengan laki-laki yang bukan mahram, melarangnya
menonton telivisi dan mendengarkan musik serta nyanyian-nyanyian yang
diharamkan.<br />
<br />
[7]. Suami isteri tidak boleh menyebarkan rahasia dan menyebutkan
kejelekan-kejelekan isteri di depan orang lain. Karena suami adalah
orang yang dipercaya untuk menjaga isterinya dan dituntut untuk dapat
memeliharanya. Di antara rahasia suami isteri adalah rahasia yang
mereka lakukan di atas ranjang. Rasulullah shalalallahu ‘alaihi
wasallam melarang keras agar tidak mengumbar rahasia tersebut di depan
umum.<br />
<br />
[8]. Suami mau bermusyawarah dengan isteri dalam setiap permasalahan,
terlebih lagi dalam perkara-perkara yang berhubungan dengan mereka
berdua, anak-anak, sebagaimana apa yang telah dicontohkan oleh
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau selalu bermusyawarah
dengan para isterinya dan mau mengambil pendapat mereka.<br />
<br />
[9]. Suami harus segera pulang ke ruamh isteri setelah shalat ‘Isya.
Janganlah ia begadang di luar rumah sampai larut malam. Karena hal
itu akan membuat hati isteri menjadi gelisah. Apabila hal itu
berlangsung lama dan sering berlang-ulang, maka akan terlintas dalam
benak isteri rasa waswas dan keraguan. Bahkan di antara hak isteri
atas suami adalah untuk tidak begadang malam di dalam rumah namun
jauh dari isteri walaupun untuk melakukan shalat sebelum dia
menunaikan hak isterinya.<br />
<br />
[10]. Suami harus dapat berlaku adil terhadap para isterinya jika ia
mempunyai lebih dari satu isteri. Yaitu berbuat adil dalam hal makan,
minum, dan pakaian, tempat tinggal dan dalam hal tidur seranjang. Ia
tidak boleh sewenang-wenang atau berbuat zhalim karena sesungguhnya
Allah Ta’ala melarang yang demikian.<br />
<br />
<strong>Sumber: ‘Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz’
edisi Bahasa Indonesia ‘Panduan Fiqih Lengkap Jilid 2′ karya ‘Abdul
‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Pustaka Ibnu Katsir</strong><br />
<a href="http://www.shalihah.com/" rel="nofollow" target="_blank">http://www.shalihah.com/</a><br />
<br />
<em><strong>Sumber :</strong></em> <a href="http://www.humairoh.inef.web.id/2010/09/hak-hak-istri-atas-suami.html" rel="nofollow" target="_blank">http://www.humairoh.inef.web.id/2010/09/hak-hak-istri-atas-suami.html</a><br />
SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-22957345268364011412013-12-25T01:36:00.002-08:002013-12-25T01:36:47.339-08:0010 ADAB BUANG HAJAT dan 12 TEMPAT YANG DISUKAI SYETANSiapa saja yang hendak menunaikan hajatnya, buang air besar atau air
kecil, maka hendaklah ia mengikuti 10 adab berikut ini. Semoga
bermanfaat.<br />
<br />
Bismillah..<br />
<br />
<strong>Pertama</strong> : <em>Menutup diri dan menjauh dari manusia ketika buang hajat.</em><br />
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,<br />
خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ وَكَانَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَأْتِى الْبَرَازَ حَتَّى
يَتَغَيَّبَ فَلاَ يُرَى.<br />
<strong><em>“Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam ketika safar, beliau tidak menunaikan hajatnya di daerah
terbuka, namun beliau pergi ke tempat yang jauh sampai tidak nampak
dan tidak terlihat.”</em></strong>[1]<br />
<br />
<br />
<strong>Kedua : </strong><em>Tidak membawa sesuatu yang bertuliskan nama Allah.</em><br />
Seperti memakai cincin yang bertuliskan nama Allah dan semacamnya. Hal
ini terlarang karena kita diperintahkan untuk mengagungkan nama Allah
dan ini sudah diketahui oleh setiap orang secara pasti. Allah Ta’ala
berfirman,<br />
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ<br />
<em><strong>“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa
mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari
ketakwaan hati.” </strong></em>(QS. Al Hajj: 32)<br />
<br />
Ada sebuah riwayat dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,<br />
كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا دَخَلَ الْخَلاَءَ وَضَعَ خَاتَمَهُ<br />
<strong><em>“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki kamar mandi, beliau meletakkan cincinnya.”</em></strong>[2]<br />
<br />
Akan tetapi hadits ini adalah hadits munkar yang diingkari oleh banyak
peneliti hadits. Namun memang cincin beliau betul bertuliskan
“Muhammad Rasulullah”.[3] Syaikh Abu Malik hafizhohullah mengatakan, <strong><em>“Jika
cincin atau semacam itu dalam keadaan tertutup atau dimasukkan ke
dalam saku atau tempat lainnya, maka boleh barang tersebut dimasukkan
ke WC. Imam Ahmad bin Hambal mengatakan, “Jika ia mau, ia boleh
memasukkan barang tersebut dalam genggaman tangannya.” Sedangkan jika
ia takut barang tersebut hilang karena diletakkan di luar, maka boleh
masuk ke dalam kamar mandi dengan barang tersebut dengan alasan kondisi
darurat.”</em></strong>[4]<br />
<br />
<br />
<strong>Ketiga : </strong><em>Membaca basmalah dan meminta perlindungan pada Allah (membawa ta’awudz) sebelum masuk tempat buang hajat.</em><br />
Ini jika seseorang memasuki tempat buang hajat berupa bangunan.
Sedangkan ketika berada di tanah lapang, maka ia mengucapkannya di
saat melucuti pakaiannya.[5] Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,<br />
سَتْرُ مَا بَيْنَ أَعْيُنِ الْجِنِّ وَعَوْرَاتِ بَنِى آدَمَ إِذَا دَخَلَ أَحَدُهُمُ الْخَلاَءَ أَنْ يَقُولَ بِسْمِ اللَّهِ<br />
<strong><em>“Penghalang antara pandangan jin dan aurat manusia adalah
jika salah seorang di antara mereka memasuki tempat buang hajat, lalu
ia ucapkan “Bismillah”.”</em></strong>[6]<br />
<br />
Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,<br />
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْخَلاَءَ قَالَ «
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ »<br />
<em><strong>“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memasuki
jamban, beliau ucapkan: Allahumma inni a’udzu bika minal khubutsi wal
khobaits (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan
setan perempuan[7])</strong></em>.”[8]<br />
<br />
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Adab membaca doa semacam ini tidak
dibedakan untuk di dalam maupun di luar bangunan.”[9] Untuk do’a
“Allahumma inni a’udzu bika minal khubutsi wal khobaits”, boleh juga
dibaca Allahumma inni a’udzu bika minal khubtsi wal khobaits (denga ba’
yang disukun). Bahkan cara baca khubtsi (dengan ba’ disukun) itu
lebih banyak di kalangan para ulama hadits sebagaimana dikatakan oleh
Al Qodhi Iyadh rahimahullah. Sedangkan mengenai maknanya, ada ulama
yang mengatakan bahwa makna khubtsi (dengan ba’ disukun) adalah
gangguan setan, sedangkan khobaits adalah maksiat.[10] Jadi, cara baca
dengan khubtsi (dengan ba’ disukun) dan khobaits itu lebih luas
maknanya dibanding dengan makna yang di awal tadi karena makna kedua
berarti meminta perlindungan dari segala gangguan setan dan maksiat.<br />
<br />
<br />
<strong>Keempat : </strong><em>Masuk ke tempat buang hajat terlebih dahulu dengan kaki kiri dan keluar dari tempat tersebut dengan kaki kanan.</em><br />
Untuk dalam perkara yang baik-baik seperti memakai sandal dan
menyisir, maka kita dituntunkan untuk mendahulukan yang kanan.
Sebagaimana terdapat dalam hadits,<br />
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِى
تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ<br />
<strong><em>“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih suka
mendahulukan yang kanan ketika memakai sandal, menyisir rambut, ketika
bersuci dan dalam setiap perkara (yang baik-baik).”</em></strong>[11]
Dari hadits ini, Syaikh Ali Basam mengatakan, “Mendahulukan yang
kanan untuk perkara yang baik, ini ditunjukkan oleh dalil syar’i, dalil
logika dan didukung oleh fitrah yang baik. Sedangkan untuk perkara
yang jelek, maka digunakan yang kiri. Hal inilah yang lebih pantas
berdasarkan dalil syar’i dan logika.”[12] Asy Syaukani rahimahullah
mengatakan, “Adapun mendahulukan kaki kiri ketika masuk ke tempat buang
hajat dan kaki kanan ketika keluar, maka itu memiliki alasan dari
sisi bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih suka mendahulukan
yang kanan untuk hal-hal yang baik-baik. Sedangkan untuk hal-hal yang
jelek (kotor), beliau lebih suka mendahulukan yang kiri. Hal ini
berdasarkan dalil yang sifatnya global.”[13]<br />
<br />
<br />
<strong>Kelima : </strong><em>Tidak menghadap kiblat atau pun membelakanginya.</em><br />
Dari Abu Ayyub Al Anshori, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br />
« إِذَا أَتَيْتُمُ الْغَائِطَ فَلاَ تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَلاَ
تَسْتَدْبِرُوهَا ، وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا » . قَالَ أَبُو
أَيُّوبَ فَقَدِمْنَا الشَّأْمَ فَوَجَدْنَا مَرَاحِيضَ بُنِيَتْ قِبَلَ
الْقِبْلَةِ ، فَنَنْحَرِفُ وَنَسْتَغْفِرُ اللَّهَ تَعَالَى<br />
<strong><em>“Jika kalian mendatangi jamban, maka janganlah kalian
menghadap kiblat dan membelakanginya. Akan tetapi, hadaplah ke arah
timur atau barat.” Abu Ayyub mengatakan, “Dulu kami pernah tinggal di
Syam. Kami mendapati jamban kami dibangun menghadap ke arah kiblat.
Kami pun mengubah arah tempat tersebut dan kami memohon ampun pada
Allah Ta’ala.”</em></strong>[14]<br />
<br />
Yang dimaksud dengan “hadaplah arah barat dan timur” adalah ketika
kondisinya di Madinah. Namun kalau kita berada di Indonesia, maka
berdasarkan hadits ini kita dilarang buang hajat dengan menghadap arah
barat dan timur, dan diperintahkan menghadap ke utara atau selatan.
Namun apakah larangan menghadap kiblat dan membelakanginya ketika buang
hajat berlaku di dalam bangunan dan di luar bangunan? Jawaban yang
lebih tepat, hal ini berlaku di dalam dan di luar bangunan berdasarkan
keumuman hadits Abu Ayyub Al Anshori di atas. Pendapat ini dipilih
oleh Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, Ibnu Hazm, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah[15], Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani[16] dan pendapat terakhir
dari Syaikh Ali Basam[17]. Adapun hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma yang mengatakan,<br />
ارْتَقَيْتُ فَوْقَ ظَهْرِ بَيْتِ حَفْصَةَ لِبَعْضِ حَاجَتِى ،
فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقْضِى حَاجَتَهُ
مُسْتَدْبِرَ الْقِبْلَةِ مُسْتَقْبِلَ الشَّأْمِ<br />
<strong><em>“Aku pernah menaiki rumah Hafshoh karena ada sebagian
keperluanku. Lantas aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam buang hajat dengan membelakangi kiblat dan menghadap Syam.”</em></strong>[18]<br />
<br />
Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
membelakangi kiblat ketika buang hajat. Maka mengenai hadits Ibnu
‘Umar ini kita dapat memberikan jawaban sebagai berikut.<br />
<br />
<ol>
<li>Pelarangan menghadap dan membelakangi kiblat lebih kita dahulukan daripada yang membolehkannya.</li>
<li>Perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang
menghadap dan membelakangi kiblat ketika buang hajat lebih didahulukan
dari perbuatan beliau.</li>
<li>Hadits Ibnu ‘Umar tidaklah menasikh (menghapus) hadits Abu Ayyub
Al Anshori karena apa yang dilihat oleh Ibnu ‘Umar hanyalah kebetulan
saja dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memaksudkan adanya
hukum baru dalam hal ini.[19]</li>
</ol>
Simpulannya, pendapat yang lebih tepat dan lebih hati-hati adalah
haram secara mutlak menghadap dan membelakangi kiblat ketika buang
hajat.<br />
<br />
<br />
<strong>Keenam :</strong><em> Terlarang berbicara secara mutlak kecuali jika darurat</em><em>.</em><br />
Dalilnya adalah hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,<br />
أَنَّ رَجُلاً مَرَّ وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَبُولُ فَسَلَّمَ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ.<br />
<em><strong>“Ada seseorang yang melewati Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan beliau sedang kencing. Ketika itu, orang
tersebut mengucapkan salam, namun beliau tidak membalasnya.”</strong></em>[20]<br />
<br />
Syaikh Ali Basam mengatakan, “Diharamkan berbicara dengan orang lain
ketika buang hajat karena perbuatan semacam ini adalah suatu yang
hina, menunjukkan kurangnya rasa malu dan merendahkan murua’ah (harga
diri).” Kemudian beliau berdalil dengan hadits di atas.[21] Syaikh
Abu Malik mengatakan, “Sudah kita ketahui bahwa menjawab salam itu
wajib. Ketika buang hajat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
meninggalkannya, maka ini menunjukkan diharamkannya berbicara ketika
itu, lebih-lebih lagi jika dalam pembicaraan itu mengandung dzikir
pada Allah Ta’ala. Akan tetapi, jika seseorang berbicara karena ada
suatu kebutuhan yang mesti dilakukan ketika itu, seperti menunjuki
jalan pada orang (ketika ditanya saat itu, pen) atau ingin meminta air
dan semacamnya, maka dibolehkan saat itu karena alasan darurat.
Wallahu a’lam.”[22]<br />
<br />
<br />
<strong>Ketujuh: </strong><em>Tidak buang hajat di jalan dan tempat bernaungnya manusia.</em><br />
Dalilnya adalah hadits dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br />
« اتَّقُوا اللَّعَّانَيْنِ ». قَالُوا وَمَا اللَّعَّانَانِ يَا رَسُولَ
اللَّهِ قَالَ « الَّذِى يَتَخَلَّى فِى طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ فِى
ظِلِّهِمْ ».<br />
“<strong><em>Hati-hatilah dengan al la’anain (orang yang dilaknat oleh
manusia)!” Para sahabat bertanya, “Siapa itu al la’anain (orang yang
dilaknat oleh manusia), wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Mereka
adalah orang yang buang hajat di jalan dan tempat bernaungnya
manusia.”</em></strong>[23]<br />
<br />
<strong>Kedelapan: </strong><em>Tidak buang hajat di air yang tergenang.</em><br />
Dalilnya adalah hadits Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,<br />
أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِى الْمَاءِ الرَّاكِدِ.<br />
<em><strong>“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kencing di air tergenang.”</strong></em>[24]<br />
Salah seorang ulama besar Syafi’iyah, Ar Rofi’i mengatakan, <em>“Larangan di sini berlaku untuk air tergenang yang sedikit maupun banyak karena sama-sama dapat mencemari.”</em>[25]<br />
<br />
Dari sini, berarti terlarang kencing di waduk, kolam air dan bendungan
karena dapat menimbulkan pencemaran dan dapat membawa dampak bahaya
bagi yang lainnya. Jika kencing saja terlarang, lebih-lebih lagi buang
air besar. Sedangkan jika airnya adalah air yang mengalir (bukan
tergenang), maka tidak mengapa. Namun ahsannya (lebih baik) tidak
melakukannya karena seperti ini juga dapat mencemari dan menyakiti
yang lain.[26]<br />
<br />
<br />
<strong>Kesembilan: </strong><em>Memperhatikan adab ketika istinja’ (membersihkan sisa kotoran setelah buang hajat, alias cebok),</em><br />
di antaranya sebagai berikut.<br />
<br />
1. Tidak beristinja’ dan menyentuh kemaluan dengan tangan kanan.
Dalilnya adalah hadits Abu Qotadah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,<br />
إِذَا شَرِبَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَتَنَفَّسْ فِى الإِنَاءِ ، وَإِذَا
أَتَى الْخَلاَءَ فَلاَ يَمَسَّ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ ، وَلاَ
يَتَمَسَّحْ بِيَمِينِهِ<br />
<strong><em>“Jika salah seorang di antara kalian minum, janganlah ia
bernafas di dalam bejana. Jika ia buang hajat, janganlah ia memegang
kemaluan dengan tangan kanannya. Janganlah pula ia beristinja’ dengan
tangan kanannya.”</em></strong>[27]<br />
<br />
2. Beristinja’ bisa dengan menggunakan air atau menggunakan minimal
tiga batu (istijmar). Beristinja’ dengan menggunakan air lebih utama
daripada menggunakan batu sebagaimana menjadi pendapat Sufyan Ats
Tsauri, Ibnul Mubarok, Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad dan Ishaq.[28]
Alasannya, dengan air tentu saja lebih bersih. Dalil yang menunjukkan
istinja’ dengan air adalah hadits dari Anas bin Malik, beliau
mengatakan,<br />
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا خَرَجَ لِحَاجَتِهِ
أَجِىءُ أَنَا وَغُلاَمٌ مَعَنَا إِدَاوَةٌ مِنْ مَاءٍ . يَعْنِى
يَسْتَنْجِى بِهِ<br />
<strong><em>“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk
buang hajat, aku dan anak sebaya denganku datang membawa seember air,
lalu beliau beristinja’ dengannya.”</em></strong>[29]<br />
<br />
Dalil yang menunjukkan istinja’ dengan minimal tiga batu adalah hadits
Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,<br />
إِذَا اسْتَجْمَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَجْمِرْ ثَلاَثاً<br />
<strong><em>“Jika salah seorang di antara kalian ingin beristijmar (istinja’ dengan batu), maka gunakanlah tiga batu.”</em></strong>[30]<br />
<br />
3. Memerciki kemaluan dan celana dengan air setelah kencing untuk menghilangkan was-was.<br />
Ibnu ‘Abbas mengatakan,<br />
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- تَوَضَّأَ مَرَّةً مَرَّةً وَنَضَحَ فَرْجَهُ<br />
<em><strong>“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dengan satu
kali – satu kali membasuh, lalu setelah itu beliau memerciki
kemaluannya.”</strong></em>[31]<br />
<br />
Jika tidak mendapati batu untuk istinja’, maka bisa digantikan dengan benda lainnya, asalkan memenuhi tiga syarat:<br />
[1] benda tersebut suci, [2] bisa menghilangkan najis, dan [3] bukan barang berharga seperti uang atau makanan.[32]<br />
Sehingga dari syarat-syarat ini, batu boleh digantikan dengan tisu
yang khusus untuk membersihkan kotoran setelah buang hajat. <strong> </strong><br />
<br />
<br />
<strong>Kesepuluh: </strong><em>Mengucapkan do’a “ghufronaka” setelah keluar kamar mandi.</em><br />
Dalilnya adalah hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,<br />
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا خَرَجَ مِنَ الْغَائِطِ قَالَ « غُفْرَانَكَ ».<br />
<em><strong>“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa setelah beliau
keluar kamar mandi beliau ucapkan “ghufronaka” (Ya Allah, aku memohon
ampun pada-Mu).”</strong></em>[33]<br />
<br />
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan,
“Kenapa seseorang dianjurkan mengucapkan “ghufronaka” selepas keluar
dari kamar kecil, yaitu karena ketika itu ia dipermudah untuk
mengeluarkan kotoran badan, maka ia pun ingat akan dosa-dosanya. Oleh
karenanya, ia pun berdoa pada Allah agar dihapuskan dosa-dosanya
sebagaimana Allah mempermudah kotoran-kotoran badan tersebut
keluar.”[34]<br />
Demikian beberapa adab ketika buang hajat yang bisa kami sajikan di
tengah-tengah pembaca sekalian. Semoga Allah memberi kepahaman dan
memudahkan untuk mengamalkan adab-adab yang mulia ini. Semoga Allah
selalu menambahkan ilmu yang bermanfaat yang akan membuahkan amal yang
sholih.<br />
<br />
Diselesaikan di malam hari, di Pangukan-Sleman, 7 Rabi’ul Akhir 1431 H (22/03/2010)<br />
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel <a href="http://www.muslim.or.id/" rel="nofollow" target="_blank">www.muslim.or.id</a><br />
<br />
<strong><em>Sumber : </em></strong><a href="http://elektrocyber.wordpress.com/2010/04/03/10-adab-ketika-buang-hajat/" rel="nofollow" target="_blank">http://elektrocyber.wordpress.com/2010/04/03/10-adab-ketika-buang-hajat/</a><br />
<br />
<br />
<strong>12 TEMPAT YANG DISUKAI SYETAN</strong><br />
<br />
<strong>1. Tempat Peristirahatan Unta</strong><br />
<div class="photo photo_none">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<br /></div>
</div>
Dalam hadits Abdullah bin Mughaffal radiyallohu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam: <em><strong>“Shalatlah
kalian di tempat peristirahatan (kandang) kambing dan janganlah
kalian shalat di tempat peristirahatan (kandang) unta karena
sesungguhnya unta itu diciptakan dari syaitan."</strong></em> (Lihat didalam HR. Ahmad (4/85), Ibnu Majah (769) dan Ibnu Hibban (5657) dan selainnya).<br />
<br />
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah sebagaimana yang
disebutkan di dalam "Majmu Fatawa" (19/41) ketika menjelaskan tentang
penyebab dilarangnya shalat di tempat peristirahatan unta. Yang
benar bahwa penyebab (dilarangnya shalat) di kamar mandi, tempat
peristirahatan unta dan yang semisalnya adalah karena itu adalah
tempat-tempat para setan.<strong> </strong><br />
<br />
<br />
<strong>2. Tempat Buang Air Besar dan Kecil</strong><br />
<br />
<div class="photo
photo_none">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<br /></div>
</div>
<strong></strong>Dalam
hadits Zaid bin Arqam radiyallohu ‘anhu, dan selainnya yang
diriwayatkan oleh Ahmad (4/373), Ibnu Majah (296), Ibnu Hibban (
1406), Al Hakim (1/187) dan selainnya bahwa Rasulullah Shallallohu
‘alaihi wasallam, bersabda : <strong><em>“Sesungguhnya tempat-tempat
buang hajat ini dihadiri (oleh para setan, pen), maka jika salah
seorang dari kalian hendak masuk kamar mandi (WC), ucapkanlah "Ya
Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari setan laki-laki dan
setan perempuan." الْخُبُثِ adalah setan laki-laki dan الْخَبَائِثِ
adalah setan perempuan. Demikian banyak orang yang terkena gangguan
jin adalah di tempat-tempat buang hajat."</em></strong><br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<strong>3. Lembah-lembah.</strong><br />
<br />
Sesungguhnya jin dan setan ditemukan di lembah-lembah dan tidak
ditemukan di pegunungan. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
Rahimahullah dalam "Majmu Fatawa" (19/33) : <strong><em>"Lembah-lembah
adalah tempatnya kaum jin karena sesungguhnya mereka lebih banyak
ditemukan di lembah-lembah daripada di dataran tinggi."</em></strong><br />
<br />
<br />
<strong>4. Tempat Sampah dan Kotoran.</strong><br />
<br />
<strong> </strong>Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah dalam "Majmu Fatawa"(19/41) : <strong><em>"(Para Setan) ditemukan di tempat-tempat bernajis seperti kamar mandi dan WC, tempat sampah, kotoran serta pekuburan."</em></strong><br />
<br />
<br />
<strong>5. Pekuburan.</strong><br />
<br />
Telah datang dari hadits Abu Said Al Khudri radiyallohu ‘anhu bahwa
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda: الأَرْضُ كُلُّهَا
مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ <strong><em>"Permukaan bumi itu semuanya masjid (bisa dijadikan tempat untuk shalat, pen) kecuali pekuburan dan kamar mandi."</em></strong>
(Lihat juga di HR. Ahmad (3/83), Abu Daud (492),Tirmidzi (317),
Ibnu Hibban (1699), Al Hakim (1/251) serta yang lainnya).<br />
<br />
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah sebagaimana yang
disebutkan di dalam "Majmu Fatawa" (19/41) ketika berbicara tentang
tempat-tempat jin : <strong><em>"Pada pekuburan itu terdapat sarana
menuju kesyirikan sebagaimana pekuburan juga menjadi tempat
mangkalnya para syaitan Lihat ucapan beliau sebelumnya."</em></strong><br />
<br />
Para syaitan menuntut orang yang hendak menjadi tukang sihir untuk
selalu tinggal di pekuburan. Dan disanalah para syaitan turun
mendatanginya dan tukang sihir itu bolak balik ke tempat ini. Para
syaitan menuntutnya untuk memakan sebagian orang-orang mati.<br />
<br />
<br />
<strong>6. Tempat yang Telah Rusak dan Kosong.</strong><br />
<br />
<strong> </strong>Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam "Al Adab Al
Mufrad" (579) dari Tsauban radiyallohu ‘anhu berkata : Rasulullah
Shallallohu ‘alaihi wasallam, berkata kepadaku : <strong><em>"Janganlah
kamu tinggal di tempat yang jauh dari pemukiman karena tinggal di
tempat yang jauh dari pemukiman itu seperti tinggal di kuburan."</em></strong><br />
<br />
Hadits ini hasan. Berkata lebih dari satu ulama bahwa Al Kufuur adalah
tempat yang jauh dari pemukiman manusia dan hampir tidak ada seorang
pun yang lewat di situ. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
sebagaimana yang disebutkan dalam "Majmu Fatawa" (19/40-41) ketika
berbicara tentang jin: "Oleh karena itu, (para syaitan) banyak
ditemukan di tempat yang telah rusak dan kosong."<br />
<br />
<br />
<strong>7. Lautan</strong><br />
<div class="photo photo_none">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<br /></div>
</div>
<strong> </strong><br />
Dalam hadits Jabir radiyallohu ‘anhu berkata : Bersabda Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam: <strong><em>
"Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas lautan dalam
riwayat lain di atar airdan kemudian dia pun mengutus pasukannya.</em></strong> (HR. Muslim: 2813).<br />
<br />
Dan juga datang dari hadits Abu Musa radiyallahu ‘anhu yang
diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan yang lainnya dan hadits ini
shahih. Sebagian ulama menyebutkan bahwa lautan yang dimaksud adalah
samudera "Al Haadi" karena di sanalah tempat berkumpulnya semua
benua.<br />
<br />
<strong>8. Celah-celah di Bukit.</strong><br />
<br />
Telah datang hadits Ibnu Sarjis radiyallohu ‘anhu dia berkata: bersabda Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam : <em><strong>"Janganlah salah seorang diantara kalian kencing di lubang…"</strong> Mereka berkata kepada Qatadah: </em><strong><em>"Apa yang menyebabkan dibencinya kencing di lubang?", dia berkata : "Disebutkan bahwa itu adalah tempat tinggalnya jin"</em></strong>. Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad (5/82), Abu Daud (29), An Nasaai (34), Al Hakim (1/186) dan Al Baihaqi (1/99).<br />
Lebih dari satu ulama yang membenarkan bahwa Qatadah mendengar dari
Abdullah bin Sarjis radiyallohu ‘anhu,. Lihat kitab "Jami' At
Tahshiil."<br />
Hadits ini dishahihkan oleh Al Walid Al Allamah Al Wadi'i dalam "Ash Shahih Al Musnad Mimma Laisa fii Ash Shahihain" (579).<br />
<br />
<strong>9. Tempat-tempat Kesyirikan, Bid'ah dan Kemaksiatan</strong><br />
<br />
Para setan ditemukan di setiap tempat yang di dalamnya manusia
melakukan kesyirikan, bid'ah dan kemaksiatan. Tidaklah dilakukan
kebid'ahan dan penyembahan kepada selain Allah Subhaanahu wat’ala,
kecuali syaitan memiliki andil yang cukup besar di dalamnya dan
terhadap para pelakunya.<br />
<br />
<br />
<strong>10. Rumah-rumah yang di Dalamnya Dilakukan Kemaksiatan</strong><br />
<br />
<div class="photo photo_none">
<div class="photo_img" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<br /></div>
</div>
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasalla, bersabda :<strong><em>"Sesungguhnya malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar." </em></strong>(HR.
Al Bukhari: 3226 dan Muslim : 2106 dari hadits Abu Thalhah dan
Aisyah Radhiyallahu 'anhuma dan datang pula dari para sahabat yang
lain).<br />
Jika malaikat tidak masuk ke dalam rumah, maka syaitanlah yang masuk
adalah syaitan karena malaikat adalah tentara-tentara Allah
Subhanahu wa ta’ala yang diutus untuk menjaga kaum mukminin dan
menolak kemudharatan dari mereka. Termasuk kebodohan adalah jika
seorang muslim mengusir malaikat dari rumahnya yang menyebabkan
masuknya jin dan setan ke dalamnya. Maka makmurkanlah rumah itu
dengan dzikir kepada Allah Subhanahu wata’ala, ibadah, dan membaca
Al Qur'an.<br />
<br />
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda : <strong><em>“Janganlah
kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai pekuburan karena
sesungguhnya setan itu lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan
Surat Al Baqarah."</em></strong> (HR. Muslim (780), Ahmad (2/337), Tirmidzi (2877) dan selainnya).<br />
<br />
<strong>11. Pasar-pasar</strong><br />
Telah datang dari Salman radiyallohu ‘anhu, yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim (2451) dan selainnya berkata : “Janganlah engkau menjadi
orang pertama yang masuk pasar jika engkau mampu dan jangan pula
menjadi orang paling terakhir yang keluar darinya pasar karena pasar
itu adalah tempat peperangan para syaitan dan disanalah ditancapkan
benderanya." Ucapan ini memiliki hukum marfu (disandarkan kepada
Rasululla Shallallohu ‘alaihi wasallam, pen). Yang dimaksud dengan ا
لمعر كة dalam kata " معركة الشيطان " adalah tempat peperangan para
syaitan dan mereka menjadikan pasar sebagai tempat perang tersebut
karena dia mengalahkan mayoritas penghuninya disebabkan karena
mereka lalai dari dzikrullah dan gemar melakukan kemaksiatan.<br />
<br />
Dan ucapannya " وبها ينصب رايته " (dan dengannya dipasang
benderanya), merupakan isyarat ditemukannya para syaitan untuk
mengadu domba sesame manusia.<br />
<br />
Oleh karena itu, pasar merupakan tempat yang dibenci oleh Alla
Subhanahu wata’ala. Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam
bersabda: <strong><em>“ Tempat yang paling disukai oleh Allah adalah masjid dan tempat yang paling dibenci oleh Allah adalah pasar."</em></strong><br />
<br />
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (671) dan selainnya dari
hadits Abu Hurairah radiyallohu ‘anhu. Demikianlah para setan
berkumpul di tempat-tempat yang di dalamnya gemar dilakukan
perbuatan maksiat dan kemungkaran.<br />
<br />
<strong>12. Jin dan Para Syetan Berkeliaran di Jalan-jalan dan Lorong-lorong.</strong><br />
<strong></strong>Dalam
hadits Riwayat Bukhari (3303) dan Muslim (2012) dari Jabir
radiyallohu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam
bersabda :<strong><em> “ Jika telah datang malam, maka cegahlah
anak-anak kalian untuk keluar karena sesungguhnya jin itu
berkeliaran dan melakukan penculikan. Matikan lentera di saat tidur
karena sesungguhnya binatang fasik (tikus, pen) itu kadang menarik
sumbu lampu sehingga membakar penghuni rumah tersebut".</em></strong><br />
<br />
Semoga bermanfaat Agar kita Bisa lebih berhati2 dari gangguan Setan yang Terkutuk........<br />
Salam DAYMAZ......<br />
<br />
<strong><em>Sumber : </em></strong><a href="http://daymazzone.blogspot.com/2010/08/12-tempat-yang-disukai-syetan.html" rel="nofollow" target="_blank">http://daymazzone.blogspot.com/2010/08/12-tempat-yang-disukai-syetan.html</a><br />
SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-59738881247272106402013-12-25T01:27:00.000-08:002013-12-25T01:27:19.538-08:00 7 CIRI KEBAHAGIAANIbnu Abbas ra. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat
telaten dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW, dimana ia pernah
secara khusus didoakan Rasulullah SAW, selain itu pada usia 9 tahun
Ibnu Abbas telah hafal Al-Quran dan telah menjadi imam di mesjid.
Suatu hari ia ditanya oleh para Tabi’in (generasi sesudah wafatnya
Rasulullah SAW) mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia.
Jawab Ibnu Abbas ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, yaitu :<br />
<br />
<strong>[1]. Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur.</strong><br />
Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya (qona’ah),
sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress, inilah
nikmat bagi hati yang selalu bersyukur. Seorang yang pandai bersyukur
sangatlah cerdas memahami sifat-sifat Allah SWT, sehingga apapun
yang diberikan Allah ia malah terpesona dengan pemberian dan
keputusan Allah. Bila sedang kesulitan maka ia segera ingat sabda
Rasulullah SAW yaitu : <strong><em>“Kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita”</em></strong>.<br />
<br />
<strong>Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan
memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya
dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Bila ia tetap “bandel” dengan
terus bersyukur maka Allah akan mengujinya lagi dengan kemudahan
yang lebih besar lagi. Maka berbahagialah orang yang pandai
bersyukur!</strong><br />
<br />
<br />
<strong>[2]. Al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang sholeh.</strong><br />
Pasangan hidup yang sholeh akan menciptakan suasana rumah dan
keluarga yang sholeh pula. Di akhirat kelak seorang suami (sebagai
imam keluarga) akan diminta pertanggungjawaban dalam mengajak istri
dan anaknya kepada kesholehan. Berbahagialah menjadi seorang istri
bila memiliki suami yang sholeh, yang pasti akan bekerja keras untuk
mengajak istri dan anaknya menjadi muslim yang sholeh. Demikian pula
seorang istri yang sholeh, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan
yang luar biasa dalam melayani suaminya, walau seberapa buruknya
kelakuan suaminya. Maka berbahagialah menjadi seorang suami yang
memiliki seorang istri yang sholeh.<br />
<br />
<br />
<strong>[3]. Al auladun abrar, yaitu anak yang soleh.</strong><br />
Saat Rasulullah SAW lagi thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan
seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf
Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu : <em>“Kenapa pundakmu itu ?”</em> Jawab anak muda itu : <em>
“Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang
sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah
melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat,
ketika sholat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu
menggendongnya”.</em> Lalu anak muda itu bertanya: <em>” Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua ?”</em> Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: <strong><em>“Sungguh
Allah ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi
anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu”</em></strong>.<br />
<br />
Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita
ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita,
namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang soleh,
dimana doa anak yang sholeh kepada orang tuanya dijamin dikabulkan
Allah. Berbahagialah kita bila memiliki anak yang sholeh.<br />
<br />
<br />
<strong>[4]. Albiatu sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita.</strong><br />
Yang dimaksud dengan lingkungan yang kondusif ialah, kita boleh
mengenal siapapun tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib
kita, haruslah orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap
keimanan kita. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menganjurkan kita
untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang sholeh. Orang-orang yang
sholeh akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita
bila kita berbuat salah. Orang-orang sholeh adalah orang-orang yang
bahagia karena nikmat iman dan nikmat Islam yang selalu terpancar
pada cahaya wajahnya. Insya Allah cahaya tersebut akan ikut menyinari
orang-orang yang ada disekitarnya. Berbahagialah orang-orang yang
selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sholeh.<br />
<br />
<br />
<strong>[5]. Al malul halal, atau harta yang halal.</strong><br />
Paradigma dalam Islam mengenai harta bukanlah banyaknya harta tetapi
halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya.
Dalam riwayat Imam Muslim di dalam bab sadaqoh, Rasulullah SAW pernah
bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan.<strong><em> “Kamu berdoa sudah bagus”</em></strong>, kata Nabi SAW, <em><strong>“Namun sayang makanan, minuman dan pakaian dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan”</strong></em>.<br />
<br />
Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena doanya sangat
mudah dikabulkan Allah. Harta yang halal juga akan menjauhkan setan
dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga
memberi ketenangan dalam hidupnya. Maka berbahagialah orang-orang
yang selalu dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.<br />
<br />
<br />
<strong>[6]. Tafakuh fi dien, atau semangat untuk memahami agama.</strong><br />
Semangat memahami agama diwujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu
agama Islam. Semakin ia belajar, maka semakin ia terangsang untuk
belajar lebih jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan
ciptaan-Nya. Allah menjanjikan nikmat bagi umat-Nya yang menuntut
ilmu, semakin ia belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin
tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan
memberi cahaya bagi hatinya. Semangat memahami agama akan meng
“hidup” kan hatinya, hati yang “hidup” adalah hati yang selalu
dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman. Maka berbahagialah orang
yang penuh semangat memahami ilmu agama Islam.<br />
<br />
<br />
<strong>[7]. yaitu umur yang baroqah.</strong><br />
Umur yang baroqah itu artinya umur yang semakin tua semakin sholeh,
yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Seseorang yang mengisi
hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan diisi
dengan banyak bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya,
iapun cenderung kecewa dengan ketuaannya (post-power syndrome).
Disamping itu pikirannya terfokus pada bagaimana caranya menikmati
sisa hidupnya, maka iapun sibuk berangan-angan terhadap kenikmatan
dunia yang belum ia sempat rasakan, hatinya kecewa bila ia tidak
mampu menikmati kenikmatan yang diangankannya. Sedangkan orang yang
mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat
(melalui amal ibadah) maka semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu
dengan Sang Penciptanya. Hari tuanya diisi dengan bermesraan dengan
Sang Maha Pengasih. Tidak ada rasa takutnya untuk meninggalkan dunia
ini, bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam
kehidupan berikutnya seperti yang dijanjikan Allah. Inilah semangat
“hidup” orang-orang yang baroqah umurnya, maka berbahagialah orang-orang
yang umurnya baroqah.<br />
<br />
Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu Abbas ra. mengenai 7 indikator kebahagiaan dunia.<br />
<br />
Bagaimana caranya agar kita dikaruniakan Allah ke tujuh buah
indikator kebahagiaan dunia tersebut ? Selain usaha keras kita untuk
memperbaiki diri, maka mohonlah kepada Allah SWT dengan sesering dan
se-khusyu’ mungkin membaca doa ‘sapu jagat’ , yaitu doa yang paling
sering dibaca oleh Rasulullah SAW. Dimana baris pertama doa tersebut
“Rabbanaa aatina fid dun-yaa hasanaw” (yang artinya “Ya Allah
karuniakanlah aku kebahagiaan dunia “), mempunyai makna bahwa kita
sedang meminta kepada Allah ke tujuh indikator kebahagiaan dunia yang
disebutkan Ibnu Abbas ra, yaitu hati yang selalu syukur, pasangan
hidup yang soleh, anak yang soleh, teman-teman atau lingkungan yang
soleh, harta yang halal, semangat untuk memahami ajaran agama, dan
umur yang baroqah.<br />
<br />
Walaupun kita akui sulit mendapatkan ketujuh hal itu ada di dalam
genggaman kita, setidak-tidaknya kalau kita mendapat sebagian saja
sudah patut kita syukuri.<br />
<br />
Sedangkan mengenai kelanjutan doa sapu jagat tersebut yaitu “wa fil
aakhirati hasanaw” (yang artinya “dan juga kebahagiaan akhirat”),
untuk memperolehnya hanyalah dengan rahmat Allah. Kebahagiaan akhirat
itu bukan surga tetapi rahmat Allah, kasih sayang Allah. Surga itu
hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan
karena amal soleh kita, tetapi karena rahmat Allah.<br />
Amal soleh yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap hari
puasa dan sholat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk
surga. Amal soleh sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup
kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah.<br />
<br />
Kata Nabi SAW, <strong><em>“Amal soleh yang kalian lakukan tidak bisa
memasukkan kalian ke surga”. Lalu para sahabat bertanya: “Bagaimana
dengan Engkau ya Rasulullah ?”. Jawab Rasulullah SAW : “Amal soleh
saya pun juga tidak cukup”. Lalu para sahabat kembali bertanya :
“Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?”. Nabi SAW kembali
menjawab : “Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan
Allah semata”.</em></strong><br />
<br />
Jadi sholat kita, puasa kita, taqarub kita kepada Allah sebenarnya
bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan
rahmat Allah itulah kita mendapatkan surga Allah (Insya Allah,
Amiin). (Sumber tulisan: ceramah Ustad Aam Aminudin, Lc. di Sapporo,
Jepang)<br />
<br />
<br />
Sumber : <a href="http://www.facebook.com/note.php?note_id=159719247390962&id=118807794801844&ref=mf" rel="nofollow" target="_blank">http://www.facebook.com/note.php?note_id=159719247390962&id=118807794801844&ref=mf</a>SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-22316702561133029772013-12-25T01:24:00.001-08:002013-12-25T01:24:54.562-08:0010 HAL YANG TIDAK BERMANFAAT Pada posting kali ini, kami akan membawakan beberapa faedah dari kitab
Al Fawa’id mengenai hal-hal yang sia-sia dan tidak berfaedah. Hal-hal
inilah yang banyak dilalaikan oleh kaum muslimin saat ini, termasuk
juga kami. Semoga posting kali ini bisa menjadi nasehat bagi kami dan
pembaca sekalian.<br />
<br />
<strong>Ibnu Qoyyim Al Jauziyah mengatakan bahwa ada sepuluh hal yang tidak bermanfaat.</strong><br />
<br />
<strong>[1].</strong> Memiliki ilmu namun tidak diamalkan.<br />
<br />
<strong>[2].</strong> Beramal namun tidak ikhlash dan tidak mengikuti tuntunan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.<br />
<br />
<strong>[3].</strong> Memiliki harta namun enggan untuk menginfakkan.
Harta tersebut tidak digunakan untuk hal yang bermanfaat di dunia dan
juga tidak diutamakan untuk kepentingan akhirat.<br />
<br />
<strong>[4].</strong> Hati yang kosong dari cinta dan rindu pada Allah.<br />
<br />
<strong>[5].</strong> Badan yang lalai dari taat dan mengabdi pada Allah.<br />
<br />
<strong>[6].</strong> Cinta yang di dalamnya tidak ada ridho dari yang dicintai dan cinta yang tidak mau patuh pada perintah-Nya.<br />
<br />
<strong>[7].</strong> Waktu yang tidak diisi dengan kebaikan dan pendekatan diri pada Allah.<br />
<br />
<strong>[8]</strong>. Pikiran yang selalu berputar pada hal yang tidak bermanfaat.<br />
<br />
<strong>[9].</strong> Pekerjaan yang tidak membuatmu semakin mengabdi pada Allah dan juga tidak memperbaiki urusan duniamu.<br />
<br />
<strong>[10].</strong> Rasa takut dan rasa harap pada makhluk yang dia
sendiri berada pada genggaman Allah. Makhluk tersebut tidak dapat
melepaskan bahaya dan mendatangkan manfaat pada dirinya, juga tidak
dapat menghidupkan dan mematikan serta tidak dapat menghidupkan yang
sudah mati. Itulah sepuluh hal yang melalaikan dan sia-sia.<br />
<br />
Di antara sepuluh hal tersebut yang paling berbahaya dan merupakan asal muasal segala macam kelalaian adalah dua hal yaitu: <strong>hati yang selalu lalai dan waktu yang tersia-siakan</strong>.<br />
<br />
Hati yang lalai akan membuat seseorang mengutamakan dunia daripada
akhirat, sehingga dia cenderung mengikuti hawa nafsu. Sedangkan
menyia-nyiakan waktu akan membuat seseorang panjang angan-angan.<br />
<br />
<em><strong>Padahal segala macam kerusakan terkumpul karena mengikuti
hawa nafsu dan panjang angan-angan. Sedangkan segala macam kebaikan ada
karena mengikuti al huda (petunjuk) dan selalu menyiapkan diri untuk
berjumpa dengan Rabb semesta alam.</strong></em><br />
<br />
Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Segala puji bagi
Allah, yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.<br />
<br />
<strong>Faedah ilmu dari </strong>Al Fawa’id, Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, Darul ‘Aqidah<br />
<br />
Penulis: Muhammad Abduh TuasikalArtikel Rumaysho.com Catatan di masa
silam, Panggang, Gunung Kidul, pagi hari yang penuh berkah, 16 Muharram
1430 H<br />
<br />
Sumber : <a href="http://rumaysho.com/faedah-ilmu/15-faedah-ilmu/2876-10-hal-yang-tidak-bermanfaat-dan-sia-sia-.html" rel="nofollow" target="_blank">http://rumaysho.com/faedah-ilmu/15-faedah-ilmu/2876-10-hal-yang-tidak-bermanfaat-dan-sia-sia-.html</a>SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-10992174153356010252013-12-25T01:20:00.002-08:002013-12-25T01:20:33.401-08:008 kesalahan idh<strong>Hari raya ‘Idul Fithri </strong>adalah hari yang selalu
dinanti-nanti kaum muslimin. Tak ada satu pun di antara kaum muslimin
yang ingin kehilangan moment berharga tersebut. Apalagi di negeri
kita, selain memeriahkan Idul Fithri atau lebaran, tidak sedikit pula
yang berangkat mudik ke kampung halaman. Di antara alasan mudik
adalah untuk mengunjungi kerabat dan saling bersilaturahmi. Namun ada
beberapa hal yang perlu dikritisi saat itu, yaitu beberapa amalan
yang keliru dan mungkar. Satu sisi, amalan tersebut hanyalah tradisi
yang memang tidak pernah ada dalil pendukung dalam Islam dan ada pula
yang termasuk maksiat.<br />
<br />
<strong>Pertama</strong>: <em>Tasyabbuh</em> (meniru-niru) orang kafir
dalam berpakaian. Terutama kita lihat bagaimana model pakaian
muda-mudi saat ini ketika hari raya, tidak mencerminkan bahwa mereka
muslim ataukah bukan. Sulit membedakan ketika melihat pakaian yang
mereka kenakan. Sungguh Rasulullah <em>shallallahu’alaihi wa sallam</em> telah bersabda,<br />
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ<br />
”<em>Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka</em>”[1]
Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) ini terjadi dalam hal pakaian,
penampilan dan kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan
dalil Al Qur’an, As Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’).[2]<strong> </strong><br />
<strong>Kedua</strong>: Mendengarkan dan memainkan
musik/nyanyian/nasyid di hari raya. Imam Al Bukhari membawakan dalam
Bab “Siapa yang menghalalkan khomr dengan selain namanya” sebuah
riwayat dari Abu ‘Amir atau Abu Malik Al Asy’ari telah menceritakan
bahwa dia tidak berdusta, lalu beliau menyampaikan sabda Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>,<br />
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِى أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ
وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ ، وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ
إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ ،
يَأْتِيهِمْ – يَعْنِى الْفَقِيرَ – لِحَاجَةٍ فَيَقُولُوا ارْجِعْ
إِلَيْنَا غَدًا . فَيُبَيِّتُهُمُ اللَّهُ وَيَضَعُ الْعَلَمَ ،
وَيَمْسَخُ آخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ<br />
<em>“Sungguh, benar-benar akan ada di kalangan umatku <strong>sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat musik</strong>.
Dan beberapa kelompok orang akan singgah di lereng gunung dengan
binatang ternak mereka. Seorang yang fakir mendatangi mereka untuk
suatu keperluan, lalu mereka berkata, ‘Kembalilah kepada kami esok
hari.’ Kemudian Allah mendatangkan siksaan kepada mereka dan
menimpakan gunung kepada mereka serta Allah mengubah sebagian mereka
menjadi kera dan babi hingga hari kiamat.”<strong>[3]</strong></em> Jika dikatakan menghalalkan musik, berarti musik itu haram.[4]<br />
Ibnu Mas’ud mengatakan, “<em>Nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati sebagaimana air menumbuhkan sayuran.</em>” Fudhail bin Iyadh mengatakan, “<em>Nyanyian adalah mantera-mantera zina.</em>” Adh Dhohak mengatakan, “<em>Nyanyian itu akan merusak hati dan akan mendatangkan kemurkaan Allah.</em>”[5]<br />
Imam Asy Syafi’i <em>rahimahullah</em> berkata, “Nyanyian adalah
suatu hal yang sia-sia yang tidak kusukai karena nyanyian itu adalah
seperti kebatilan. Siapa saja yang sudah kecanduan mendengarkan
nyanyian, maka persaksiannya tertolak.”[6] Ibnu Taimiyah <em>rahimahullah</em> mengatakan, “Tidak ada satu pun dari empat ulama madzhab yang berselisih pendapat mengenai haramnya alat musik.”[7]<br />
<strong>Ketiga</strong>: Wanita berhias diri ketika keluar rumah. Padahal seperti ini diharamkan di dalam agama ini berdasarkan firman Allah,<br />
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى<br />
“<em>Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-<strong>tabarruj</strong> seperti orang-orang jahiliyyah pertama</em>.” (QS. Al Ahzab: 33). Abu ‘Ubaidah mengatakan, “<em>Tabarruj</em> adalah menampakkan kecantikan dirinya.” Az Zujaj mengatakan, “<em>Tabarruj</em>
adalah menampakkan perhiasaan dan setiap hal yang dapat mendorong
syahwat (godaan) bagi kaum pria.”[8] Seharusnya berhias diri menjadi
penampilan istimewa si istri di hadapan suami dan ketika di rumah
saja, dan bukan di hadapan khalayak ramai.<br />
<strong>Keempat</strong>: Berjabat tangan dengan wanita yang bukan
mahrom. Fenomena ini merupakan musibah di tengah kaum muslimin
apalagi di hari raya. Tidak ada yang selamat dari musibah ini kecuali
yang dirahmati oleh Allah. Perbuatan ini terlarang berdasarkan sabda
Rasulullah<em> shallallahu’alaihi wa sallam</em>,<br />
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ
مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ
زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ
زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى
وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ<br />
<em>“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini
suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah
dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah
dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh).
Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan
menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan
membenarkan atau mengingkari yang demikian.”<strong>[9]</strong></em>
Jika kita melihat pada hadits di atas, menyentuh lawan jenis -yang
bukan istri atau bukan mahrom- diistilahkan dengan zina. Hal ini
berarti menyentuh lawan jenis adalah perbuatan yang haram karena
berdasarkan kaedah ushul ‘<em>apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan tersebut </em><em>juga</em><em> haram</em>’.”[10]<br />
Lihat pula bagaimana contoh dari suri tauladan kita sendiri. Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wasallam</em> bersabda,<br />
إِنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ إِنَّمَا قَوْلِي لِمِائَةِ امْرَأَةٍ
كَقَوْلِي لِامْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ أَوْ مِثْلِ قَوْلِي لِامْرَأَةٍ
وَاحِدَةٍ<br />
“<em>Sesungguhnya aku tidak akan bersalaman dengan wanita.
Perkataanku terhadap seratus wanita adalah seperti perkataanku
terhadap seorang wanita, atau seperti perkataanku untuk satu wanita.</em>“[11]<br />
<strong>Kelima</strong>: Mengkhususkan ziarah kubur pada hari raya ‘ied. Kita memang diperintahkan untuk ziarah kubur sebagaimana sabda Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>,<br />
فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ<br />
<em>“Sekarang ziarah kuburlah karena itu akan lebih mengingatkan kematian.”<strong>[12]</strong> </em>Namun
tidaklah tepat diyakini bahwa setelah Ramadhan adalah waktu terbaik
untuk menziarahi kubur orang tua atau kerabat (yang dikenal dengan
“nyadran”). Kita boleh setiap saat melakukan ziarah kubur agar hati
kita semakin lembut karena mengingat kematian. Masalahnya, jika
seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu dan meyakini
bahwa setelah Ramadhan (saat Idul Fithri) adalah waktu utama untuk <em>nyadran</em> atau <em>nyekar</em>. Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang menuntunkan hal ini.<br />
<strong>Keenam</strong>: Tidak sedikit dari yang memeriahkan Idul
Fithri meninggalkan shalat lima waktu karena sibuk bersilaturahmi.
Kaum pria pun tidak memperhatikan shalat berjama’ah di masjid. Demi
Allah, sesungguhnya ini adalah salah satu bencana yang amat besar.
Padahal Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam </em>telah bersabda,<br />
الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ<br />
“<em>Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.</em>”[13]<br />
‘Umar bin Khottob <em>rahimahullah </em>pernah mengatakan di akhir-akhir hidupnya,<br />
لاَ إِسْلاَمَ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ<em> </em><br />
“<em>Tidaklah disebut muslim orang yang meninggalkan shalat</em>.”[14]<br />
Ibnul Qayyim <em>rahimahullah </em>mengatakan, “Kaum muslimin tidaklah
berselisih pendapat (sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib
(shalat lima waktu) dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar
dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang
lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang
meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta
mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”[15]<br />
Adapun mengenai hukum shalat jama’ah, menurut pendapat yang kuat
adalah wajib bagi kaum pria. Di antara yang menunjukkan bahwa shalat
jama’ah itu wajib adalah sabda Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>,<br />
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ
فَيُحْطَبَ ، ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ، ثُمَّ آمُرَ
رَجُلاً فَيَؤُمَّ النَّاسَ ، ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ
فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ<br />
”<em>Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, ingin kiranya aku
memerintahkan orang-orang untuk mengumpulkan kayu bakar, kemudian aku
perintahkan mereka untuk menegakkan shalat yang telah dikumandangkan
adzannya, lalu aku memerintahkan salah seorang untuk menjadi imam,
lalu aku menuju orang-orang yang tidak mengikuti sholat jama’ah,
kemudian aku bakar rumah-rumah mereka</em>”.[16]<br />
Imam Asy Syafi’i <em>rahimahullah </em>mengatakan,<br />
وَأَمَّا الجَمَاعَةُ فَلاَ اُرَخِّصُ فِي تَرْكِهَا إِلاَّ مِنْ عُذْرٍ<br />
“<em>Adapun shalat jama’ah, aku tidaklah memberi keringanan bagi seorang pun untuk meninggalkannya kecuali bila ada udzur</em>.”[17]<br />
<strong>Ketujuh</strong>: Begadang saat malam ‘Idul Fitri untuk
takbiran hingga pagi sehingga kadang tidak mengerjakan shalat shubuh
dan shalat ‘ied di pagi harinya. Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau
berkata,<br />
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا<br />
“<em>Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.</em>”[18]<br />
Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
suka begadang setelah shalat ‘Isya karena beliau sangat ingin
melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat
shubuh berjama’ah. ‘Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul
orang yang begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, “<em>Apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur lelap?!</em>”[19]<br />
Takbiran yang dilakukan juga sering mengganggu kaum muslimin yang
hendak beristirahat padahal hukum mengganggu sesama muslim adalah
terlarang. Rasulullah <em>shallallahu’alaihi wa sallam</em> bersabda,<br />
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ<br />
“<em>Muslim (yang baik) adalah yang tidak mengganggu muslim lainnya dengan lisan dan tangannya.</em>”[20]
Ibnu Baththol mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits ini adalah
dorongan agar seorang muslim tidak menyakiti kaum muslimin lainnya
dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti lainnya. Al Hasan Al
Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak
menyakiti walaupun itu hanya menyakiti seekor semut”.”[21]
Perhatikanlah perkataan yang sangat bagus dari Al Hasan Al Basri.
Seekor semut kecil saja dilarang disakiti, lantas bagaimana dengan
manusia yang punya akal dan perasaan disakiti dengan suara bising atau
mungkin lebih dari itu?!<br />
<strong>Kedelapan</strong>: Memeriahkan ‘Idul Fithri dengan petasan.
Selain mengganggu kaum muslimin lain sebagaimana dijelaskan di atas,
petasan juga adalah suatu bentuk pemborosan. Karena pemborosan kata
Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas adalah menginfakkan sesuatu bukan pada
jalan yang benar. Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir
(pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada
Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat
kerusakan.”[22] Allah <em>Ta’ala</em> berfirman,<br />
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ<br />
“<em>Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan</em>.” (QS. Al Isro’: 26-27). Ibnu Katsir mengatakan, “Allah ingin membuat manusia menjauhi sikap boros dengan mengatakan: “<em>Dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan</em>”. Dikatakan demikian karena orang yang bersikap boros menyerupai setan dalam hal ini.[23]<br />
Akhir kata: “<em>Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan
selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku
melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku
bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali</em>.” (QS. Hud: 88)<br />
<em>Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.</em><br />
Direvisi ulang di pagi penuh barokah, di Panggang-Gunung Kidul, 15 Ramadhan 1431 H (25/8/2010)<br />
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal<br />
<br />
[1] HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ (1/269)
mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no.
1269.<br />
[2] Lihat penukilan ijma’ (kesepakatan ulama) yang disampaikan oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidho’ Ash Shirotil Mustaqim,
Wazarotu Asy Syu-un Al Islamiyah, cetakan ketujuh, tahun 1417 H,
1/363.<br />
[3] Diriwayatkan oleh Bukhari secara mu’allaq dengan lafazh jazm/ tegas.<br />
[4] Hadits di atas dinilai shahih oleh banyak ulama, di antaranya
adalah: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Istiqomah (1/294) dan
Ibnul Qayyim dalam Ighatsatul Lahfan (1/259). Penilaian senada
disampaikan An Nawawi, Ibnu Rajab Al Hambali, Ibnu Hajar dan Asy
Syaukani –rahimahumullah-.<br />
[5] Lihat Talbis Iblis, Ibnul Jauzi, Darul Kutub Al ‘Arobi, cetakan pertama, 1405 H, hal. 289.<br />
[6] Lihat Talbis Iblis, 283.<br />
[7] Majmu’ Al Fatawa, 11/576-577.<br />
[8] Lihat <em>Zaadul Masiir</em>, Ibnul Jauzi, Al Maktab Al Islami, 6/379-380.<br />
[9] HR. Muslim no. 6925<br />
[10] Lihat Taysir Ilmi Ushul Fiqh, Abdullah bin Yusuf Al Judai, Muassasah Ar Royan, cetakan ketiga, 1425 H, hal. 41.<br />
[11] HR. Malik 2/982. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.<br />
[12] HR. Muslim no. 976.<br />
[13] HR. An Nasa’i no. 463, Tirmidzi no. 2621, Ibnu Majah no. 1079
dan Ahmad 5/346. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.<br />
[14] Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, Ibnul Qayyim, Dar Al Imam Ahmad, cetakan pertama, 1426 H, hal. 41.<br />
[15] Ash Sholah, hal. 7.<br />
[16] HR. Bukhari no. 644 dan Muslim no. 651, dari Abu Hurairah.<br />
[17] Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, hal. 107<br />
[18] HR. Bukhari no. 568<br />
[19] Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, Asy Syamilah, 3/278.<br />
[20] HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 40<br />
[21] Syarh Al Bukhari, 1/38.<br />
[22] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah, 8/474-475.<br />
[23] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 8/474.<br />
<!-- Begin SexyBookmarks Menu Code --><br />
<br />
Sumber : Suara Islam<br />
<br />
<br />
<div class="photo photo_none">
<div class="photo_img">
<br /></div>
</div>
<div class="photo_img">
<br />
</div>
<div class="photo_img">
<br /></div>
SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-9301748725018017522013-12-25T01:17:00.002-08:002013-12-25T01:17:48.422-08:00CIRI-CIRI WANITA AHLI JANNAHRasulullah bersabda : "AWWALU MAA TUS-ALUL MARATU YAUMAL QIYAAMATI ANSHOLAATIHAA WA AN BA LIHAA" (Al Hadits). <em>"Pertama kali yang dipertanyakan kepada seorang istri pada hari kiamat adalah tentang sholatnya dan suaminya".</em><br />
<br />
Rasulullah bersabda : " Permulaan yang di perhitungkan dari seorang
lelaki (suami) adalah mengenai shalatnya, kemudian tentang istrinya dan
perkara-perkara yang di kuasainya. jika pergaulannya bersama mereka
baik dan lelaki itu baik kepada semuanya, maka Allah membuat bagus
kepadanya. Dan permulaan perkara yang di perhitung (yakin dihisab) bagi
perempuan adalah tentang sholatnya kemudian tentang hak-hak suaminya.
(al hadits)<br />
<br />
Rasulullah SAW bersabda kepada istrinya : "dimana engkau mempunyai
kewajiban kepada suami mu?, istri Beliau menjawab: "aku tidak akan
berbuat lalai dalam melayaninya, kecuali terhadap hal-hal yang kurasa
tidak mampu ku lakukan.<br />
<br />
Rasulullah SAW pun melanjutkan ; "Bagaimanapun kamu bergaul bersamanya
maka sesungguhnya suamimu adalah surga dan neraka mu". (al hadits)<br />
<br />
Tersebut dalam riwayat, bahwa Nabi SAW bersabda : "Ada empat macam
wanita yang masuk surga dan empat macam wanita yang lain masuk neraka.<br />
<em>Diantara empat macam wanita yang masuk surga itu adalah :</em><br />
1. Istri yang memelihara kesucian (kehormatan dirinya),<br />
2. Menaati perintah Allah dan menaati suaminya,<br />
3. Banyak anaknya, penyabar, mudah menerima pemberian sedikit bersama suaminya,<br />
4. Mempunyai rasa malu.<br />
<br />
yang lain adalah istri yang di tinggal mati suaminya, ia mempunyai anak
banyak tetapi ia menahan diri untuk kepentingan anak2nya, memelihara
mereka, berlaku baik kepada mereka dan tidak menikah lagi karena
khawatir jika menyia-nyiakan anak-anaknya itu.<br />
<br />
Rasulullah SAW bersabda : "Allah mengharamkan setiap orang masuk surga
sebelum aku, hanya saja melihat dari sebelah kananku seorang perempuan
yang mendahului aku menuju pintu surga.<br />
<br />
Aku bertanya : "Bagaimana perempuan ini mendahuluiku?... dijawab : "Hai
Muhamammad, dia adalah perempuan yang bagus. ia mempunyai anak-anak
yatim tetapi ia bersabar merawat mereka sehingga mencapai usia baligh.
lalu ia bersyukur kepada Allah terhadap semua itu". (al hadits)<br />
<br />
Ibnu Abbas Ra mengatakan, ada seorang perempuan dari kats'am menghadap
Rasulullah SAW, katanya : "Aku ini seorang perempuan yang masih
sendirian, aku bermaksud menikah. Sesungguhnya apa sajakah hak-hak
suami itu?<br />
Beliau menjawab : "Apabila suami menghendaki istrinya seraya terus
menggoda, sementara waktu itu istrinya masih diatas punggung unta, maka
dia tidak boleh menolaknya.<br />
Diantara hak-hak seorang suami adalah :<br />
<br />
<ol>
<li>Hendaknya istri jangan memberikan sesuatu apapun dari rumahnya
kecuali seizin suaminya. klo ia masih melakukan perbuatan itu, maka ia
berdosa dan pahalanya diberikan kepada suaminya.</li>
<li>Hendaknya istri jangan berpuasa sunnah kecuali mendapat izin dari
suaminya, kalau dia tetap berpuasa maka hanya mendapat rasa lapar dan
dahaga, puasanya tidak diterima.</li>
<li>Kalau istrinya memaksa keluar rumah tanpa memperoleh izin dari
suaminya, maka ia dilaknati oleh para malaikat, hingga kembali dan
bertaubat. (al hadits)</li>
</ol>
Rasulullah ditanya oleh putrinya Sayyidatina Fatimah Az-Zahra
tentang penglihatan Beliau SAW mengenai wanita yang ditemuinya di
neraka dan Nabi menjawab : "....Wahai putriku, (1) Perempuan yang
digantung menggunakan rambutnya sendiri adalah disebabkan ia tidak
menutup rambutnya dari pandangan laki-laki lain, (2) Perempuan yang
digantung menggunakan lidahnya disebabkan ia suka manyakiti hati
suaminya, (3) Perempuan yang digantung menggunakan kedua susunya
disebabkan ia mengotori tempat tidur suaminya (dia bersetubuh dengan
laki-laki lain), (4) Perempuan yang dipasung kedua kakinya pada kedua
susu dan kedua tangannya dirantai keubun-ubunnya, sementara Allah
memerintahkan ular dan kalajengking untuk menyiksanya, disebabkan dia
tidak mandi jinabat, tidak mandi setelah haid, dan meremehkan sholat,
(5) Perempuan yang berkepala babi dan keledai sesungguhnya perempuan itu
suka mengadu-adu lagi pendusta, (6) adapun perempuan yang berbentuk
anjing dan membakar dirinya masuk melalui mulut dan keluar melalui
duburnya, sesungguhnya disebabkan dia perempuan yang suka
mengungkit-ungkit (pemberian dari suaminya) lagi berhati dengki. <em>Wahai putriku, celaka sekali istri yang bermaksiat (durhaka) kepada suaminya". (Al hadits)</em>SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-74661831227770695222013-12-25T01:15:00.001-08:002013-12-25T01:15:29.923-08:0013 akhlaq salaf<em>Ahlus Sunnah wal Jama’ah</em> atau <em>Salafush Sholih</em>
(generasi terbaik dari umat Islam) bukan hanya mengajarkan prinsip
dalam beraqidah saja, namun Ahlus Sunnah wal Jama’ah juga bagaimanakah
berakhlaq yang mulia.<br />
<br />
Itulah yang diajarkan oleh Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> dalam haditsnya,<br />
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ صَالِحَ الأَخْلاَقِ<br />
<br />
<strong>“<em>Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan baiknya akhlaq.</em>”</strong> (HR. Ahmad 2/381, <strong><em>shahih</em></strong>)<br />
<br />
Dalam suatu hadits shahih, Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> memanjatkan do’a,<br />
اللّهُمَّ اهْدِنِى لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِى لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ<br />
<br />
<strong><em>“Allahummah-diinii li-ahsanil akhlaaqi, laa yahdi li-ahsaniha illa anta</em></strong><br />
<strong><em>(Ya Allah, tunjukilah padaku akhlaq yang baik. Tidak ada yang dapat menunjuki pada baiknya akhlaq tersebut kecuali Engkau)”</em></strong> (HR. Muslim no. 771).<br />
<br />
Maka sungguh sangat aneh jika ada yang mengklaim dirinya sebagai Ahlus
Sunnah, namun jauh dari akhlaq yang mulia. Jika ia menyatakan dirinya
mengikuti para salaf (generasi terbaik umat ini), tentu saja ia tidak
boleh mengambil sebagian ajaran mereka saja. Akhlaqnya pun harus
bersesuaian dengan para salaf. Namun saying seribu sayang, prinsip yang
satu inilah yang jarang diperhatikan. Kadang yang menyatakan dirinya
Ahlus Sunnah malah dikenal bengis, dikenal kasar, dikenal selalu
bersikap keras. Sungguh klaim hanyalah sekedar klaim. Apa manfaatnya
klaim jika tanpa bukti?<br />
<br />
Di antara bukti pentingnya akhlaq di sisi para salaf –Ahlus Sunnah wal
Jama’ah-, mereka menjadikan masalah akhlaq sebagai ushul (pokok)
aqidah dan mereka memasukkannya dalam permasalahan aqidah. Di antara
ajaran akhlaq tersebut adalah:<br />
<br />
<strong>[1] : Selalu mengajak pada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar</strong><br />
<br />
Ahlus Sunnah mengajak pada yang ma’ruf (kebaikan) dan melarang dari
kemungkaran. Mereka meyakini bahwa baiknya umat Islam adalah dengan
tetap adanya ajaran amar ma’ruf yang barokah ini. Perlu diketahui bahwa
amar ma’ruf merupakan bagian dari syariat Islam yang paling mulia.
Amar ma’ruf inilah yang merupakan sebab terjaganya jama’ah kaum
muslimin. Amar ma’ruf adalah suatu yang wajib sesuai kemampuan dan
dilihat dari maslahat dalam beramar ma’ruf. Mengenai keutamaan amar
ma’ruf nahi mungkar, Allah <em>Ta’ala</em> berfirman,<br />
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ<br />
<br />
<strong>“<em>Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar,
dan beriman kepada Allah.</em>”</strong> (QS. Ali Imron: 110)<br />
<br />
Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> juga bersabda,<br />
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ
أَضْعَفُ الإِيمَانِ<br />
<br />
<strong>“<em>Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah
ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu,
hendaklah mencegahnya dengan lisan. Jika tidak mampu juga, hendaklah
ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.</em>” </strong>(HR. Muslim no. 49)<br />
<br />
<strong>[2] : Mendahulukan sikap lemah lembut dalam berdakwah dan amar ma’ruf nahi mungkar</strong><br />
Ahlus Sunnah wal Jama’ah berprinsip bahwa hendaknya lebih mendahulukan
sikap lemah lembut ketika amar ma’ruf nahi mungkar, hendaklah pula
berdakwah dengan sikap hikmah dan memberi nasehat dengan cara yang
baik. Allah <em>Ta’ala</em> berfirman,<br />
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ<br />
<br />
<strong>“<em>Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik</em>.”</strong> (QS. An Nahl: 125)<br />
<br />
<strong>[3] : Sabar ketika berdakwah</strong><br />
Ahlus Sunnah meyakini wajibnya bersabar dari kelakukan jahat manusia
ketika beramar ma’ruf nahi mungkar. Hal ini karena mengamalkan firman
Allah Ta’ala,<br />
وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ<br />
<br />
<strong>“<em>Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah).</em>” </strong>(QS. Luqman: 17)<br />
<br />
<strong>[4] : Tidak ingin kaum muslimin berselisih</strong><br />
Ahlus Sunnah ketika menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, mereka punya
satu prinsip yang selalu dipegang yaitu menjaga keutuhan jama’ah kaum
muslimin, menarik hati setiap orang, menyatukan kalimat (di atas
kebenaran), juga menghilangkan perpecahan dan perselisihan.<br />
<br />
<strong>[5] : Memberi nasehat kepada setiap muslim karena agama adalah nasehat</strong><br />
Ahlus Sunnah wal Jama’ah pun punya prinsip untuk memberi nasehat
kepada setiap muslim serta saling tolong menolong terhadap sesama dalam
kebaikan dan takwa. Hal ini karena Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,<br />
« الدِّينُ النَّصِيحَةُ » قُلْنَا لِمَنْ قَالَ « لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ
وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ ».<br />
<br />
<strong>“<em>Agama adalah nasehat. Kami berkata, “Kepada siapa?” Beliau
menjawab, “Kepada Allah, kepada kitab-Nya, kepada Rasul-Nya dan
kepada pemimpin kaum muslimin serta kaum muslimin secara umum.</em>”</strong> (HR. Muslim no. 55)<br />
<br />
<strong>[6] : Bersama pemerintah kaum muslimin dalam beragama</strong><br />
Ahlus Sunnah wal Jama’ah juga menjaga tegaknya syari’at Islam dengan
menegakkan shalat Jum’at, shalat Jama’ah, menunaikan haji, berjihad dan
berhari raya bersama pemimpin kaum muslimin baik yang taat pada Allah
dan yang fasik. Prinsip ini jauh berbeda dengan prinsip ahlu bid’ah.<br />
<br />
<strong>[7] : Bersegera melaksanakan shalat wajib dan khusyu di dalamnya</strong><br />
Ahlus Sunnah punya prinsip untuk bersegera menunaikan shalat wajib,
mereka semangat menegakkan shalat wajib tersebut di awal waktu bersama
jama’ah. Shalat di awal waktu itu lebih utama daripada shalat di akhir
waktu kecuali untuk shalat Isya. Ahlus Sunnah pun memerintahkan untuk
khusyu’ dan thuma’ninah (bersikap tenang) dalam shalat. Mereka
mengamalkan firman Allah <em>Ta’ala</em>,<br />
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2)<br />
<br />
<strong>“<em>Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya.</em>”</strong> (QS. Al Mu’minun: 1-2)<br />
<br />
<strong>[8] : Semangat melaksanakan qiyamul lail</strong><br />
Ahlus Sunnah wal Jama’ah saling menyemangati (menasehati) untuk
menegakkan qiyamul lail (shalat malam) karena amalan ini adalah di
antara petunjuk Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam. </em>Shalat ini pun yang diperintahkan oleh Allah kepada Nabinya <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam </em>dan beliau pun bersemangat untuk taat kepada Allah <em>Ta’ala</em>. Dari ‘Aisyah <em>radhiyallahu ‘anha</em>, ia menceritakan bahwa Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>
biasa menunaikan shalat malam. Sampai kakinya pun terlihat memerah
(pecah-pecah). ‘Aisyah mengatakan, “Kenapa engkau melakukan seperti
ini wahai Rasulullah, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang
lalu dan akan datang?”. Beliau lantas mengatakan,<br />
أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا<br />
<br />
<strong>“(<em>Pantaskah aku meninggalkan tahajjudku?) Jika aku meninggalkannya, maka aku bukanlah hamba yang bersyukur.</em>”</strong> (HR. Bukhari no. 4837)<br />
<br />
<strong>[9] : Tegar menghadapi ujian</strong><br />
Ahlus Sunnah wal Jama’ah tetap teguh ketika mereka mendapatkan ujian,
yaitu bersabar dalam menghadapi musibah. Mereka pun bersyukur ketika
mendapatkan kelapangan. Mereka ridho dengan takdir yang terasa pahit.
Mereka senantiasa mengingat firman Allah Ta’ala,<br />
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ<br />
<br />
<strong>“<em>Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas</em>.”</strong> (QS. Az Zumar: 10).<br />
<br />
Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam </em>bersabda,<br />
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا
أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ
سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ<br />
<br />
<strong>“<em>Sesungguhnya ujian yang berat akan mendapatkan pahala
(balasan) yang besar pula. Sesungguhnya Allah jika ia mencintai suatu
kaum, pasti Allah akan menguji mereka. Barangsiapa yang ridho, maka
Allah pun ridho padanya. Barangsiapa yang murka, maka Allah pun murka
padanya.</em>”</strong> (HR. Tirmidzi no. 2396, <strong><em>hasan shahih</em></strong>)<br />
<br />
<strong>[10] : Tidak mengharap-harap datangnya musibah</strong><br />
Ahlus Sunnah tidaklah mengharap-harap datangnya musibah. Mereka pun
tidak meminta pada Allah agar didatangkan musibah. Karena mereka tidak
tahu, apakah nantinya mereka termasuk orang-orang yang bersabar
ataukah tidak. Akan tetapi, jika musibah tersebut datang, mereka akan
bersabar. Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,<br />
لاَ تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُوِّ ، وَسَلُوا اللَّهَ الْعَافِيَةَ ، فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا<br />
<br />
<strong>“<em>Janganlah kalian mengharapkan bertemu dengan musuh tapi
mintalah kepada Allah keselamatan. Dan bila kalian telah berjumpa
dengan musuh bersabarlah.</em>”</strong> (HR. Bukhari no. 2966 dan Muslim no. 1742)<br />
<br />
<strong>[</strong><strong>11] </strong><strong>: Tidak berputus asa dari pertolongan Allah ketika menghadapi cobaan</strong><br />
Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak berputus asa dari rahmat Allah ketika mereka mendapati cobaan. Karena Allah <em>Ta’ala</em>
melarang seseorang untuk berputus asa. Akan tetapi pada saat tertimpa
musibah, mereka terus berusaha untuk mencari jalan keluar dan
pertolongan Allah yang pasti datang. Mereka tahu bahwa di balik
kesulitan ada kemudahan yang begitu dekat. Mereka pun senantiasa
introspeksi diri, merenungkan mengapa musibah tersebut bisa terjadi.
Mereka senantiasa yakin bahwa berbagai musibah itu datang hanyalah
karena sebab kelakuan jelek dari tangan-tangan mereka (yaitu karena
maksiat yang mereka perbuat). Mereka tahu bahwa pertolongan bisa jadi
tertunda (diakhirkan) karena sebab maksiat yang dilakukan atau mungkin
karena ada kekurangan dalam mengikuti petunjuk Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>. Karena Allah Ta’ala berfirman,<br />
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ<br />
<br />
<strong>“<em>Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.”</em> </strong>(QS. Asy Syura: 30).<br />
<br />
Ahlus Sunnah tidak bersandar pada sebab-sebab yang baru muncul,
kejadian duniawi atau bersandar pada peristiwa-peristiwa alam ketika
mendapat ujian dan menanti datangnya pertolongan. Mereka tidak begitu
tersibukkan dengan memikirkan sebab-sebab tadi. Mereka sudah memandang
sebelumnya <strong>bahwa takwa kepada Allah <em>Ta’ala</em>, memohon ampun (istighfar) dari segala macam dosa dan bersandar pada Allah serta bersyukur ketika lapang</strong> adalah sebab terpenting untuk keluar segera mendapatkan kelapangan dari kesempitan yang ada.<br />
<br />
<strong>[</strong><strong>12] </strong><strong>: Tidak kufur nikmat</strong><br />
Ahlus Sunnah wal Jama’ah begitu khawatir dengan akibat dari kufur dan
pengingkaran terhadap nikmat. Oleh karena itu, Ahlus Sunnah adalah
orang yang begitu semangat untuk bersyukur pada Allah. Mereka senatiasa
bersyukur atas segala nikmat, yang kecil atau pun yang besar. Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,<br />
انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ
هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ<br />
<br />
<strong>“<em>Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah
harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di
atasmu. Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan
nikmat Allah padamu</em>.”</strong> (HR. Muslim no. 2963)<br />
<br />
<strong>[</strong><strong>13] </strong><strong>: Selalu menghiasi diri dengan akhlaq yang mulia</strong><br />
Ahlus Sunnah selalu menghiasi diri dengan akhlaq yang mulia dan baik. Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,<br />
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا<br />
<br />
<strong>“<em>Orang mukmin yang sempurna imannya adalah yang baik akhlaqnya.</em>” </strong>(HR. Tirmidzi no. 1162, Abu Daud no. 4682 dan Ad Darimi no. 2792, <strong><em>hasan shahih</em></strong>)<br />
<br />
Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam </em>juga bersabda,<br />
إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَىَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّى مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلاَقًا<br />
<br />
<strong>“<em>Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan
yang tempat duduknya lebih dekat kepadaku pada hari kiamat ialah orang
yang bagus akhlaqnya.</em>” </strong>(HR. Tirmidzi no. 2018, <strong><em>shahih</em></strong>)<br />
<br />
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ<br />
<strong>“<em>Sesungguhnya seorang mukmin akan mendapatkan kedudukan ahli puasa dan shalat dengan ahlak baiknya.</em>” </strong>(HR. Abu Daud no. 4798, <strong><em>shahih</em></strong>)<br />
<br />
مَا مِنْ شَىْءٍ يُوضَعُ فِى الْمِيزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ
وَإِنَّ صَاحِبَ حُسْنِ الْخُلُقِ لَيَبْلُغُ بِهِ دَرَجَةَ صَاحِبِ
الصَّوْمِ وَالصَّلاَةِ<br />
<br />
<strong>“<em>Tidak ada yang lebih berat dalam timbangan daripada akhlak
yang baik, dan sesungguhnya orang yang berakhlak baik akan mencapai
derajat orang yang berpuasa dan shalat.</em>”</strong> (HR. Tirmidzi no. 2003, <strong><em>shahih</em></strong>)<br />
<br />
Semoga yang singkat ini bermanfaat.<br />
<strong> Referensi</strong>: <strong><em>Min Akhlaq Salafish Sholih</em></strong>, ‘Abdullah bin ‘Abdul Hamid Al Atsari, Dar Ibnu Khuzaimah.<br />
<br />
Panggang-GK, 2 Jumadits Tsani 1431 H (15/05/2010)<br />
Artikel <a href="http://www.rumaysho.com/" rel="nofollow" target="_blank">www.rumaysho.com</a> (M. A. Tuasikal)<br />
<br />
Sumber : <a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/akhlak/3046-13-akhlak-utama-salafush-sholih.html" rel="nofollow" target="_blank">http://rumaysho.com/belajar-islam/akhlak/3046-13-akhlak-utama-salafush-sholih.html</a><br />
SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-43260593740893428672013-12-25T01:12:00.004-08:002013-12-25T01:12:55.079-08:0029 langkah menggapai jannahMungkin diantara kita ada yang pernah mengalami kejadian berikut ini
saat seseorang mengeluh ketika diajak untuk shalat berjama'ah di
masjid, ia berkata: "Wah saya malu, saya ini kotor, terlalu banyak
dosa. Hidup saya penuh lumpur dosa." Satu sisi ada baiknya, ketika
kita masih punya rasa malu dan menyadari punya dosa. Karena memang
setiap orang pasti punya dosa.<br />
<br />
Adalah menjadi sesuatu yang tidak pantas ketika hal itu dijadikan
sebagai alasan untuk menolak melakukan kebaikan, seperti ikut
pengajian dan shalat berjam'ah ke masjid.<br />
Padahal dengan shalat, dosa dan kesalahan seseorang akan terkikis.
Bukankah ajaran Islam merupakan pentazkiyah (penyuci), baik noda hati
maupun dosa.<br />
<br />
Perlu kita ingat kembali bahwa petunjuk Islam yang mengantarkan pada
pembersihan dosa. Sebagai pendosa mestinya tidak layak untuk malu
melakukan kebaikan yang akan membersihkan dirinya, sementara tidak
malu untuk melakukan berbagai kemaksiatan. Berikut ini
langkah-langkah pengikis dosa, sekaligus sarana untuk menggapai
surga:<strong> </strong><br />
<br />
<strong>1. TAUBAT</strong>"<br />
Barangsiapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, niscaya Allah akan mengampuninya". (HR. Muslim, no. 2703)<br />
<br />
Dalam riwayat lain:"Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla menerima taubat seorang hamba selama ruh belum sampai ditenggorokan".<br />
<br />
<strong>2. MENUNTUT ILMU</strong><br />
<strong> </strong>"Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut
ilmu, niscaya Allah memudahkan baginya dengan ilmu itu jalan menuju
ke surga".<br />
(HR. Muslim, no. 2699)<strong> </strong><br />
<br />
<strong>3. SENANTIASA MENGINGAT ALLAH SUBHÂNAHU WA TA'ÂLA</strong><br />
<strong> </strong>"Inginkah kalian aku tunjukkan kepada amalan-amalan
yang terbaik, tersuci di sisi Allah, tertinggi dalam tingkatan
derajat, lebih utama daripada mendermakan emas dan perak, dan lebih
baik daripada menghadapi musuh lalu kalian tebas batang lehernya, dan
merekapun menebas batang leher kalian. Mereka berkata; ‘Tentu', lalu
beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; ‘Dzikir kepada
Allah'.<br />
(HR. at-Tirmidzi, no. 3347)<strong> </strong><br />
<br />
<strong>4. MEMPELAJARI AL-QURÂN DAN MENGAJARKANNYA</strong><br />
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qurân dan mengajarkannya". (HR. Bukhori, Juz 9/no. 66)<strong> </strong><br />
<br />
<strong>5. MENYEBARKAN SALAM</strong>"Kalian tidak akan masuk surga
sehingga beriman, dan tidaklah sempurna iman kalian sehingga kalian
berkasih sayang. Maukah aku tunjukkan suatu amalan yang jika kalian
lakukan akan menumbuhkan rasa kasih sayang diantara kalian ? (yaitu)
Sebarkanlah salam". (HR. Muslim, no. 54)<strong> </strong><br />
<br />
<strong>6. MENCINTAI KARENA ALLAH SUBHÂNAHU WA TA'ÂLA</strong><br />
"Sesungguhnya Allah berfirman pada hari Kiamat: Dimanakah orang-orang
yang mencintai karena keagungan-Ku ? Hari ini Aku akan menaunginya
dalam naungan-Ku, pada hari dimana tidak ada naungan selain
naungan-Ku". (HR. Muslim, no. 2566)<strong> </strong><br />
<br />
<strong>7. MEMBESUK ORANG YANG SAKIT</strong><br />
"Tidaklah seorang muslimpun membesuk orang muslim yang sedang sakit
pada pagi hari kecuali ada 70.000 malaikat bershalawat kepadanya
hingga sore harinya, dan apabila ia menjenguk pada sore harinya
mereka (para malaikat) akan bershalawat kepadanya hingga pagi hari,
dan akan diberikan kepadanya sebuah taman di surga". (HR.
at-Tirmidzi, no. 969)<strong> </strong><br />
<br />
<strong>8. MEMBANTU MELUNASI HUTANG</strong><br />
"Barangsiapa meringankan beban orang yang berada dalam kesulitan,
maka Allah akan meringankan bebannya di dunia dan di akhirat".<br />
(HR. Muslim, no. 2699)<strong> </strong><br />
<br />
<strong>9. MENUTUP AIB ORANG LAIN</strong>"<br />
Tidaklah seorang hamba menutup aib hamba yang lain di dunia kecuali
Allah akan menutup aibnya di hari Kiamat". (HR. Muslim, no. 2590)<strong> </strong><br />
<br />
<strong>10. MENYAMBUNG TALI SILATURAHIM</strong><br />
<strong> </strong>"Silaturahim itu tergantung di ‘Arsy (Singgasana
Allah ‘Azza wa Jalla) seraya berkata: "Barangsiapa yang menyambungku
maka Allah akan menyambung hubungan dengannya, dan barangsiapa yang
memutuskanku maka Allah akan memutus hubungan dengannya". (HR.
Bukhori, Juz 10/no. 423 dan Muslim, no. 2555)<strong> </strong><br />
<br />
<strong>11. MENAHAN MARAH</strong><br />
<strong> </strong>"Barangsiapa menahan marah padahal ia mampu
menampakkannya maka kelak pada hari Kiamat Allah akan memanggilnya di
hadapan para makhluk dan menyuruhnya untuk memilih bidadari yang ia
sukai". (HR. at-Tirmidzi, no 2022)<strong> </strong><br />
<br />
<strong>12. MENANGGUNG BEBAN HIDUP ANAK YATIM</strong><br />
"Saya dan penanggung beban hidup anak yatim itu di surga seperti ini,
seraya beliau menunjukkan kedua jarinya: jari telunjuk dan jari
tengah". (HR. Bukhori, Juz 10/no. 365)<strong> </strong><br />
<br />
<strong>13. BERSYAHADAT SETELAH BERWUDHU</strong><br />
<strong>'</strong>"Barangsiapa berwudhu' lalu
memperbagus/menyempurnakan wudhu'nya kemudian ia mengucapkan, {Saya
bersaksi bahwa tiada Ilah yang haq selain Allah tiada sekutu
bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Muhammad hamba dan utusan-Nya, Ya
Allah jadikanlah aku termasuk orang yang bertaubat dan jadikanlah aku
termasuk orang-orang yang bersuci'}, maka dibukakan baginya
pintu-pintu surga dan ia dapat memasukinya dari pintu mana saja yang
ia kehendaki". (HR. Muslim, no. 234)<br />
<br />
<strong>14. MENGUCAPKAN DO'A SETELAH AZAN</strong><br />
"Barangsiapa mengucapkan do'a ketika mendengar seruan azan: {Ya Allah
pemilik panggilan yang sempurna dan shalat yang ditegakkan, berilah
Muhammad wasilah (derajat paling tinggi di surga) dan kelebihan, dan
bangkitkanlah ia dalam kedudukan terpuji yang telah Engkau janjikan
kepadanya}, maka ia berhak mendapatkan syafa'atku pada hari Kiamat".
(HR. Bukhori, Juz 2/no. 77)<br />
<br />
<strong>15. MEMBANGUN MASJID</strong><br />
<strong> </strong>"Barangsiapa membangun mesjid karena mengharapkan keridhaan Allah maka dibangunkan baginya yang serupa di surga".<br />
(HR. Bukhori, no. 450)<strong> </strong><br />
<br />
<strong>16. BERSIWAK</strong><br />
"Kalaulah tidak akan mempersulit umatku niscaya saya perintahkan mereka untuk bersiwak pada setiap shalat".<br />
(HR. Bukhori, Juz 2/no. 331 dan Muslim, no.252)<strong> </strong><br />
<br />
<strong>17. SAAT DIKABULKANNYA PERMOHONAN PADA HARI JUM'AT</strong><br />
<strong> </strong>"Pada hari ini terdapat suatu saat bilamana seorang
hamba muslim bertepatan dengannya sedangkan ia berdiri shalat seraya
bermohon kepada Allah sesuatu, tiada lain ia akan dikabulkan
permohonannya". (HR. Bukhori, Juz 2/no. 344 dan Muslim, no. 852)<strong> </strong><br />
<br />
<strong>18. MENGIRINGI SHALAT FARDHU DENGAN SHALAT SUNNAH RAWATIB</strong><br />
"Tidaklah seorang muslim shalat karena Allah setiap hari 12 raka'at
sebagai shalat sunnat selain shalat fardhu, kecuali Allah
membangunkan baginya rumah di surga". (HR. Muslim, no. 728)<strong> </strong><br />
<br />
<strong>19. SHALAT MALAM</strong><br />
<strong> </strong>"Shalat paling afdhal setelah shalat fardhu adalah shalat malam". (HR. Muslim, no. 1163)<br />
<br />
<strong>20. SHALAT DHUHA</strong><br />
<strong> </strong>"Setiap persendian dari salah seorang diantara
kalian pada setiap paginya memiliki kewajiban sedekah, sedangkan
setiap tasbih itu adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah,
setiap takbir itu sedekah, memerintahkan kepada yang ma'ruf itu
adalah sedekah dan mencegah dari yang mungkar adalah sedekah, tetapi
semuanya itu dapat terpenuhi dengan melakukan shalat 2 rak'at dhuha".
(HR. Muslim, no. 720)<strong> </strong><br />
<br />
<strong>21. SHALAWAT KEPADA RASULULLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM</strong><br />
"Barangsiapa bershalawat kepadaku satu kali maka Allah membalas shalawatnya itu sebanyak 10 kali". (HR. Muslim, no. 384)<br />
<br />
<strong>22. PUASA 6 HARI PADA BULAN SYAWAL</strong><br />
<strong> </strong>"Barangsiapa melakukan puasa Ramadhan, lalu ia
mengiringinya dengan puasa 6 hari pada bulan syawal maka hal itu
seperti puasa sepanjang masa". (HR. Muslim, no. 1164)<strong> </strong><br />
<br />
<strong>23. PUASA ARAFAH</strong><br />
"Puasa pada hari ‘Arafah (9 Dzulhijjah) dapat melebur (dosa-dosa)
tahun yang lalu dan yang akan datang". (HR. Muslim, no. 1162)<strong> </strong><br />
<br />
<strong>24. PUASA ‘ASYURA</strong><br />
"Dan dengasn puasa hari ‘Asyura (10 Muharram) saya berharap kepada Allah dapat melebur dosa-dosa setahun sebelumnya".<br />
(HR. Muslim, no. 1162)<br />
<br />
<strong>25. SEDEKAH</strong><br />
"Sedekah itu menghapuskan kesalahan sebagaimana air memadamkan api". (HR. at-Tirmidzi, no. 2616)<strong> </strong><br />
<br />
<strong>26. BERAMAL SHALIH PADA 10 HARI DI BULAN DZULHIJJAH</strong><br />
"Tiada hari-hari beramal shalih pada saat itu yang lebih dicintai
oleh Allah daripada hari-hari ini, yaitu 10 hari pada bulan
Dzulhijjah. Para shahabat bertanya, dan tidak pula jihad di jalan
Allah ? Beliau bersabda, tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali
orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya kemudian ia tidak kembali
lagi dengan dengan membawa sesuatu apapun". (HR. Bukhori, Juz 2/no.
381)<br />
<br />
<strong>27. MENYALATI MAYIT DAN MENGIRINGI JENAZAH</strong><br />
<strong> </strong>"Barangsiapa ikut menyaksikan jenazah sampai
dishalatkan maka ia memperoleh pahala satu qirat, dan barangsiapa
yang menyaksikannya sampai dikubur maka baginya pahala dua qirat.
Lalu dikatakan: Apakah dua qirat itu ? Beliau menjawab; Seperti dua
gunung besar". (HR. Bukhori, Juz 3/no. 158)<strong> </strong><br />
<br />
<strong>28. MENYINGKIRKAN GANGGUAN DARI JALAN</strong><br />
"Saya telah melihat seseorang bergelimang di dalam kenikmatan surga
dikarenakan ia memotong pohon dari tengah-tengah jalan yang mengganggu
orang-orang". (HR. Muslim)<strong> </strong><br />
<br />
<strong>29. BERBUAT BAIK KEPADA HEWAN</strong>"Ada seseorang melihat
seekor anjing yang menjilat-jilat debu karena kehausan maka orang
tersebut mengambil sepatunya dan memenuhinya dengan air kemudian
meminumkannya pada anjing tersebut, maka Allah berterima kasih
kepadanya dan memasukkannya ke dalam surga". (HR. Bukhori)<br />
<br />
<strong>Sumber:</strong> 60 Baaban min abwaabi al-Ajri wa Kaffaraati
al-Akhathaaya, Daarul Wathan, Diterjemahkan oleh Abdurrauf Amak, Lc
(Dikutip dari Majalah Nikah Vol. 3 No. 9 Desember 2004) <br />
<br />
Sumber : <a href="http://www.facebook.com/notes/suara-islam/29-langkah-menggapai-surga/108166805910743" rel="nofollow" target="_blank">http://www.facebook.com/notes/suara-islam/29-langkah-menggapai-surga/108166805910743</a><br />
<br />
<div class="photo_img">
<br />
</div>
<div class="photo_img">
<br /></div>
<div class="photo_img">
<br />
</div>
<em><strong></strong></em>SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-26270667178829203662013-12-24T22:33:00.001-08:002013-12-24T22:33:58.598-08:00riya'Salah satu syarat diterimanya ibadah seorang hamba adalah hadirnya keikhlasan. Allah SWT berfirman,
<br />
<em>“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepadanya dalam (menjalankan) agama dengan
lurus, ….” </em><strong>(al-Bayyinah (98) : 5)</strong><br />
<em> </em><br />
Keikhlasan merupakan rahasia yang berkaitan dengan kerja hati dan
kejiwaan, dan apabila hati dan kejiwaan dikuasai oleh kemurnian tauhid,
maka keikhlasan akan selalu hadir dalam setiap ibadah. Akan tetapi,
apabila kemurnian tauhid terkotori, maka akan timbul penyakit hati yang
sangat berbahaya, sekaligus rival keikhlasan yang senantiasa menyerang
dan merintanginya. Penyakit itu adalah riya.<br />
<strong> </strong><br />
<strong> </strong><br />
<strong>Pengertian Riya</strong><br />
Secara etimologi, kata <em>riya’</em> berasal dari akar kata <em>ru’yah</em>. Apabila dikatakan si Fulan riya, berarti dia melakukan sesuatu yang ingin dilihat atau diperhatikan orang lain .<br />
Adapun dalam tinjaun terminologi, riya adalah sikap muslim yang ingin
diperhatikan orang lain dalam melakukan aktivitas kebaikan, dengan
tujuan untuk mendapatkan kedudukan, pujian, atau tujuan-tujuan lain yang
bersifat duniawi. Dengan kata lain, riya berarti melakukan amal untuk
selain Allah SWT.<br />
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan masalah motif beribadah.
Oleh karena itulah, hadirnya keikhlasan merupakan hal mutlak yang harus
dipenuhi. Motif-motif ibadah selain Allah harus disingkirkan
sejauh-jauhnya, termasuk di antaranya adalah riya itu sendiri. Bahkan,
secara spesifik penyakit riya ini dilarang dengan tegas dalam Al-Qur`an
dan Sunnah oleh karena ia<strong> </strong>akan menghanguskan nilai ibadah pahala kita. Allah SWT berfirman,<br />
<em>“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan (si
penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya dengan riya kepada
manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka
perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah,
kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak
bertanah). Mereka tidak mengusai sesuatu pun dari apa yang mereka
usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.”</em> <strong>(al-Baqarah (2) : 264)</strong><br />
Rasulullah saw. bersabda, <em>“’Sesungguhnya, yang paling aku
takutkan atas kalian adalah syirik kecil.’ Sahabat bertanya, ‘Apa yang
dimaksud dengan syirik kecil, Ya, Rasulullah?’ Rasulullah saw. menjawab,
‘Syirik kecil adalah riya.’”</em> <strong>(HR. Ahmad) </strong><a href="http://www.masjidalamanah.com/2011/04/riya/#_ftn1">[1]</a><br />
<br />
<strong> </strong><br />
<strong> </strong><br />
<strong>Sebab-Sebab Riya</strong><br />
Hal penting yang perlu kita ketahui dalam masalah riya adalah
sebab-sebab yang bisa menjatuhkan diri kita dalam penyakit ini. Di
antara sebab-sebabnya adalah sebagai berikut.<br />
1. Lingkungan keluarga.<br />
Keluarga merupakan tempat di mana anggota-anggotanya berinteraksi
secara intens sehingga yang terjadi adalah saling mempengaruhi antara
satu dengan yang lain. Apabila seseorang hidup dalam sebuah keluarga
yang kental dengan tampilan-tampilan riya, maka sulit untuk tidak jatuh
pada penyakit ini, terlebih anak-anak yang punya kecenderungan untuk
mengikuti orang tua. Maka, langkah strategis yang harus dilakukan orang
tua adalah memperdalam ajaran Islam sehingga sang anak akan mampu
membentengi dan memproteksi dirinya dari riya.<br />
2. Pengaruh teman.<br />
Sebagaimana keluarga mempunyai pengaruh yang kuat dalam mempengaruhi
putih hitamnya perilaku kita, teman pun demikian, sehingga Allah SWT
senantiasa menganjurkan kepada kita agar kita mencari dan menjadikan
orang-orang yang saleh sebagai mitra kita atau teman dalam bergaul kita.
Allah telah menggambarkan sebuah penyesalan hambanya yang salah dalam
berinteraksi. Allah SWT berfirman,<br />
<em>“Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku).” </em><strong>(al-Furqaan (25) : 28)</strong><br />
3. Tidak mengenal Allah SWT dengan baik.<br />
Ketidaktahuan seseorang akan kedudukan keagungan Allah SWT dan
kebesaran-Nya akan menghantarkan pada tampilan sikap dalam beribadah
kepada Allah SWT. Maka, mengenal Allah merupakan hal yang urgen sekali
oleh karena dengan cara itulah kita akan terjaga dari
kesalahan-kesalahan dalam beribadah kepada Allah, termasuk munculnya
penyakit riya.<br />
4. Keinginan yang berlebihan untuk menjadi pemimpin atau meraih jabatan dan kedudukan.<br />
5. Ketamakan kepada harta<br />
6. Kekaguman yang berlebihan dari orang lain.<br />
Kekaguman yang berlebihan dari orang lain manakala tidak dikelola
dengan baik bisa menjadikan orang yang dikagumi membusungkan dadanya dan
lupa kepada Allah SWT sehingga timbullah sikap riya. Penyebabnya, ia
akan senantiasa mencari celah agar sikap, perilaku, dan ibadahnya
senantiasa mendapat sanjungan orang lain.<br />
7. Kekhawatiran penilaian yang kurang menyenangkan dari orang lain.<br />
<br />
<strong>Ciri-ciri Orang Yang Memiliki Sifat Riya</strong><br />
<strong> </strong><br />
<strong> </strong><br />
<strong> </strong><br />
<strong> </strong>Pengetahuan kita tentang ciri-ciri orang yang
mempunyai sifat riya merupakan hal penting oleh karena kita akan
melakukan penyikapan-penyikapan yang jelas terhadap mereka yang terkena
penyakit ini. Minimal ada tiga ciri dasar dari orang yang mempunyai
sifat riya:<br />
1. Munculnya keseriusan dan giat dalam bekerja manakala mendapat
pujian dan sanjungan, dan akan malas manakala tidak ada pujian, bahkan
meninggalkan pekerjaannya manakala dicela oleh orang lain;<br />
2. Tampilnya profesionalisme kerja manakala dia bekerja secara
kolektif, dan apabila bekerja secara individu yang muncul adalah
kemalasan yang sangat;<br />
3. Konsisten di dalam menjaga batasan-batasan Allah SWT apabila
bersama orang lain, dan melakukan pelanggaran-pelanggaran manakala dia
sendirian.<br />
<br />
<strong>Dampak Dari Sifat Riya</strong><br />
<strong> </strong><br />
<strong> </strong><br />
<strong> </strong>Karena sifat riya merupakan penyakit hati, sudah
barang tentu dia mempunyai efek negatif dalam kehidupan kaum Muslimin,
baik secara pribadi maupun dalam bentuk amal islami. Berikut ini adalah
dampak negatif dari sifat riya.<br />
<strong>1. Dampak riya terhadap pelakunya</strong><br />
a. Terhalangi dari petunjuk dan taufik Allah SWT.<br />
b. Menimbulkan keguncangan jiwa dan kesempitan hidup.<br />
c. Hilangnya karismatika dirinya pada orang lain.<br />
d. Hilangnya profesionalisme dalam bekerja.<br />
e. Terjerumus pada sikap ujub, terperdaya, dan sombong.<br />
f. Batalnya amal ibadah yang dilakukan.<br />
g. Akan mendapat azab pada hari akhir.<br />
<br />
<strong>2. Dampak riya terhadap amal islami</strong><br />
Efek negatif riya yang paling dominan dalam amal islami adalah
tertundanya banyak pekerjaan dan terjadinya akumulasi biaya pekerjaan
yang besar. Hal itu dilatari karena setiap pekerjaan yang dilakukan
menunggu sanjungan orang lain yang pada waktu yang bersamaan akan
berimbas pada pembiayaan pekerjaan. Betapa banyaknya pekerjaan-pekerjaan
besar yang terbengkalai manakala kaum Muslimin terjangkit penyakit ini.
Maka, manakala kita mengetahui dampak negatifnya yang begitu besar,
baik secara individu maupun kolektif, menjadi sebuah kewajiban bagi kita
untuk menghilangkan dan memusnahkan sifat ini dari diri kita.<br />
<br />
<strong>Terapi Sifat Riya</strong><br />
<strong> </strong><br />
<strong> </strong><br />
<strong> </strong><br />
Islam adalah agama yang solutif sehingga tatkala riya yang merupakan
rival keikhlasan, yang dapat membatalkan nilai ibadah dan amal-amal
kita, Islam tidak membiarkan begitu saja tanpa adanya solusi atau terapi
untuk memproteksi diri kita dari sifat yang berbahaya ini. Berikut ini
adalah terapi sifat riya.<br />
1. Mengetahui dan senantiasa ingat terhadap dampak negatif riya.<br />
2. Menjauhkan diri kita dalam berinteraksi sosial dari orang-orang yang mengidap penyakit riya.<br />
3. Mengenal Allah SWT dengan baik.<br />
4. Melakukan perlawanan (jihad) melawan hawa nafsu yang selalu
mendorong dan menjatuhkan kita ke dalam pelanggaran-pelanggaran kepada
Allah, termasuk riya.<br />
5. Komitmen terhadap akhlak Islam.<br />
6. Berusaha semaksimal mungkin untuk memahami nash-nash Al-Qur`an dan Sunnah yang melarang sifat riya.<br />
7. Menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya sandaran kita dan tempat berlindung kita.<br />
<br />
<br />
<hr size="1" />
<a href="http://www.masjidalamanah.com/2011/04/riya/#_ftnref1">[1]</a> . Imam Ahmad. <em>Musnad. </em>Juz 5, hlm. 428-429SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-30239448970785615682013-12-24T01:29:00.002-08:002013-12-24T01:29:28.490-08:00tabayun<strong>Pengertian Tabayyun</strong><br />
Dari aspek bahasa, kata tabayyun memiliki 3 pengertian yang berdekatan seperti berikut :<br />
1) Mencari kejelasan suatu masalah hingga tersingkap dengan jelas kondisi yang sebenarnya.<br />
2) Mempertegas hakikat sesuatu.<br />
3) Berhati-hati terhadap sesuatu dan tidak tergesa-gesa.<br />
{<strong>يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ
بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا
عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ (الحجرات : 6)</strong><br />
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya
yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Al Hujurat 6)<br />
<strong><br />
Menurut Istilah Syara’</strong><br />
Tabayyun adalah Ketidakhati-hatian terhadap informasi yang beredar
terkait dengan kaum muslimin tanpa didasari dengan pemahaman yang
mendalam. Hal ini sesuai dengan firman Allah berikut :<br />
<strong>{إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ
بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا
وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ (النور :15)}</strong><br />
(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke
mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui
sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal
dia pada sisi Allah adalah besar. (An Nur 15)<br />
Firman Allah dalam surat An Nur 15 itu sendiri merupakan penjelasan
terhadap peristiwa hadistul ifki (berita bohong) berupa fitnah keji yang
dihembuskan oleh Abdullah bin Ubay seorang dedengkot munafik kepada
Aisyah Radhiallahu ‘Anha. Dan kemudian Allah memberikan petunjuk bahwa
Aisyah suci dari segala fitnah, dan juga petunjuk bagaimana sikap yang
harus diambil untuk menghadapi fitnah.<br />
<strong><br />
Penyebab Lahirnya Sikap Tidak Tabbayun</strong><br />
<strong>1) </strong><strong>Lupa</strong><br />
<strong>يقول </strong><strong>رسول الله صلى الله عليه وسلم ( كل ابن آدم خطاء وخير الخطائين التوابون )</strong><strong>.</strong><br />
Rasulullah bersabda, “Setiap anak adam rentan terhadap kesalahan.
Orang terbaik ketika bersalah adalah mereka-mereka yang bertaubat
secepatnya”.<br />
<strong>2) </strong><strong>Terpesona dengan istilah yang beredar.</strong><br />
<strong>قال </strong><strong>النبي صلى الله عليه وسلم : ( إنكم
تختصمون إلى ولعلل بعضكم ألحن بحجته من بعض فمن قضيت له بحق أخيه شيئا
بقوله فإنما أقطع له قطعة من النار فلا يأخذها )</strong><strong>.</strong><br />
Sabda Rasulullah saw, “Kalian mengadukan permasalahan yang kalian
perselisihkan kepadaku. Di antara kalian ada yang pintar bersilat lidah
dibanding dengan laiinnya. Barang siapa yang aku putuskan berhak
terhadap sebuah barang, padahal itu milik sesamanya, maka itu seperti
aku memberikannya setumpuk bara api. Karenanya, janganlah mengambilnya.<br />
<strong>3) </strong><strong>Tidak </strong><strong>Mengetahui Metodologi Tabayyun</strong><br />
Kejahilan seseorang terhadap metodologi tabayun seringkali menjadi
penyebab utama tidak terjadinya mekanisme tabayun di tengah umat ini.
Pembahasan tentang metodologi tabayun Islami akan dijelaskan di bawah.<br />
<strong>4) </strong><strong>Terpesona Dengan Dunia</strong><br />
<div style="text-align: center;">
قوله سبحانه :{<strong>يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا
وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَى إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا
تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ
كَثِيرَةٌ كَذَلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ
فَتَبَيَّنُوا إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا (النساء :
94) </strong>}</div>
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan
Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang
mengucapkan “salam” kepadamu: “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu
membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia,
karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu
dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (An Nisa 94)<br />
<strong><br />
Metodologi tabayyun islami </strong><br />
<strong>1) </strong><strong>Mengembalikan permasalahan kepada Allah dan Rasul-Nya serta ahli terkait.</strong><br />
<strong>قال سبحانه {وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ
الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي
الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ
وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ
الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا (النساء : 83)}</strong><br />
Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau
pun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka
menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena
karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan,
kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu). (An Nisa 83)<br />
<strong>2) </strong><strong>Bertanya Langsung Kepada Pelaku Utama.</strong><br />
<strong> <img alt=":(" class="wp-smiley" src="http://www.masjidalamanah.com/wp-includes/images/smilies/icon_sad.gif" />
<span style="font-size: large;">يا حاطب ما هذا ؟ فقال : يا رسول الله لا تعجل على إني كنت امرءا ملصقا
من المهاجرين من لهم قرابات يحمون بها أهلهم وأموالهم فأحببت إذا فاتني ذلك
من النسب فيهم أن أتخذ عندهم يدا يحمون قرابتي ولم أفعله ارتدادا عن ديني
ولا رضا بالكفر بعد الإسلام فعذره النبي صلى الله عليه وسلم وقال : ( أما
إنه قد صدقكم )</span></strong><br />
Sikap Rasulullah saw menyikapi Hatib bin Balta’ah dengan memanggilnya
lalu bertanya : kenapa engkau melakukannya ? Wahai Rasulullah.
Janganlah tergesa-gesa. Saya adalah orang muhajirin yang memiliki sanak
keluarga yang berusaha melindungi keluarganya. Karena saya tidak bisa
melakukannya, maka saya mencoba mencari orang yang dapat melindungi
kerabatku. Saya melakukannya bukan karena murtad dari Islam dan bukan
karena saya telah kafir. Lalu Rasulullah menerima alasannya dengan
mengatakan, “ia jujur”.<br />
<strong>3) </strong><strong>Mendengar Dengan Seksama dan Mericek Terus-Menerus Jika Memang Dibutuhkan.</strong><br />
Ketika Ali ra diberikan bendera perang Khaibar maka dengan segera ia
bergegas berangkat. Tapi di tengah perjalanan ia kebingungan tentang
missi peperangan yang diembannya. Ia pun berbalik arah ke Madinah demi
menanyakan missi peperangan tersebut Kepada Rasulullah Saw<br />
<span style="font-size: large;">
</span><span style="font-size: large;"><strong>علام أقاتل الناس ؟ فيرد عليه النبي صلى الله عليه وسلم قاتلهم
حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمداً عبده ورسوله ، فإذا فعلوا ذلك
فقد منعوا منا دماءهم وأموالهم إلا بحقها وحسابهم على الله “</strong><strong>.</strong></span><br />
Dengan tujuan apa saya memerangi mereka ? Rasulullah menjawab,
“perangilah merka hingga mereka masuk Islam (bersayhadat). Jika mereka
telah melakukannya, maka darah dan harta mereka haram kita sentuh
kecuali dengan alasan yang benar……<br />
<strong>4) </strong><strong>Melakukan Pengecekan Khusus Melalui Pengamatan dan Pertemanan.</strong><br />
Ketika ada seseorang memuji orang lain di sampingnya, Umar bin
Khattab lalu berkata, “Apakah kamu pernah bepergian bersamanya ? Ia
menjawab : tidak. Umar melanjutkan : apakah kamu pernah mengadakan
transaksi binis dengannya ? Katanya : tidak. Kata umar : kalau begitu,
kamu diam saja. Saya pikir kamu hanya pernah melihatnya di masjid sambil
mengangkat dan menundukkan kepalanya.<br />
<strong>5) </strong><strong>Bertemu Secara Langsung Setelah Menjaring Informasi dari Pihak-Pihak yang Bertengkar.</strong><br />
Ketika Ali bin Abi Thalib hendak diutus sebagai hakim ke Yaman, Rasulullah mengarahkannya dengan berkata,<br />
<span style="font-size: large;"><strong>” إن الله سيهدى قلبك ، ويثبت لسانك ، فإذا جلس بين يديك
الخصمان فلا تقضين حتى تسمع من الآخر كما سمعت من الأول ، فإنه أحرى أن
يتبين لك القضاء “</strong><strong>.</strong></span><br />
“Semoga Allah senantiasa memberimu petunjuk dan meneguhkan lisanmu.
Jika fihak berperkara menghadap kepadamu, maka jangan sekali-kali
memutuskan perkara tanpa mendengar kedua belah fihak. Karena yang
demikian akan memudahkan kamu memutuskan perkara dengan baik”.<br />
<br />
<strong>Terapi Agar Kita bisa Selalu Tabayun</strong><br />
<strong>1) </strong><strong>Memperkokoh ketakwaan kepada Allah swt.</strong><br />
Seseorang yang bertakwa kepada Allah akan diberikan furqan, yaitu
kemampuan untuk membedakan antara yang benar dan yang salah, hal ini
sebagaimana disampaikan dalam firman Allah berikut : “Hai orang-orang
yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan
memberikan kepadamu furqaan dan menghapuskan segala
kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah
mempunyai karunia yang besar”. (Al Anfal 29)<br />
<strong>قوله صلى الله عليه وسلم :” التثبت من الله و العجلة من الشيطان “</strong><strong>.</strong><br />
“Pelan-pelan itu dari Allah, sedangkan terburu-buru itu dari setan.” (<em>Musnad Abu Ya’la: 7/247, </em>dishohihkan oleh al-Albani: 4/404)<br />
<strong>2) </strong><strong>Mengingat Peristiwa Ketika Manusia Dihisab di Hadapan Allah Swt.</strong><br />
{<strong>وَقِفُوهُمْ إِنَّهُمْ مَسْئُولُونَ (الصافات:24</strong>}<br />
Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya. (Ash Shofat 24)<br />
{<strong>إِنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَى</strong>}<strong> (طه:15)</strong> .<br />
Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan (waktunya)
agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan.
(Thoha 15)<br />
<strong>3) </strong><strong>Senantiasa Mengingat Urgensi Tabayyun</strong><br />
<strong>4) </strong><strong>Memperbanyak mengkaji Al Quran dan Sunnah</strong><br />
<strong>5) </strong><strong>Melihat Siroh Nabi</strong>SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-82533026044404297412013-12-24T01:21:00.000-08:002013-12-24T01:21:03.786-08:00taubatKisah ini diambil dari majalah “Al-Ummah Al-Qatriyyah” No. 70, dari kolom bertajuk “TAUBAT”, ditulis oleh Husein Uwais Mathar.
<br />
Sungguh sahabatku telah berubah, tertawanya renyah lembut menyapa
setiap telinga, laksana fajar menyingsing menyambut pagi. Padahal
sebelumnya tertawanya seringkali memekakkan telinga dan menyakiti
perasaan. Kini pandangannya sejuk penuh tawadhu. Sedangkan sebelumnya
penuh dengan pandangan yang destruktif. Ucapan yang keluar dari mulutnya
kini penuh dengan perhitungan, padahal sebelumnya sesumbar ke sana
kemari melukai dan menyakiti hati orang, tidak peduli dan tidak ada
beban dosa. Wajahnya tenang diliputi cahaya hidayah setelah sebelumnya
terkesan garang dan tidak ada belas kasihan.<br />
Aku tatap wajahnya, dia paham apa yang aku inginkan, lalu ia berkata,<br />
“Sepertinya engkau ingin bertanya kepadaku. Apa yang membuatmu berubah?”<br />
“Ya, itu yang aku ingin Tanya kepadamu”, tandasku, wajahmu yang
kulihat beberapa tahun yang lalu berbeda 180 derajat dengan wajah yang
kulihat sekarang.<br />
سُبْحَانَ مُغَيِّرِ الأَحْوَالِ<strong> </strong><br />
Maha suci Allah yang Maha merubah keadaan,” katanya penuh rasa
syukur. “Hmm… pasti di balik semua itu ada kisah menariknya,”
komentarku.<br />
“Ya, kisahnya bila kukenang, selalu menambah keimananku kepada Allah
Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, kisahnya melebihi khayalan, namun
tetap sebuah kenyataan yang telah merubah arah hidupku, sekarang aku
akan ceritakan semua kisah ini.”<br />
Ketika aku sedang mengendarai mobil menuju Kairo, di salah satu
jembatan yang menghubungkan kota tersebut, tiba-tiba seekor sapi dan
seorang anak kecil melintas di depanku, aku kaget dan tidak dapat
mengendalikan kendaraan. Tanpa sadar mobilku terjun ke sungai, dan aku
sudah ada di dalam air. Aku angkat kepalaku ke atas agar bisa bernafas,
tetapi mobilku terus tenggelam dan air nyaris memenuhi dalam mobilku,
tanganku segera menjamah gagang pintu, tapi pintunya terkunci. Saat itu
aku merasa akan segera mati, yang terbayang adalah perjalanan hidupku
yang penuh dengan dosa dan noda. Segalanya seperti gelap, seperti berada
di terowongan yang dalam dan gelap, panik mencekam dan batinku
berteriak, “Yaa Rabb… Selamatkanlah aku, bukan dari kematian yang
sebentar lagi akan kualami, tapi selamatkanlah aku dari segala dosa yang
telah melingkupi diriku, aku merasa jiwaku seperti melayang dan mohon
ampun kepada Allah sebelum menemui-Nya, lalu aku mengucap dua kalimat
syahadat, aku mulai merasa akan mati.<br />
Aku berusaha menggerakkan tanganku untuk menggapai sesuatu, tiba-tiba
tanganku menyentuh sesuatu yang bolong, aku ingat!, bolongan tersebut
berasal dari kaca bagian depan, yang pecah sejak tiga hari yang lalu,
tanpa pikir panjang lagi, aku dorong sekuat tenaga badanku keluar dari
kaca bolong tersebut, aku kembali melihat cahaya terang, aku lihat
masyarakat menyaksikan dari tepi sungai seraya saling berteriak keras
agar ada salah seorang yang menolongku, lalu terjun dua orang dari
mereka ke sungai dan membawaku ke tepinya, dengan fisik yang lemah
lunglai aku masih merasa tidak yakin bisa selamat dan kembali hidup,
dari kejauhan kulihat mobilku perlahan-lahan terbenam ke dalam air.
Sejak detik itu aku merasa sangat ingin meninggalkan masa laluku yang
penuh dengan dosa, hal itu langsung kubuktikan sesampainya di rumah,
langsung kurobek-robek gambar dan poster para selebritis pujaan dan
gambar wanita setengah telanjang yang sengaja kupajang di dinding
rumahku, lalu aku masuk ke kamar dan menghempaskan badanku di atas kasur
sambil menangis, baru pertama kali ini aku merasa menyesal terhadap
dosa-dosa yang telah kuperbuat, semakin keras tangisku dan semakin deras
air mataku bercucuran, sementara badanku gemetar. Saat itulah aku
mendengar azan, seakan-akan aku baru mendengarnya pertama kali. Aku
langsung bangkit berdiri dan segera bergegas mengambil air wudhu. Di
masjid, setelah aku menunaikan shalat, aku menyatakan taubat dan mohon
kepada Allah agar mengampuniku; Sejak itulah sebagaimana yang engkau
lihat sekarang wajahku berubah karena taubat.”<br />
Aku tertegun mendengar ceritanya lalu aku katakan kepadanya :<br />
هَنِيْئًا لَكَ يَا أخِيْ وَحَمْدًا للهِ عَلَى سَلاَمَتِكَ لَقَدْ
أَرَادَ اللهُ بِكَ خَيْرًا وَاللهُ يَتَوَلاَّكَ وَيَرْعَاكَ وَيُثَبِّتُ
عَلَى الْحَقِّ خُطَاكَ<br />
“Berbahagialah engkau hai saudaraku, segala puji bagi Allah atas
keselamatanmu, sungguh Allah telah menghendaki kebaikan terhadapmu,
Allah akan selalu melindungimu dan menjagamu, serta mengokohkan
langkahmu di atas kebenaran”. (hdn)<br />
sumber : <a href="http://www.dakwatuna.com/2011/taubatnya-ahli-maksiat/" title="taubatnya ahli maksiat">www.dakwatuna.com</a><a href="http://www.masjidalamanah.com/wp-content/uploads/2011/04/masuk-sungai.jpeg"><br />
</a>SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-24304517102439029032013-12-24T01:03:00.000-08:002013-12-24T01:03:06.290-08:007 golonganRasulullah saw bersabda: ” <em>Tujuh orang yang akan dilindungi Allah
dalam naungan-Nya yaitu: Imam (pemimpin) yang adil, pemuda yang tumbuh
dewasa dalam beribadah pada Allah, orang yang hatinya selalu terikat
pada masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, berkumpul
karena Allah dan berpisah karena Allah pula, seorang lelaki yang dirayu
oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan dan kecantikan tetapi ia
menolaknya seraya berkata ‘Aku takut kepada Allah’, orang yang
bersedekah sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat
oleh tangan kanannya, dan seorang yang berdzikir kepada Allah sendirian
lalu menitikkan airmatanya.</em>” (HR. Bukhari Muslim)<br />
<br />
Hari Akhir adalah hari dimana tiada naungan selain hanya naungan
Allah SWT. Namun, ada beberapa golongan yang telah mendapat garansi atas
perlindungan tersebut. Mari fahami agar kita bisa menjadi salah satu
atau lebih diantara mereka.<br />
<strong>1. Imam (pemimpin) yang adil.</strong><br />
Dalam ajaran Islam, seorang imam atau pemimpin haruslah berlaku adil,
karena segala hal yang menjadi tanggung jawabnya akan dipertanyakan
kembali di akhirat kelak. Maka bergembiralah bagi pemimpin yang dapat
berlaku adil, karena akan mendapatkan naungan di sisi Allah SWT di
akhirat nanti. Pemimpin yang dimaksud tidak hanya pemimpin sebuah negara
ataupun penguasa suatu tempat, namun termasuk pula seorang suami yang
memimpin isteri dan anak-anaknya dalam sebuah keluarga.<strong> </strong><br />
<strong>2. Pemuda tumbuh dewasa dalam beribadah pada Allah SWT</strong><br />
Allah juga menjanjikan naungan atau lindungan di akhirat kepada
pemuda yang senantiasa hidup dalam ibadah kepada Allah SWT. Ibadah yang
dilakukan tersebut dilakukan semata-mata karena Allah SWT, seakan-akan
Allah melihat segala perbuatan dan amal ibadahnya itu. Penekanan Pemuda
menjadi isyarat bahwa ibadah bukan hanya untuk orang tua yang telah
lemah dan sebentar lagi akan mati. Pemuda justru isyarat bahwa ibadah
dilakukan dengan penuh energi dan hasrat yang disalurkan untuk meraih
ridlo Allah SWT dimana hasrat itu cenderung mengajak kepada pemuasan
nafsu.<strong> </strong><br />
<strong>3. Orang yang hatinya selalu terikat pada masjid</strong><br />
Masjid adalah rumah Allah SWT. Naungan Ilahi akan selalu ada di
akhirat nanti bagi orang yang senantiasa rindu untuk beribadah di masjid
dan merasa betah berada di dalamnya. Setiap waktu, ia selalu
menunggu-nunggu tiba saatnya untuk datang ke masjid untuk sholat wajib
maupun sunnah, sholat berjamaah, mengaji, mendengarkan ceramah, atau
kegiatan apapun untuk memakmurkan masjid.<strong> </strong><br />
<strong>4. Dua orang yang saling mencintai karena Allah SWT, berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah pula</strong><br />
Dua orang yang saling mencintai karena Allah akan mendapatkan
lindungan dari Allah SWT di akhirat nanti, dan Allah SWT akan
mengizinkan kedua orang tersebut untuk masuk ke dalam syurga-Nya.<br />
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya dari Abu
Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda: “Ada seorang lelaki yang
ingin mengunjungi saudaranya di sebuah desa. Di dalam perjalanannya
Allah SWT mengutus seorang malaikat untuk mengawasinya. Ketika lelaki
itu sampai padanya, malaikat itu berkata, “Kemanakah engkau akan pergi?’
Lelaki itu menjawab, ‘Aku ingin mengunjungi saudaraku di desa ini.’
Malaikat itu bertanya lagi, ‘Apakah engkau punya kepentingan dari
kenikmatan di desa ini?’ Lelaki itu menjawab, ‘Tidak, hanya saja aku
mencintainya karena Allah.’ Kemudian malaikat itu berkata, ‘Sesungguhnya
aku adalah utusan Allah SWT yang diutus kepadamu, bahwa Allah juga
mencintaimu sebagaimana kamu mencintai-Nya.”<br />
<strong>5. Seorang lelaki yang dirayu oleh seorang wanita yang
mempunyai kedudukan dan kecantikan tetapi ia menolaknya seraya berkata
‘Aku takut kepada Allah</strong><br />
Berada dalam kondisi di atas adalah salah satu ujian terbesar bagi
manusia, khususnya seorang laki-laki. Seorang laki-laki yang beriman
pada Allah SWT akan selalu takut kepada Allah dan takut kepada azab api
neraka, sehingga laki-laki ini sentiasa mendapat perlindungan dari-Nya.<br />
Seperti kisah Nabi Yusuf As, seorang pemuda yang mulai tumbuh
hasratnya dan digoda oleh seorang wanita cantik istri seseorang yang
memiliki kuasa di saat keadaan sepi, menguatkan godaan setan yang selalu
merayu. Tapi rasa takut atas adzab Alloh dan keyakinan atas
perlindungan Alloh membuat Nabi Yusuf As mampu menolak semua godaan itu.<br />
<strong>6. Orang yang bersedekah sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh tangan kanannya</strong><br />
Allah SWT akan memberikan perlindungan bagi orang yang suka memberi
sedekah dengan ikhlas dan tidak mengharapkan balasan selain ridho Allah
SWT semata. Dalam bersedekah, ia tidak membesar-besarkannya. Sebaliknya,
ia akan melakukannya secara sembunyi-sembunyi dan tidak ingin diketahui
orang lain.<br />
<strong>7. Seorang yang berdzikir kepada Allah sendirian lalu menitikkan airmatanya</strong><br />
Berdzikir dengan hati yang tulus, ridho, dan ikhlas seorang diri,
dengan perasaan takut kepada Allah hingga meneteskan airmata, sebagai
tanda kecintaan kepada Allah SWT, menyadari kebesaran Allah SWT, serta
merasa dirinya penuh dosa sehingga memohonan ampunan kepada-Nya. Allah
akan membukakan pintu syurga untuk orang-orang yang seperti ini. Dzikir
secara sendirian akan lebih menjaganya dari godaan riya yang akan
merusak ibadahnya.SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-54649618687423991282013-12-24T01:01:00.001-08:002013-12-24T01:01:29.555-08:00buta membaca qur an<br /><h1 class="entry-title">
<a href="http://www.masjidalamanah.com/2011/08/tunanetra-ini-mampu-tadarus-al-qur%e2%80%99an-3-juz-setiap-malam/" rel="bookmark">Tunanetra Ini Mampu Tadarus Al-Qur’an 3 Juz Setiap Malam</a></h1>
<div class="entry-info">
<div class="entry-author">
<br /><span class="entry-cat"><a href="http://www.masjidalamanah.com/category/hikmah/inspirasi/"></a></span></div>
</div>
Gerakan jemari Rudi terlihat lincah di atas kertas
berbintik-bintik. Tidak ada kelihatan tinta hitam layaknya
Al-Qur’an umumnya dijual orang di pasaran. Namun jelas terdengar
lantunan ayat suci dari mulut penghuni panti khusus Tuna Netra Fajar
Harapan, Martapura itu.<br />
Al-Qur’an Braille begitulah anak panti penderita buta penghilatan
menamakannya. Melihat sepintas sangat sulit bagi kita orang untuk bisa
menggunakannya.<br />
Tapi bagi penghuni panti asuhan itu, mereka tak terlalu sulit membaca
ayat demi ayat di Al-Qur’an Braille. Bahkan mereka membacanya, tak jauh
beda dengan orang lain yang membaca Alquran cetakan.<br />
“Alquran kami memang beda. Ukurannya juga lebih besar dan dibagi per
juz,” kata salah satu penghuni panti Rudi, Sabtu (6/8) siang.<br />
Bisa dibayangkan, mereka yang tidak melihat saja dengan semangat
membaca Al-Qur’an, sangat disayangkan orang awam masih banyak yang
enggan membacanya.<br />
Bahkan, mereka tiap malam usai tarawih bersama melakukan tadarusan hingga 3 juz bisa dibaca.<br />
“Kadang bisa sampai 3 juz bisa dibaca,” kata Rudi.<br />
Mata boleh buta, tapi bagi penghuni panti itu tidak membutakan mata
hati mereka untuk memperbanyak ibadah di bulan suci. Tetap semangat
beribadah dengan segala keterbatasan yang dimilikiSHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-52512597682260443592013-12-24T00:49:00.001-08:002013-12-24T00:49:56.449-08:00naik haji jalan kaki<div class="entry-content clearfix">
<div>
<div>
Ibadah Haji memang diwajibkan untuk yang mampu, tapi bukan berarti
umat muslim yang tidak mampu dari segi ekonomi tidak berhak mengecap
indahnya menunaikan ibadah haji. Tekad itulah yang membuat seorang pria
asal Bosnia-Herzegovina rela jalan kaki ke Kota Makkah, Arab Saudi.<br />
Tujuan pria bernama Senad Hadzic itu berjalan kaki sejauh 5.700
kilometer selama 314 hari, tak lain untuk menunaikan rukun Islam kelima.
Setelah melewati beberapa negara, pria 47 tahun ini diperkirakan bakal
sampai di Makkah pekan ini.<br />
Seperti disadur dari <em>Al Arabiya</em>, Hadzic berangkat dari Kota
Banovici, sebelah timur laut Bosnia Herzegovina, pada Desember tahun
lalu. Selama perjalanan, ia melewati enam negara, yakni Turki, Yordania,
Suriah, Serbia, Bulgaria, dan terakhir Saudi.<br />
Hadzic menyatakan rela berjalan kaki hingga ke Saudi, karena dirinya
tidak memiliki cukup uang. Tapi, cintanya yang besar kepada Allah SWT,
membuatnya rela berjalan ribuan mil.<br />
“Saya putuskan untuk berjalan kaki ke Arab Saudi dengan uang 200 euro (sekira Rp 2,5 juta),” akunya.<br />
Selama perjalanan, Hadzic tidur di masjid, sekolah, tempat umum,
hingga rumah penduduk setempat yang menawarkan tempat menginap
kepadanya.<br />
sumber : www.republika.co.id<br />
</div>
</div>
</div>
SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-65454140251356525082013-12-24T00:41:00.000-08:002013-12-24T00:41:05.256-08:00kejujuranTema yang diangkat pada kajian kali ini adalah As-Shidiq yang artinya kejujuran dan kebenaran.<br />
Alloh SWT berfirman:<br />
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِين.َ (9:119)<br />
<em> “ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.”(QS.AtTaubah:119)</em><br />
Rosulullah bersabda:<br />
<em>“Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan dan
kebajikan membawa ke surga, dan sesungguhnya seseorang berlaku jujur
hingga ditulis di sisi Alloh sebagai orang yang sangat jujur. Dan
sesungguhnya kedustaan membawa kepada kemaksiatan dan kemaksiatan
membawa ke neraka, dan sesungguhnya seseorang berlaku dusta hingga di
tulis di sisi Alloh sebagai pendusta.”</em><br />
As-Shidiq diterjemahkan dari <em>As-shidqo</em> artinya jujur dan <em>as-shidqu</em> yang maknanya <em>showab </em>atau
benar. Secara istilah, jujur itu dikonotasikan kepada salah satu
dimensi jujur. Padahal sebenarnya lebih luas daripada itu. Jujur
diartikan dengan memberitakan sesuatu sesuai dengan faktanya. Ini adalah
jujur versi ilmu logika. Dalam konsep agama tidak sekedar itu. Jujur
adalah sebuah tindakan yang sesuai dengan faktanya, jadi bukan sekedar
perkataan dan ungkapan. Dalam hal ini, terdapat 4 jenis shidiq/jujur:<br />
<strong>1. Jujur dalam niat(<em>As-Shidqu fin-niyah</em>)</strong> atau sering disebut <em>As-Shidqu fil-Qolb</em>, jujur dalam hati.<br />
Maknanya adalah seseorang yang telah benar niatnya dan jujur kondisi
batinnya. Contoh: Kita niat berIslam, kita serius mempelajari Islam.
Seseorang yg niat bangun malam, maka dia akan bangun malam. Kalau
faktanya dia tidak bangun malam, maka sebenarnya dia tidak
sungguh-sungguh niat bangun malam. Ibnu Qoyim mengatakan: <em>“Orang
yang sungguh-sungguh meniatkan, maka dia akan mendapatkanya. Jika dia
tidak mendapatkannya, karena dia tidak sungguh-sungguh meniatkan. “</em><br />
<br />
<em>As-Shidqu fin-niyah</em> inilah yg menjadi pangkal <em>As-Shidqu fil-Qoul </em>(jujur
dlm ungkapan). Ini kaitannya dengan kondisi batin kita. Iman adalah
dasar, niat adalah dasar. Kalau niatnya tidak jujur, maka perbuatan dan
perkataannya tidak jujur. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah: kita
telah mengikrarkan iman kita puluhan tahun yg lalu. Bahkan kita tidak
pernah mengenal kufur. Sungguhkah kita berniat menjadi orang muslim?
Sungguhkah kita berniat beriman kepada Alloh? Sungguhkah kita ingin
menyempurnakan iman kita? Jika kita berniat dengan sungguh-sungguh,
pasti kita akan mendapatkannya.<br />
Banyak pertanyaan yang harus kita tanyakan pada diri dan saudara kita terkait dengan niat dalam berIslam, antara lain:<br />
a. Sholat<br />
Diantara kita, masih banyak sholat yg tidak khusyuk, kurang khusyuk
dan macam-macam. Pertanyannya: sungguhkah kita niat khusyuk? kalau kita
sungguh-sungguh berniat khusyuk, pasti bisa khusyuk. Karena Alloh tidak
akan mewajibkan hambaNya dengan sesuatu yg tidak mungkin ia capai. Alloh
berfirman:<br />
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا….<em> </em><br />
Artinya<em>:</em><br />
<em>“Alloh tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” </em>(QS.Al-Baqoroh:286)<br />
<br />
Tapi kenapa kita belum mendapatkan kekhusyukan dalam sholat? Mungkin
karena kita tidak bersungguh-sungguh dalam niat. Nabi Muhammad telah
mencontohkan sholat yang benar. Kita sudah melaksanakan sholat
beribu-ribu kali, lalu lihatlah, cocokkah sholat kita dengan nabi?<br />
Sholat yang dicontohkan oleh Nabi kita bukan tidak mungkin atau susah
untuk dilakukan. Kalau susah, Alloh tidak mgkin mewajibkan kita untuk
mendirikan sholat.<br />
Jika dilogika, orang yang paling buruk di dunia pun jika diajari
suatu tindakan berulang-ulang 10x atau 20x pada akhirnya akan melakukan
tindakan itu dengan benar. Tapi mengapa hingga saat ini sholat kita
belum benar? Jawabannya bukan karena sholat itu susah, tetapi karena
tidak ada kesungguhan niat.<br />
b. Haji<br />
Banyak muslim di dunia yang belum menunaikan haji dengan banyak alasan, yaitu:<br />
<ul>
<li>Faktanya memang tidak bisa haji</li>
<li>Tidak niat naik haji</li>
</ul>
Coba kita liat misalnya:<br />
Ada orang punya gaji tetap, tetapi tidak bisa naik haji. Uangnya
habis dipakai pergi ke mall, membeli baju seminggu sekali, sandalnya 40
pasang, makan berlebihan. Sebenarnya dia bisa naik haji, tapi karena
tidak ada niat yang kuat, makanya dia tidak bisa pergi haji. Ini contoh
permainan <em>As-shidqu fin-niyah</em>.<br />
c. Pilihan menjadi muslim<br />
Sungguhkah kita memilih atau kita terpaksa memilih Islam? Dlm
kesungguhan niat itu dibuktikan dengan tindakan. Kalau ada orang niatnya
A, tindakannya B, sesungguhnya dia tidak niat A.<br />
Jika kita sungguh-sungguh memilih Islam, maka kita akan membuktinya
dengan menyempurnakan iman kita dengan mempelajari Islam secara
menyeluruh. Dan menyempurnakan Islam adalah sesuatu yg akan dilampaui
manusia karena Alloh memberikan sesuatu sesuai tujuan kita.
Menyempurnakan mengaji kita,menympurnakan semua hal yang bisa
menyempurnakan keIslaman kita. Termasuk menyempurnakan iman dengan 77
cabangnya. Dengan niat sungguh-sungguh beriman, niat sungguh-sungguh
berIslam, maka kita akan menyempurnakannya. Jika belum sempurna, periksa
kembali niat kita. Mungkin kita tidak bersungguh-sungguh berniat atau
tidak jujur dengan niat kita.<br />
<br />
Dampak dari <em>As-Shidqu fin-niyah</em> ini bukan saja dalam urusan
agama, tapi dalam urusan dunia juga. Orang mukmin sungguh super, dengan
kesungguhan niat, jika dia butuh sesuatu, dia menggapainya. Seperti yang
dicontohkan shahabiyah, dengan niat yang kuat, mereka akan mendapatkan
apa yang diniatkan dan tidak pernah mundur sejengkal pun. Rosulullah pun
pernah mencontohkan kesungguhan niatnya dalam berdakwah ketika dakwah
akan dihentikan dengan mengatakan: <em>Demi Alloh, wahai paman!
Seandainya mereka mampu meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan
di tangan kiriku agar aku meninggalkan dakwah ini, maka sekali kali aku
tidak akan meninggalkannya! Hingga Alloh memenangkannya atau aku yg
binasa karenanya!</em><br />
Terkait pekerjaan, kita menginginkan uang yang halal, tetapi uang
yang kita dapat hukumnya syubhat. Apa yang harus dilakukan? Keluar saja
dari pekerjaan itu dan serahkan urusan hidup pada Alloh, karena kita
ingin menaati Alloh. Alloh pasti tolong. Kalau tidak berani mengambil
resiko sebesar itu, segera buat surat lamaran bekerja di tempat lain.
Smoga Alloh memaafkan uang yg kita dapat selama mencari pekerjaan baru.
Begitu dapat pekerjaan baru, berapapun gaji yg didapat, terima saja dan
segera keluar dari kantor lama. Bagaimana kalau misalnya kondisi yg ada
tidak sesuai dengan kondisi yang kita harapkan, salah satu hal yg perlu
diinstropeksi adalah jangan-jangan kita tidak sungguh-sungguh ingin
menghalalkan rizki kita.<br />
Agama itu simpel teorinya, tidak rumit, akan menjadi rumit jika
dijalankan teorinya. Jadi kalau semua orang niat sungguh-sungguh melawan
korupsi misalnya, caranya simpel. Orang tidak akan pernah beralasan
terjebak dll. Jika bersungguh-sungguh, seandainya terjebak, pasti ada
upaya lain untuk melepaskan diri dari korupsi.<br />
Para sahabat memiliki <em>As-shidqu finniyah</em> dalam belajar
sehingga ingatannya kuat sekali. Dalam hal ilmu,,mereka
bersungguh-sungguh mempelajarinya. Semua hal yang dapat mengantarkan
mereka mendapat ilmu baik akan dijalankan. Karena sungguh-sungguh
mendapatkannya maka Alloh menberikannya.<br />
<strong>2. As-Shidqu fil-Qoul (jujur dalam ucapan).</strong><br />
Defenisi Jujur menurut ulama lebih terfokus pd <em>as-shidqu fil qoul</em>.
Artinya memberitakan atau menyatakan sesuatu sesuai dengan faktanya.
Kalau ada orang yang tidak mengatakan semuanya, bukan berarti dia
bohong. Jujur tidak sama dengan mengatakan semuanya. Jujur tidak sama
dengan lugu dan polos. Orang mukmin wajib jujur, taip tidak wajib polos.
Polos atau lugu atau mengatakan semuanya itu tergantung kondisi.
Jangan sampai kita punya pemahaman jujur, tapi faktanya kita melakukan
diatas jujur yakni jujur sekaligus lugu. Akhirnya ada yang mengatakan
jujur itu <em>ajur</em> atau hancur. Orang mukmin harus cerdas. Lugu itu sebagiannya menggambarkan kebodohan.<br />
Diperbolehkan polos atau lugu disesuaikan dengan kondisi. Tapi
seandainya sikap lugu tersebut akan menciderai dia, hal itu bukan karena
kejujurannya, tapi karena keluguan.<br />
Seperti yang dipraktekkan oleh Rosulullah SAW ketika sebelum perang
Badar dan pasukan sudah mendekati Badar, Rosul bersama Abu Bakar mencoba
mencari berita tentang kondisi orangg Quraisy hingga bertemu seorang
badui di tengah padang pasir.<br />
Rosul :”Fulan,bisakan kau membertau tentang keadaan orang Quraisy saat ini?<br />
Fulan: “kau katakan dulu engkau siapa dan saya akan critakan apa yang saya dengar.”<br />
Rosul: “engkau ceritakan lebih dulu, nanti kami akan menceritakan siapa kami.”<br />
Fulan: “saya dengar,org quraisy itu keluar pada bln ini dan tgl ini.
Jika berita itu benar, maka orang Quraisy sudah berada di tempat ini.
Engkau siapa?”<br />
Rosul : “kami dari air.”<br />
Lalu Rosul pun pergi.<br />
Rosul tidak berkata bohong tentang dirinya karena semua manusia
berasal dari air, yakni air sperma. Rosul tidak mengatakan semuanya.
Jadi, jujur tidak sama dengan lugu dan polos. Jadilah orang yg jujur,
tapi jangan lugu dan polos.<br />
Terkadang masyarakat memahami jujur artinya mengatakan semua yg ia
dengar, padahal tidak perlu diungkapkan. Kita tidak wajib menyampaikan
apa yg kita terima, kecuali diminta untuk menceritakannya. Kalau kita
tidak diminta mengatakannya, untuk apa mengatakannya kalau akhirnya
hanya menimbulkan mudharat. Keadaan seorang mukmin seharusnya
menimbulkan maslahat. Kalau orang tak pernah berbohong, dia tidak
mungkin berbuat salah. Kenapa? Karena orang tidak mungkin mau dianggap
salah. Maka, jika seseorang berbuat salah, caranya hanya 2, yaitu:<br />
<ul>
<li>Dia menutupi kesalahnnya dengan kebohongan, atau</li>
<li>Memperbaiki kesalahannya degan kebenaran.</li>
</ul>
<br />
<strong>3. As-Shidqu fil amal (jujur dlm perbuatan)</strong><br />
Lebih tepat diterjemahkan sebagai benar dalam perbuatan. Karena makna <em>As-shidqu</em> maknanya <em>As-showab </em>(benar).
Artinya melakukan tindakan sesuai apa yg harus dikerjakan, sesuai dg
standar. Niat yg jujur akan mendorong lisan yg jujur dan perbuatan yg
jujur, dan hasilnya akan luar biasa. Misalnya saja, kita mengendarai
motor sesuai dg standar yg ada. Maka hasilnya kita akan selamat sampai
tujuan. Rosululloh bersabda:<em> “Kalau perkara diserahkan pada orang yang tidak ahlinya, tunggulah kiamat. “</em><br />
Alloh yang membuat sesuatu dengan sangat baik. Dalam melakukan
sesuatu, mukmin harus mempunyai sikap itqon. Jika diulangi terus
mnerus,maka kita akan punya karakter yg standar. Makan, tidur, dll akan
standar. Pernah suatu ketika seorang jamaah mencoba menerapkan bangun
subuh dan tidur ba’da isya. Berangkat ke kantor jam 5. Efeknya
pekerjaannya lebih cepat selesai dibanding dengan rekan-rekan kerjanya
dan bisa pulang lebih awal. Dengan demikian akan ada banyak waktu untuk
keluarga, seperti yang dilakukan oleh Rosulullah ketika sore hari,
beliau menemui istri-istrinya. Sehingga keluarga akan terbina dengan
baik.<br />
<br />
<strong>4. As-shidqu fil wafa’ (jujur dalam janji)</strong>.<br />
<em>As shidqu fil wafa’</em> harus diterapkan terutama pd anak-anak.
Anak-anak adalah potret yg jujur. Ketika orang tua berbohong pada anak
>2x maka akan langsung dicap sebagai pembohong. Menurut Survei:
Perbuatan jelek kalau dilakukan 2x, dia akan meminta berikutnya dan akan
susah dihentikan. Karena setelah 2kali maka akan mentradisi. Sedangkan
kebaikan membutuhkan lebih dari itu baru mentradisi.<br />
Wahai saudaraku, Rosulullah mengajarkan sifat As Shidiq dengan luar
biasa. Sebelum menjadi nabi pun, beliau memiliki sifat as shidiq dan
bergelar Al Amin. Nah, Bagaimana caranya mendapatkan sifat As-Shidiq?<br />
<ol>
<li>Amal: Membiasakan diri dengan tindakan benar/jujur dari hal-hal kecil. InsyaAlloh untuk hal yg besar juga akan mengikuti.</li>
<li>Niat: Kalau kita berniat sesuatu walaupun kecil, lakukanlah
dengan sempurna. Jangan membiasakan diri mengundurkan niat. Bahkan Imam
Malik menyatakan bahwa orang tidak boleh/haram membatalkan melakukan
perbuatan yang dijalankan karena sama dengan membatalkan niat.</li>
<li>Perkataan: Jangan pernah berani berbohong meskipun sekali.</li>
<li>Dan jangan lupa memohon karunia As-Shidiq dari Alloh. Jika kita
mempunyai sifat ini, insyaAlloh semua niat kita akan menjadi kenyataan.</li>
</ol>
Kalau niat sungguh-sungguh, insyaAlloh smua yang kita niatkan akan
terwujud. Kalo kita jujur dalam niat, perkataan, dan perbuatan insya
Alloh semua yang akan kita jalankan akan berhasil baik. Karena hasil
yang baik berasal dr proses yg baik. Termasuk upaya kita menyempurnakan
agama kita. Kalau kita beproses sempurna untuk menyempurnakan agama,
maka hasilnya akan sempurna,<br />
<em>…Bagi laki-laki ada bagian dari pada yang</em><em> mereka
usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka
usahakan, dan mohonlah kepada Alloh sebagian karuniaNya. Sesungguhnya
Alloh Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. An-Nisa’ :32)</em><br />
Jujur akan selalu membawa kebaikan. Jujur itu mujur. Selalu hasilnya
baik, jangan pernah terprovokasi bahwa jujur itu ajur (hancur). Jika
faktanya jujur, tapi tidak mujur, mungkin kita tidak menerapkan jujur,
tapi menerapkan selainnya yang melampaui jujur. Kejujuran akan membawa
kita ke surga Alloh. Dan dengan aklaq ini hasilnya adalah surga.<br />
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga apa yg kita lakukan di
siang ini mendapatkan tempat di sisi Alloh, dan semoga dapat diamalkan
dan diterapkan oleh kita semua sehingga menjadi birokrat yg jujur
sehingga terbangun negara yg makmur dengan ijin Alloh SWT.<br />
SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7298511717595661643.post-57190657669584795962013-12-24T00:34:00.000-08:002013-12-24T00:34:31.961-08:00sombongSecara etimologi, kata <em>takabbur</em> berarti “<em>taadhdhum</em>”yang berarti membesarkan diri.Allah SWT. Allah berfirman dalam kitab-Nya.
<br />
<em>“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya
dimuka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaanku. “ </em><strong>(al-A’raaf (7) : 146)</strong><br />
<strong> </strong><br />
Adapan dalam pendekatan terminologi, Rasullullah saw. telah mendefinisikannya dengan sifat sombong, yaitu<em> menolak kebenaran dan meremehkan orang lain, dan akar dari sifat ini adalah ujub.</em><br />
<em> </em><br />
Sifat ini merupakan sifat yang sangat tercela. Hal tersebut bisa kita
bayangkan, bagaimana bila setiap orang melecehkan orang lain, yang
terjadi adalah hilangnya wibawa seseorang. Tidak lagi ada penghormatan
dan hilangnya sopan santun. Dapat kita bayangkan, dengan sifat takabur
ini, setiap orang di dunia akan menolak kebenaran. Orang-orang tidak
saling memahami dalam menghadapi sesuatu, kecuali dengan melaksanakan
kebatilan serta munculnya kedzaliman, permusuhan, dan pelanggaran
terhadap hak dan kehormatan.<br />
<br />
<strong>Sebab-sebab Takabur</strong><br />
<strong> </strong><br />
1. Ilmu Pengetahuan<br />
Mungkin, kita akan bertanya, mengapa jika orang bertambah ilmu
pengetahuannya, maka yang justru yang terjadi adalah munculnya
kesombongan. Sebagai jawabannya, minimal ada dua hal yang
mempengaruhianya.<br />
<strong><em>Pertama, </em></strong>Ia menekuni apa yang disebut
dengan ilmu. Namun, bukan ilmu hakiki, yaitu ilmu yang mengenalkannya
kepada Tuhan dan dirinya. Allah swt berfirman mengenai hal ini.<br />
“…<em>Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah diantara hamba-hambanya hanyalah Ulama….” </em><strong>(Faathir (35) : 28)</strong><br />
<strong><em>Kedua</em></strong>, Ia menggeluti ilmu dengan batin yang kotor, jiwa yang buruk, dan akhlak yang tidak baik.<br />
<br />
2. Amal dan Ibadah<br />
Oang-orang yang zuhud dan para ahli ibadah juga tidak terlepas dari
nistanya kesombongan, kepongahan, dan tindakan lain yang memikat hati
manusia. Kesombongan itu menyelinap ke dalam hati mereka, baik
menyangkut urusan dunia atau pun agama. Rasullullah saw. bersabda dalam
hal ini.<br />
<em>“Cukuplah orang dinilai melakukan kejahatan, bila ia merendahkan saudaranya sesama muslim”</em> <strong>(HR. Abu Daud) </strong><a href="http://www.masjidalamanah.com/2011/04/takabur/#_ftn1">[1]</a><br />
<br />
<strong> </strong><br />
3. Nasab Keturunan<br />
<em>Rasullullah saw bersabda, “Hendaklah orang-orang meninggalkan
kebanggaan terhadap nenek moyang mereka yang telah menjadi batu bara di
neraka jahannam. Jika tidak, maka mereka akan menjadi lebih hina di sisi
Allah daripada kambing yang hidungnya mengeluarkan kotoran.” </em><strong>(HR. Abu Dawud dan Tirmudzi) </strong><a href="http://www.masjidalamanah.com/2011/04/takabur/#_ftn2">[2]</a><br />
<br />
<strong> </strong><br />
4. Kecantikan dan Ketampanan.<br />
<br />
5. Harta Kekayaan.<br />
Dalam Al-Qur’an kita temukan betapa harta telah menghantarkan Qorun menjadi seseorang yang sombong.<br />
<em>“Maka, keluarlah Qorun kepada kaumnya dengan kemegahan .Maka
berkatalah orang-orang yang menghendaki kemegahan dunia, ”Moga-moga
kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qorun.
Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.” </em><strong>(al-Qashshas (28) : 79)</strong><br />
<strong><br />
</strong><br />
<strong> </strong><br />
6. Kekuatan dan Keperkasaan.<br />
Hal ini biasanya dimanfaatkan untuk menindas orang yang lemah.<br />
<br />
7. Pengikut, Pendukung, Murid, pembantu, keluarga, Kerabat,dan Anak.<br />
<br />
<strong>Terapi Sifat Sombong</strong><br />
<strong> </strong><br />
Untuk menghilangkan sifat sombong ini, ada beberapa yang dapat kita lakukan.<br />
<br />
A. Mengikis habis akar-akar kesombongan, dan mencabut pohonnya dari tempatnya dihati.<br />
Dalam upaya mengikis habis akarnya ini, maka ada dua pendekatan langkah strategis yang harus kita lakukan<br />
<br />
<strong><em>Pertama</em></strong><strong>,</strong> <em>I’laj Ilmi </em>(Terapi Ilmu).<br />
Yang dimaksud dari terapi ini adalah dengan mengenal dirinya dan
Allah sebagai Dzat Pencipta. Hal itu sudah cukup untuk menghilanghan
kesombongan. Sebab, apabila ia telah mengenal dirinya secara benar, maka
ia mengetahui bahwa dirinya lebih hina dari yang hina, dan tidak ada
sifat yang layak, kecuali <em>tawaddu’</em>, dan apabila ia mengenal Allah SWT, maka ia akan mengetahui bahwa kesombongan itu tidak layak, kecuali bagi AllahSWT.<br />
<br />
<strong><em>Kedua,</em></strong> <em>I’laj Amali </em>(Terapi Amal).<br />
Yang dimaksud dari terapi ini adalah dengan bersikap <em>tawaddu’ </em>kepada
Allah kepada sesama makhluk dengan senatiasa menjaga akhlaq,
sebagaimana orang-orang yang tawaddu’, seperti halnya Rasulullah saw.
dan orang-orang yang soleh. Bahkan, Rasulullah pernah makan di atas
tanah seraya berkata, ”<em>Aku seorang hamba, dan aku makan seperti seorang hamba makan.”</em><br />
<br />
B. Menolak faktor-faktor khusus yang ada pada dirinya yang biasa dipakai manusia untuk menyombongkan dirinya.<br />
<br />
C. Senantiasa waspada terhadap dampak dari sifat sombong.<br />
<br />
D. Menjauhkan diri berinteraksi dengan orang sombong.<br />
<br />
E. Rajin menghadiri majelis-majelis ilmu<br />
<br />
F. Komitmen terhadap ketaatan.<br />
<br />
<strong> </strong><br />
<strong> PENUTUP</strong><br />
<strong> </strong><br />
<strong> </strong>Demikianlah bahaya-bahaya dari penyakit ujub,
ghurur, dan sombong. Sifat-sifat ini tidak hanya membahayakan pemilik
dan pelaku sifat-sifat itu saja, melainkan juga membahayakan eksistensi
umat dan keberlangsungn serta kesinambungan dari amal-amal Islam. Oleh
karena itu, setiap kita yang berstatus sebagai seorang muslim harus
mengenyahkan dan memberangus sifat-sifat yang tercela itu dalam diri
kita. Semoga Allah SWT melindungi kita semua dari sifat-sifat tersebut.
Amiin.<br />
<div>
<hr size="1" />
<div>
<a href="http://www.masjidalamanah.com/2011/04/takabur/#_ftnref1">[1]</a> . Abu Daud. <em>Sunan</em>. Juz 4, hlm. 270, No Hadis 4882; Imam Muslim. <em>Shahih. </em>Juz 4, hlm.1981, No Hadis 2564<br />
</div>
<div>
<a href="http://www.masjidalamanah.com/2011/04/takabur/#_ftnref2">[2]</a> . Abu Daud. <em>Sunan. </em>Kitab al-Adab<em>. </em>Juz 4, hlm.331,<em> </em>No Hadis 5116<br />
</div>
</div>
SHIDDIQhttp://www.blogger.com/profile/16336631635042479385noreply@blogger.com0