KEFANAAN YANG DICARI

Rabu, 25 Desember 2013

Kumpulan Kata-kata Bijak Umar bin Khattab ra

Umar bin Khotob:

“duduklah dengan orang-orang yang bertaubat, sesungguhnya mereka menjadikan segala sesuatu lebih berfaedah.” (Tahfdzib Hilyatul Auliya I/71)

Umar bin Khotob:
“Kalau sekiranya kesabaran dan syukur itu dua kendaraan, aku tak tahu mana yang harus aku kendarai.”  (Al Bayan wa At Tabyin III/ 126)

Umar bin Khotob:
“Sesungguhnya kita adalah kaum yang dimuliakan oleh Allah dengan Islam, maka janganlah kita mencari kemuliaan dengan selainnya.” (Ihya’ Ulumuddin 4/203)

Umar bin Khattab:
“Hendaklah kalian menghisab diri kalian pada hari ini, karena hal itu akan meringankanmu di hari perhitungan.” (Shifatush Shafwah, I/286)

"Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar."  -Khalifah ‘Umar-

"Orang yang paling aku sukai adalah dia yang menunjukkan kesalahanku." -Khalifah ‘Umar-

"Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah.Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih baik daripada sabar." -Sayidina Umar bin Khattab-

"Barangsiapa takut kepada Allah SWT nescaya tidak akan dapat dilihat kemarahannya. Dan barangsiapa takut pada Allah, tidak sia-sia apa yang dia kehendaki."  -Sayidina Umar bin Khattab-

"Orang yang banyak ketawa itu kurang wibawanya. Orang yang suka menghina orang lain, dia juga akan dihina. Orang yang mencintai akhirat, dunia pasti menyertainya. Barangsiapa menjaga kehormatan orang lain, pasti kehormatan dirinya akan terjaga." -Sayidina Umar bin Khattab-

"Manusia yang berakal ialah manusia yang suka menerima dan meminta nasihat." -Umar bin Khatab-

"Barangsiapa yang jernih hatinya, akan diperbaiki Allah pula pada yang nyata di wajahnya." -Umar bin Khatab-

"Barangsiapa menempatkan dirinya di tempat yang dapat menimbulkan persangkaan, maka janganlah menyesal kalau orang menyangka buruk kepadanya." -Umar bin Khattab-

"Kebajikan yang ringan adalah menunjukkan muka berseri-seri dan mengucapkan kata-kata lemah-lembut." -Umar bin Khattab-


"Didiklah anak-anakmu itu berlainan dengan keadaan kamu sekarang kerana mereka telah dijadikan Tuhan untuk zaman yang bukan zaman engkau." -Umar bin Khattab-

Sumber : http://waterboyry.wordpress.com/category/tokoh/

Surga itu Tidak Gratis

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk jannah (surga), padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa malapateka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah.’ Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah amat dekat.”  (Al-Baqarah: 214).


Khabbab bin Arat ra, berteriak lantang: “Memang, ia (Muhammad) adalah utusan Allah kepada kita, untuk membebaskan dari kegelapan menuju terang benderang.” Sebuah deklarasi keimanan justru saat dakwah Rasulullah baru pada fase sirriyah dan lemah. Pernyataan itu diperdengarkan di depan segerombol kafir Quraisy. Kontan, mereka murka mendengarnya. Khabbab, si pandai besi itu sadar akan resiko yang ia hadapi. Tak ayal, mereka memukuli dan menyiksanya. Ia terhuyung tak sadarkan diri. Tubuhnya bengkak-bengkak. Seluruh tulang persendiannya terasa nyeri. Darah mengalir membasahi pakaian dan tubuhnya.

Ini bukan akhir Khabbab menuai siksaan. Onggokan besi, bahan baku pedang, di rumahnya menjadi senjata makan tuan. Kafir Quroisy mengubahnya menjadi alat siksa yang mengerikan. Mereka masukkan besi ke dalam api hingga merah membara. Dililitkannya besi menyala itu pada kedua tangan dan kaki Khabbab. Sakit tiada terkira. Namun, semua itu tak menjadikan ia bergeming dari keimanan.

Derita Khabbab belum usai. Ummi Anmar, bekas majikannya, turun tangan. Wanita jalang itu menyiksa dan menderanya. Ia mengambil besi panas yang menyala dan meletakkannya di ubun-ubun Khabbab. Ia menggeliat kesakitan. Nafas tetap ditahan agar tak keluar keluhan, karena keluhan hanya akan menjadikan para algojo bersorak-sorak.

Sampai suatu ketika Khabbab datang menghadap Rasulullah saw di bawah naungan Ka’bah. “Wahai Rasulullah! tidakkah Anda memohonkan pertolongan bagi kami? Usul Khabbab. Rasulullah duduk, raut mukanya memerah seraya bersabda: “Dahulu sebelum kalian, ada orang disiksa dengan dikubur hidup-hidup. Ada yang kepalanya digergaji menjadi dua bagian. Ada pula yang kepalanya disisir dengan sikat besi hingga kulit kepalanya terkelupas. Tetapi siksaan-siksaan itu tidak memalingkan mereka dari agamanya. Demi Allah, Allah pasti akan mengakhiri persoalan ini, sehingga orang berani berjalan dari Shan’a ke Hadramaut tanpa rasa takut kepada siapa pun selain Allah, walaupun srigala ada di antara hewan gembalaannya, tetapi kalian tampak terburu-buru.”

Itulah sepenggal episode kehidupan Khabbab r.a. Pada awal dakwah Islam, penyiksaan bahkan dialami oleh Rasulullah saw sendiri beserta para sahabat yang lain. Mungkin kita bertanya, mengapa Rasulullah saw dan para sahabatnya harus merasakan penyiksaan, sedangkan mereka berada pada pihak yang benar? Mengapa pula Allah Ta’ala tidak melindungi mereka, padahal mereka adalah tentara-tentara Allah, bahkan kekasih-Nya berada ditengah-tengah mereka?
Manusia dicipta bukan tanpa tujuan. Allah bermaksud mencipta manusia untuk beribadah kepada-Nya.  
“Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku.”  (Adz-Dzariyat: 56).
Beribadah itulah tujuan utama penciptaan manusia.

Sifat dasar ubudiyah adalah taklif (beban). Dalam Islam, orang yang akil baligh biasa disebut mukallaf, artinya, orang yang dibebani. Dengan demikian ubudiyah mengharuskan adanya taklif, sedang taklif menuntut adanya kesiapan menanggung beban dan perlawanan terhadap hawa nafsu dan syahwat. Taklif tersebut, tersimpul dalam kalimat laailaaha illallah, yang bermakna tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain hanya Allah. Meski kalimat tersebut singkat, namun ia bermakna padat. Ia mengandungi totalitas penetapan (itsbat) atas obyek peribadatan, meliputi tujuan (qasd), niat, pengagungan (ta’dhim), pengharapan (raja’), dan takut (khauf) hanya tertuju kepada Allah semata. Kalimat tersebut juga mengandungi totalitas pengingkaran (nafyu) atas obyek peribadatan kepada selain Allah yang meliputi sesembahan yang diyakini dapat mendatangkan manfaat dan madharat (aalihah), makhluk yang rela diibadahi, diikuti, dan ditaati (taghut), fatwa atau jalan hidup yang menyelisihi Islam (arbaab), dan segala yang dapat memalingkan manusia dari Allah, seperti harta, tempat tinggal, dan keluarga (andaad).

Dengan demikian, berislam memang (seharusnya) menumbuhkan sikap revolusioner. Konsekuensi berislam, adalah tuntutan memenuhi segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, baik menyangkut ubudiyah mahdlah atau ghairu mahdlah. Juga, ubudiyah harus murni hanya kepada Allah. Dus, harus menolak beribadah kepada selain-Nya, baik dari golongan jin maupun manusia. Hal ini tentu membawa potensi ancaman yang beragam, terutama dari unsur-unsur yang diingkari untuk diibadahi, baik dari golongan jin maupun manusia. Di sinilah maksud taklif menuntut adanya kesiapan menanggung beban dan perlawanan.

Jadi, memang sejak semula manusia diciptakan untuk siap menanggung beban, ujian, dan cobaan. Karena jannah yang dijanjikan Allah tidaklah gratis, melainkan harus ditebus dengan berislam, lengkap dengan segala konsekuensi yang harus dipenuhi dan resiko yang harus dihadapi.

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk jannah (surga), padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa malapateka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan berbagai cobaan) sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata: ‘Bilakan datangnya pertolongan Allah.’ Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah amat dekat.” (Al-Baqarah: 214).

Lantas apa maksud Allah? bukankah bagi-Nya segala sesuatu mudah jika mengendaki? hanya dengan kalimat kun fayakun(Jadilah! maka akan terjadi), termasuk mudah bagi Allah jika Dia menghendaki Islam tegak di muka bumi, juga mudah bagi-Nya jika mengendaki seluruh manusia memeluk Islam…?

Sengaja Allah tidak membuat semuanya berjalan mulus, Dia bermaksud menguji hamba-hambanya hingga dapat dibuktikan siapa yang mukmin dan siapa yang munafik, siapa yang jujur dan siapa yang dusta? Berislam secara lisan belaka, tanpa ada konsekuensi-konsekuensi tertentu, tentu akan sulit membedakan antara yang sungguh-sungguh dengan yang berpura-pura. Di sinilan relevansi mekanisme ujian dan cobaan bagi seorang hamba.

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan: ‘Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi?’ Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sungguh Allah mengetahui orang-orang yang benar, dan sungguh Allah mengetahui orang-orang yang dusta.”(Al-Ankabut: 2–3).

Sumber : http://ldkarrahmanunja.wordpress.com/2010/12/31/surga-itu-tidak-gratis/

Anak Penjual Koran

Cerita kali ini adalah Pesan Hidup Dari Bocah Penjual Koran

Dari tadi pagi hujan mengguyur kota tanpa henti, udara yang biasanya sangat panas, hari ini terasa sangat dingin. Di jalanan hanya sesekali mobil yang lewat, hari ini hari libur membuat orang kota malas untuk keluar rumah.

Di perempatan jalan, Umar, seorang anak kecil berlari-lari menghampiri mobil yang berhenti di lampu merah, dia membiarkan tubuhnya terguyur air hujan, hanya saja dia begitu erat melindungi koran dagangannya dengan lembaran plastik.

“Korannya bu !”seru Umar berusaha mengalahkan suara air hujan.

Dari balik kaca mobil si ibu menatap dengan kasihan, dalam hatinya dia merenung anak sekecil ini harus berhujan-hujan untuk menjual koran. Dikeluarkannya satu lembar dua puluh ribuan dari lipatan dompet dan membuka sedikit kaca mobil untuk mengulurkan lembaran uang.

“Mau koran yang mana bu?, tanya Umar dengan riang.
”Nggak usah, ini buat kamu makan, kalau koran tadi pagi aku juga sudah baca”, jawab si ibu.

Si Umar kecil itu tampak terpaku, lalu diulurkan kembali uang dua puluh ribu yang dia terima, ”Terima kasih bu, saya menjual koran, kalau ibu mau beli koran silakan, tetapi kalau ibu memberikan secara cuma-cuma, mohon maaf saya tidak bisa menerimanya”, Umar berkata dengan muka penuh ketulusan.

Dengan geram si ibu menerima kembali pemberiannya, raut mukanya tampak kesal, dengan cepat dinaikkannya kaca mobil. Dari dalam mobil dia menggerutu ”Udah miskin sombong!”. Kakinya menginjak pedal gas karena lampu menunjukkan warna hijau. Meninggalkan Umar yang termenung penuh tanda tanya.Umar berlari lagi ke pinggir, dia mencoba merapatkan tubuhnya dengan dinding ruko tempatnya berteduh.Tangan kecilnya sesekali mengusap muka untuk menghilangkan butir-butir air yang masih menempel. Sambil termenung dia menatap nanar rintik-rintik hujan di depannya, ”Ya Allah, hari ini belum satupun koranku yang laku”, gumamnya lemah.

Hari beranjak sore namun hujan belum juga reda, Umar masih saja duduk berteduh di emperan ruko, sesekali tampak tangannya memegangi perut yang sudah mulai lapar.Tiba-tiba didepannya sebuah mobil berhenti, seorang bapak dengan bersungut-sungut turun dari mobil menuju tempat sampah,”Tukang gorengan sialan, minyak kaya gini bisa bikin batuk”, dengan penuh kebencian dicampakkannya satu plastik gorengan ke dalam tong sampah, dan beranjak kembali masuk ke mobil. Umar dengan langkah cepat menghampiri laki-laki yang ada di mobil. ”Mohon maaf pak, bolehkah saya mengambil makanan yang baru saja bapak buang untuk saya makan”, pinta Umar dengan penuh harap. Pria itu tertegun, luar biasa anak kecil di depannya. Harusnya dia bisa saja mengambilnya dari tong sampah tanpa harus meminta ijin. Muncul perasaan belas kasihan dari dalam hatinya.

“Nak, bapak bisa membelikan kamu makanan yang baru, kalau kamu mau”
”Terima kasih pak, satu kantong gorengan itu rasanya sudah cukup bagi saya, boleh khan pak?, tanya Umar sekali lagi.”Bbbbbooolehh”, jawab pria tersebut dengan tertegun. Umar berlari riang menuju tong sampah, dengan wajah sangat bahagia dia mulai makan gorengan, sesekali dia tersenyum melihat laki-laki yang dari tadi masih memandanginya.

Dari dalam mobil sang bapak memandangi terus Umar yang sedang makan. Dengan perasaan berkecamuk di dekatinya Umar.

”Nak, bolehkah bapak bertanya, kenapa kamu harus meminta ijinku untuk mengambil makanan yang sudah aku buang?, dengan lembut pria itu bertanya dan menatap wajah anak kecil di depannya dengan penuh perasaan kasihan.”Karena saya melihat bapak yang membuangnya, saya akan merasakan enaknya makanan halal ini kalau saya bisa meminta ijin kepada pemiliknya, meskipun buat bapak mungkin sudah tidak berharga, tapi bagi saya makanan ini sangat berharga, dan saya pantas untuk meminta ijin memakannya ”, jawab si anak sambil membersihkan bibirnya dari sisa minyak goreng.

Pria itu sejenak terdiam, dalam batinnya berkata, anak ini sangat luar biasa. ”Satu lagi nak, aku kasihan melihatmu, aku lihat kamu basah dan kedinginan, aku ingin membelikanmu makanan lain yang lebih layak, tetapi mengapa kamu menolaknya”.Si anak kecil tersenyum dengan manis,

”Maaf pak, bukan maksud saya menolak rejeki dari Bapak. Buat saya makan sekantong gorengan hari ini sudah lebih dari cukup. Kalau saya mencampakkan gorengan ini dan menerima tawaran makanan yang lain yang menurut Bapak lebih layak, maka sekantong gorengan itu menjadi mubazir, basah oleh air hujan dan hanya akan jadi makanan tikus.”

”Tapi bukankah kamu mensia-siakan peluang untuk mendapatkan yang lebih baik dan lebih nikmat dengan makan di restoran di mana aku yang akan mentraktirnya”, ujar sang laki-laki dengan nada agak tinggi karena merasa anak di depannya berfikir keliru.

Umar menatap wajah laki-laki didepannya dengan tatapan yang sangat teduh,”Bapak!, saya sudah sangat bersyukur atas berkah sekantong gorengan hari ini. Saya lapar dan bapak mengijinkan saya memakannya”, Umar memperbaiki posisi duduknya dan berkata kembali, ”Dan saya merasa berbahagia, bukankah bahagia adalah bersyukur dan merasa cukup atas anugerah hari ini, bukan menikmati sesuatu yang nikmat dan hebat hari ini tetapi menimbulkan keinginan dan kedahagaan untuk mendapatkannya kembali di kemudian hari.”Umar berhenti berbicara sebentar, lalu diciumnya tangan laki-laki di depannya untuk berpamitan. Dengan suara lirih dan tulus Umar melanjutkan kembali,”Kalau hari ini saya makan di restoran dan menikmati kelezatannya dan keesokan harinya saya menginginkannya kembali sementara bapak tidak lagi mentraktir saya, maka saya sangat khawatir apakah saya masih bisa merasakan kebahagiaannya”.

Pria tersebut masih saja terpana, dia mengamati anak kecil di depannya yang sedang sibuk merapikan koran dan kemudian berpamitan pergi.”Ternyata bukan dia yang harus dikasihani, Harusnya aku yang layak dikasihani, karena aku jarang bisa berdamai dengan hari ini”

Sumber : http://robbie-alca.blogspot.com/2010/12/kisah-hukmah-anak-penjual-koran.html

SURGA DAN NERAKA



NERAKA
Jika Allah swt. memberi balasan kepada orang-orang yang taat dan berbakti dengan kenikmatan, maka kepada orang-orang yang durhaka dan bersalah tentu akan diberi balasan pula yaitu berupa siksa. Siksa itu ialah neraka Jahim. Ini dilakukan sebagai hukuman terhadap mereka, sebab mereka telah melakukan serta menumpuk-numpuk dosa yang besar serta kejahatan-kejahatan yang luar biasa.

Jahim adalah merupakan tempat penyiksaan. Ada beberapa nama untuk neraka itu, di antaranya ialah:
a. Hawiah
Hawiah ialah suatu jurang yang sangat dalam, siapa yang jatuh di situ pasti tidak dapat kembali naik ke atas. Tentang neraka ini Allah Taala berfirman,

“Siapa yang ringan timbangan amal baiknya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiah. Adakah yang memberitahukan padamu, apakah Hawiah itu? Hawiah adalah neraka yang amat panas apinya.” (Q.S. Al-Qari'ah:8-11)

b. Lazha
Ini difirmankan oleh Allah Taala sebagai berikut,
“Ingatlah! Sesungguhnya siksanya ialah neraka Lazha, pengupas kulit kepala. Memanggil orang yang membelakang dan memalingkan mukanya, juga orang yang mengumpulkan kekayaan serta menyimpannya.” (Q.S. Al-Ma'arij:15-18)

Karena kehebatan panas api neraka Lazha ini, kulit kepala pun akan terkelupas dengan sendirinya. Juga karena kehebatan daya tariknya, maka setiap orang yang mendekat di situ pasti akan disambar, sedang orang yang mendekat ini tidak lain kecuali orang yang menolak dan tidak suka menerima kebenaran. Ia memalingkan muka apabila diajak berbuat baik untuk tunduk kepada Tuhan. Sebaliknya yang paling suka dia lakukan adalah mengumpulkan harta kekayaan dan kalau sudah banyak lalu disimpan di dalam almari besi yang tertutup rapat. Hal ini tidak lain hanya karena sangat loba dan tamaknya pada harta, sehingga dijadikan pundi-pundi dan dilihat-lihat saja di dunia ini serta sama sekali tidak untuk dibelanjakan pada jalan yang diperintahkan oleh agama.

c. Sair
Ini dijelaskan oleh Allah Taala dalam firman-Nya,
“Untuk orang-orang yang durhaka, Kami menyediakan neraka Sair.” (Q.S. Al-Mulk:5)

d. Saqar
Ini terdapat dalam firman Allah Taala,
“Orang yang durhaka, akan Kumasukkan ke dalam Saqar. Adakah yang memberitahukan padamu, apakah Saqar itu? Ia tidak membiarkan tertinggal dan tidak pula membiarkan berlebih. Ia dapat mengganti (mengoyak-ngoyak) kulit manusia. Di situ ada penjaganya yang terdiri dari sembilan belas malaikat (dengan tugas untuk menyiksa masing-masing).” (Q.S. Al-Muddatstsir:26-30)

Maksud kata tidak membiarkan tertinggal ialah tidak membiarkan begitu saja apa yang diletakkan di situ, tetapi apa saja yang masuk pasti akan dibakarnya sampai hangus dan hancur. Juga tidak dibiarkan keluar dari situ. Itulah yang akan menghitamkan tubuh dan membuat cacat yang luar biasa buruknya.

e. Huthamah
Tersebut dalam firman Allah Taala,
“Ingatlah! Sesungguhnya orang yang bersalah, akan dilemparkan dalam neraka Huthamah. Adakah yang memberitahukan padamu apakah Huthamah itu? Yaitu api Allah yang dinyalakan, yang naik sampai ke ulu hati. Sesungguhnya api itu ditutupkan di atas mereka dalam tiang yang panjang-panjang.” (Q.S. Al-Humazah:4-9)


KESENGSARAAN DALAM NERAKA JAHIM
Allah Taala telah mendeskripsikan keadaan dalam Jahim itu. Dengan memikirkan sifat-sifat itu, rasanya akan berubanlah rambut setiap pemuda dan akan copot kiranya ulu hati setiap manusia. Memang dibuat demikian mengerikan agar semua orang yang menempuh jalan yang sesat, kembali ke jalan yang benar dan yang durhaka, bertobat dari kedurhakaannya. Allah Taala menyebutkan bahwa bahan bakarnya saja adalah manusia yang tersiksa itu sendiri serta batu-batu belaka.

Renungkanlah firman Allah Taala ini,
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu sendiri dan seluruh keluargamu dari siksa api neraka, bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Di situ dijaga oleh malaikat yang kasar lagi bengis, tidak membantah kepada Allah tentang apa saja yang diperintahkan kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahrim:6)

Neraka tidak akan merasa puas dengan banyaknya apa saja yang dimasukkan di dalamnya. Jadi ia senantiasa meminta ditambah, sehingga tidak terdaplagi di situ suatu tempat yang kosong.

Hal ini difirmankan oleh Allah Taala,
“Pada hari Kami (Allah) berfirman kepada Jahanam, ‘Adakah engkau sudah penuh.’ Jahanam bertanya, ‘Adakah tambahan lagi?” (Q.S. Qaf:30)

Mujahid berkata,
“Sebenarnya tidak ada suatu percakapan di situ, tetapi percakapan ini adalah sebagai suatu perumpamaan tentang hal-ihwal Jahanam, yang berarti bahwa di dalamnya sudah penuh sesak, sehingga tidak suatu tempat pun yang terluang lagi, penuh padat sukar bergerak. Para penghuninya diberi makanan berupa pohon zaqum, yakni sebuah pohon yang termasuk dalam golongan yang paling buruk, pahit rasanya, bacin baunya dan bahkan berduri.”

Mengenai ini Allah Taala menjelaskan dalam firman-Nya,
“Adakah tempat di surga yang lebih baik, ataukah pohon zaqum? Sesungguhnya hal itu Kami jadikan untuk ujian bagi kaum yang bersalah. Sesungguhnya pohon zaqum tumbuh dari dasar neraka. Mayangnya seperti kepala setan (ular). Sesungguhnya penghuni neraka itulah yang makan kayu pohon itu dan karenanya, maka perut mereka menjadi penuh (kembung). Sehabis itu mereka akan mendapatkan air yang sangat panas untuk dijadikan campuran makanannya.” (Q.S. Ash-Shaffat:62-67)

Dalam hal ini ada lagi firman Allah Taala yaitu,
“Sesungguhnya Kami (Allah) telah menyediakan neraka untuk orang-orang yang bersalah, mereka dikepung oleh gejolak apinya. Jika mereka meminta minuman, mereka diberi minum air tembaga yang mendidih yakni dapat menghanguskan muka. Alangkah buruknya minuman yang sedemikian itu. Alangkah jeleknya tempat yang semacam itu.” (Q.S. Al-Kahfi:29)

Pakaian penghuni neraka adalah berupa api juga, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Taala,
“Inilah dua golongan yang berlawanan, mereka memperselisihkan tentang Tuhannya. Maka orang-orang yang kafir, untuk mereka dibuatkan pakaian dari api dan disiramkan di atas kepala mereka air yang mendidih. Apa yang ada di dalam perut dan juga kulit mereka menjadi hanyut (cair) karenanya. Dan untuk (hukuman) mereka disediakan cemeti besi. Setiap mereka hendak keluar dari dalamnya karena kesedihan, lalu mereka dikembalikan lagi ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka, ‘Rasakan olehmu semua siksa yang membakar ini’.” (Q.S. Al-Haj:19-22)

Dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi saw. bersabda,
“Sesungguhnya siksa dalam neraka Jahim ialah dituangkan air yang mendidih di atas kepala orang-orang yang durhaka itu, kemudian terus masuk ke dalam sehingga menembus ke dalam perut mereka, kemudian keluar segala isi yang ada dalam perut itu sehingga tampak meleleh dari kedua tapak kakinya. Ini semua merupakan cairan yang berasal dari isi perut. Selanjutnya dikembalikan lagi sebagaimana semula.” (Diriwayatkan oleh Tirmizi dan ia mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan sahih.)

Jahanam mengepung semua orang yang disiksa di dalamnya dari segala penjuru. Ini adalah merupakan tutup dan hamparan, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Taala,
“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan keterangan-keterangan Kami dan bersikap sombong terhadapnya, maka tidak akan dibukakan kepada mereka pintu-pintu langit dan tidak akan masuk ke dalam surga sehingga unta dapat masuk ke lubang jarum. Demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang yang bersalah. Mereka mempunyai tempat tidur dari api yang menyala dan di atas mereka ada tutup dan demikian itulah Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang yang menganiaya.” (Q.S. Al-A'raf:40-41)

Allah Taala juga berfirman,
“Di atas kepala mereka ada tumpukan api dan di bawahnya pun ada tumpukan api pula. Demikian Allah memperingatkan sekalian hamba-hamba-Nya. Oleh sebab itu, hai hamba-hamba-Ku, takutlah kamu semua pada-Ku.” (Q.S. Az-Zumar:16)

Penghuni Jahanam tidak akan mati selama-lamanya, sebab kalau mati tentu dapat beristirahat, tetapi tidak pula merasakan kehidupan yang senang dan nyaman. Ini jelas diterangkan oleh Allah dalam firman-Nya,
“Orang yang malang akan menjauhkan diri daripada peringatan yang benar itu. Orang itulah yang akan masuk ke dalam neraka yang besar apinya. Di situ ia tidak akan mati dan tidak pula hidup.” (Q.S. Al-A'la:11-13)

Para penghuni neraka terhalang dari (rahmat) Allah swt, sebagaimana firman-Nya,
“Dengan demikian, sesungguhnya mereka pada hari itu (pada hari kiamat) tertutup dari (rahmat) Tuhannya.” (Q.S. Al-Muthaffifin:15)

Ini adalah merupakan bentuk siksa yang paling hebat. Dalam ayat lain Allah Taala berfirman lagi,
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir (tidak mempercayai) ayat-ayat Kami, Kami akan memasukkan mereka ke dalam api neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami gantikan dengan kulit yang lain, supaya mereka rasakan benar-benar siksaan itu. Sesungguhnya Allah Maha Mulia dan Bijaksana.” (Q.S. An-Nisa:56)

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa setiap kulit penghuni neraka yang sudah hangus, hancur dan habis dimakan api akan diganti dengan kulit lain. Sebab dilaksanakan sedemikian ini ialah karena rasa sakit yang sangat justru dalam urat-urat di lapisan kulit, sedang yang lain-lainnya seperti bagian dalam, otot-otot dan sebagainya, maka rasa sakitnya kurang. Oleh sebab itu setiap dokter tentu mengetahui bahwa terbakar yang sekali pun hanya biasa saja, jika belum sampai melampaui lapisan kulit, maka akan menimbulkan rasa sakit yang sangat pedih sekali. Lain sekali dengan terbakarnya yang sangat sehingga melalui lapisan kulit sampai ke bagian dalam daging. Sekali pun keadaannya lebih membahayakan, tetapi sakit yang dirasakan tidaklah sehebat yang di atas. Allah Taala memberitahukan kepada kita bahwa setiap api sudah makan kulit yang di dalamnya terdapat beberapa urat saraf, lalu dibuatkan lagi kulit yang baru, tanpa berhenti sama sekali. Demikianlah bentuk siksa yang akan dialami penghuni neraka nanti, amat sangat dan pedih sekali.

Di sini tampak nyata betapa besar kebijaksanaan Allah Taala, sebelum hal itu diketahui oleh manusia. Memang Allah Taala bersifat Maha Mulia dan Bijaksana, oleh sebab hebatnya kesengsaraan yang diderita juga karena amat pedihnya siksa yang dirasakan, sampai-sampai kaum durhaka hendak menebusnya, andaikata dapat, sekali pun dengan mengurbankan kekasih yang dimilikinya atau seorang yang amat disayangi dan dimuliakan. Tetapi adakah tebusan itu akan bermanfaat untuknya, dapatkah hal itu terjadi dan siapakah yang akan menerima cara yang sebodoh ini? Maka segala harapan mereka tidak terpenuhi dan tidak terkabul. Dalam hal ini Allah Taala berfirman,
“Orang yang berdosa ingin sekali, kalau kiranya mereka dapat menebus dirinya dari siksa yang diterimanya pada hari itu dengan memberikan anak-anak, istri, saudara dan keluarganya yang memberi tempat kediaman untuknya, juga dengan seluruh manusia yang di bumi ini. Demikianlah ia ingin menyelamatkan dirinya sendiri. Tidak mungkin terjadi.” (Q.S. Al-Ma'arij:11-15)

PERBANDINGAN API DI DUNIA DENGAN API AKHIRAT
Diceritakan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda,
“Apimu yang kamu semua nyalakan di dunia ini hanyalah satu bagian dari tujuh puluh bagian panas neraka Jahanam.” Para sahabat berkata, “Demi Allah, api dunia ini saja sudah amat panas, ya Rasulullah!” Beliau lalu bersabda lagi “Memang, api neraka masih lebih lagi, enam puluh sembilan bagian dari panasnya, semua itu setiap bagian sama suhu panasnya dengan api dunia.” (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmizi).

SIKSAAN YANG PALING RINGAN
Diceritakan dari Nukman bin Basyir r.a. bahwa Nabi saw. bersabda,
“Seringan-ringan siksa manusia ialah seseorang yang dipakaikan sepasang alas kaki dengan dua buah pengikat dari api neraka. Dari keduanya mendidih otaknya sebagaimana air mendidih di kuali. Ia merasa tidak ada orang lain yang dianggap lebih berat siksanya dari dirinya sendiri, padahal sebenarnya ialah orang yang teringan siksanya di antara penghuni neraka.” (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmizi).


ORANG MUKMIN TIDAK KEKAL DALAM NERAKA
Dalam hadis sahih diterangkan bahwa orang mukmin tidak akan kekal disiksa di dalam neraka. Apabila seorang mukmin melakukan dosa-dosa besar sampai berulang kali dan bertimbun-timbun dan belum lagi terbalas dengan diberi hukuman hudud sebagaimana yang ditetapkan dalam syariat agama, tidak pula disusul dengan tobat nasuha, juga tidak terhapus dengan sebamemperoleh musibah (bencana), sakit atau hal-hal lain yang dapat melenyapkan dosanya, maka tentu ia akan dihisab amalannya yang buruk tadi. Jadi nanti pada hari kiamat Allah Taala akan menimbang amal-amal perbuatannya yang baik dan juga semua kemaksiatan-kemaksiatan yang dilakukan yang belum sempat ditobati. Sekiranya kebaikannya menang, tentu ia dapat dimasukkan ke dalam surga juga dapat masuk surga pula sekiranya antara kebaikan dan keburukannya sama nilai dan beratnya.

Dalam hal ini Allah Taala berfirman,
“Kami (Allah) tegakkan neraca keadilan pada hari kiamat, sehingga tidak seorang diri pun yang akan dianiaya (dirugikan) sedikit pun dan sekali pun hanya suatu amalan seberat biji sawi, pasti Kami datangkan (timbang) juga. Cukup sempurnalah Kami membuat perhitungan.” (Q.S. Al-Anbiya:47)

Jika keburukan lebih berat timbangannya dari kebaikannya, maka ia akan masuk neraka. Di situlah ia akan disiksa sesuai dengan kadar yang telah diamalkan dan cocok pula dengan dosa yang telah ditimbun serta setimpal dengan bentuk hukuman yang akan diterimanya. Setelah cukup masa hukuman, ia akan keluar dari neraka dengan tubuh dan jiwa yang sudah suci. Ia akan memperoleh apa yang telah dijanjikan oleh Allah Taala, berupa pahala atas kebaikannya, demikian itulah cara penerapan keadilan dan kebijaksanaan Allah Taala.

Mengenai tidak kekalnya orang mukmin dalam neraka disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Said Khudri bahwa Nabi saw. bersabda,
“Penghuni surga akan masuk surga dan penghuni neraka akan masuk neraka. Kemudian Allah Taala berfirman, ‘Keluarkanlah dari neraka siapa saja yang di dalam hatinya ada keimanan sekali pun seberat biji sawi.’ Orang-orang itu lalu keluar dari neraka dan tubuhnya sudah hitam hangus. Mereka lalu dimasukkan ke dalam sungai kehidupan (memberikan semangat hidup kembali), lalu tumbuhlah orang-orang tersebut sebagai tumbuhnya benih di samping tanah yang terkena air bah (banjir). Tidakkah engkau mengetahui bahwa benih itu akan keluar kekuning-kuningan dan berseri-seri.”  (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Nasai).

Jadi orang-orang yang berasal dari neraka, akan keluar sesudah dimandikan dalam sungai kehidupan tadi dan tubuhnya kembali segar bugar, bersemangat, riang gembira sebab merasa hidup layak lagi sebagaimana yang diinginkan. Selain itu ada sebuah hadis lain dari Anas r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda,
“Akan keluar dari neraka siapa saja yang mengucapkan laa ilaaha illallaah, sedang dalam kalbunya ada kebaikan seberat biji kacang. Akan keluar dari neraka siapa saja yang mengucapkan laa ilaaha illallaah sedang dalam kalbunya ada kebaikan seberat gandum. Akan keluar dari neraka siapa saja yang mengucapkan laa ilaaha illallaah sedang dalam kalbunya ada kebaikan seberat debu.”  (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmizi).

SYAFAAT UNTUK ORANG YANG BERBUAT MAKSIAT
Rasulullah saw. selain memberikan syafaat uzhma (besar), juga memberikan syafaat lain-lain sesudah memperoleh izin dari Allah Taala, juga setelah selesai masa penyiksaan, yaitu untuk mengeluarkan orang yang bermaksiat dari neraka. Dicantumkan dalam beberapa hadis sahih bahwasanya Rasulullah saw. dapat memberikan syafaat kepada orang-orang yang mengerjakan dosa-dosa besar sesudah mereka masuk neraka, kemudian Allah Taala menerima syafaatnya untuk orang-orang yang berdosa tadi, lalu Allah Taala mengeluarkan mereka dari neraka itu.

Jadi syafaat ini maksudnya ialah untuk menampakkan kemuliaan seseorang yang memberikan syafaat itu di sisi Allah, juga untuk memperlihatkan betapa keutamaan Nabi kita saw.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Setiap nabi mempunyai sebuah doa yang dikabulkan, yang dengannya ia berdoa. Saya (Nabi saw.) bermaksud hendak menyimpan doa itu untuk memberikan syafaat kepada umatku di akhirat.”  (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).

Imam Muslim menambahkan sabda beliau dengan,
“Syafaat itu akan diperoleh insya Allah Taala oleh semua umatku yang mati, yang tidak menyekutukan sesuatu apa pun dengan Allah.”

Diriwayatkan pula dari Imran bin Hashin r.a. bahwa Nabi saw. bersabda,
“Ada suatu kaum keluar dari neraka dengan syafaat Muhammad saw. lalu mereka masuk surga dan diberi nama Jahanamiyin (bekas penghuni Jahanam).”  (Diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Daud dan Ibnu Majah).

Mereka diberi nama sedemikian bukan sebagai kata penghinaan, tetapi hanya supaya selalu ingat siksa-siksa yang pernah dia alami dan betapa besar nikmat yang kini diterimanya. Dengan demikian mereka akan lebih bergembira dan bersukacita.

PERCAKAPAN ANTARA AHLI SURGA DAN AHLI NERAKA
Setelah penghuni surga menetap di surga dan penghuni neraka di neraka, terjadilah suatu percakapan antara kedua golongan itu. Masing-masing golongan menyebutkan apa yang telah diamalkan di dunia dan balasan apa yang saat itu diterimanya yakni setelah di akhirat.

Mengenai bentuk percakapan itu tentu tidak dapat diuraikan sejelas-jelasnya, bagaimana terjadi perbincangan antara kedua golongan itu yang demikian sempurna, padahal antara keduanya terdapat jarak yang begitu jauh dan selisih kedudukan yang begitu besar. Oleh sebab itu tidak perlu dipikirkan terlampau mendalam, sebab semua itu termasuk salah satu bagian dari urusan akhirat yang pasti kita tidak dapat mencapai dengan akal pikiran kita. Kita tidak dapat mengetahui persoalan demikian dengan penyelidikan kita bagaimana pun telitinya. Tetapi Allah swt. sengaja mengubah keadaan manusia ini dan diciptakan dalam alam dan keadaan yang berbeda dengan gambaran yang biasa kita saksikan sekarang. Di akhirat manusia akan diberi panca indra yang lain lagi sifatnya, sehingga akan menjadi lebih kuat dari panca indra yang diberikan sewaktu di dunia sekarang ini.

Dalam persoalan ini rasanya tidak terlampau sukar untuk kita pikirkan, jika kita sudah melihat kemajuan teknik yang baru yang diciptakan oleh akal manusia pada akhir-akhir ini. Ada suatu benda yang kiranya mudah untuk mendekatkan pemahaman kita yaitu dengan melihat pesawat seperti televisi. Bukankah dengan alat ini antara manusia satu dengan lainnya dapat saling saksi-menyaksikan, lihat-melihat serta dengar-mendengar, sekali pun antara keduanya terdapat jarak yang amat jauh yang harus ditempuh dalam waktu berbulan-bulan perjalanan.

Allah Taala berfirman,
“Kami (Allah) telah menentukan kematian kepadamu dan Kami tidak akan dapat dikalahkan. Untuk menukar rupamu dan menjadikan kamu dalam rupa (keadaan lain) yang tidak kamu ketahui.” (Q.S. Al-Waqi'ah:60-61)

Dalam Alquran diceritakan bentuk percakapan antara penghuni surga dan penghuni neraka, padahal terang ada tabir pemisah antara kedua golongan ini. Tabir itu di kalangan penghuni surga merupakan rahmat dan kenikmatan sedang di kalangan penghuni neraka adalah azab dan siksaan. Oleh sebab Alquran memberikan keterangan semacam itu, kita pun wajib beriman akan terlaksananya nanti. Adapun mengenai hakikatnya baiklah kita serahkan saja kepada Allah Taala Yang Maha Mengetahui segala yang gaib dan insya Allah kita akan dapat menyaksikan sendiri di akhirat nanti.

Allah Taala menjelaskan percakapan itu dalam firman-Nya,
“Pada hari engkau melihat orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, cahaya mereka bersinar di hadapan dan di kanan mereka. Kepada mereka disampaikan, ‘Berita gembira untukmu semua pada hari ini. Kamu semua memperoleh taman-taman surga yang di dalamnya ada berbagai sungai mengalir di bawahnya.’ Mereka berdiam di situ untuk selama-lamanya. Demikian adalah suatu keuntungan yang besar sekali. Pada hari orang-orang yang munafik (beriman di bibir atau menunjukkan keislamannya secara palsu), yang lelaki atau perempuan, mengatakan kepada orang-orang yang beriman, ‘Tunggulah kami, biarkanlah kami mengambil sebagian dari cahayamu.’ Kepada mereka lalu dikatakan, ‘Mundurlah ke belakang dan carilah sendiri cahaya itu!’ Kemudian diletakkanlah tabir dinding antara mereka yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat (karunia), sedang di baliknya yakni di bagian luar ada siksaan. Orang yang berada di luar berseru pada yang di dalam, ‘Bukankah kita ini dahulu bersama-sama denganmu.’ Yang di dalam menjawab, ‘Betul, tetapi kamu semua telah mencelakakan dirimu sendiri dan bahkan menantikan kehancuran kami. Kamu semua ragu-ragu terhadap janji Tuhan dan kamu semua ditipu oleh angan-angan yang kosong sampai datang perintah Allah (kematian). Kamu semua juga ditipu oleh suatu tipuan sehingga lalai menjalankan perintah Allah. Oleh sebab itu, pada hari ini tidak akan diterima tebusan apa pun dari kamu semua dan tidak pula dari orang-orang yang kafir (tidak beriman). Tempat kediamanmu semua adalah neraka, itulah tempatmu berlindung dan tempat kembali yang amat buruk.” (Q.S. Al-Hadid:12-15)

Dalam adegan lain Alquran juga menceritakan bentuk yang lain mengenai percakapan antara penghuni surga dengan penghuni neraka, yaitu,
“Orang-orang yang mendiami surga sama berseru kepada orang-orang yang mendiami neraka, ‘Sebenarnya kami telah mendapati apa yang sebetulnya dijanjikan oleh Tuhan kepada kami. Maka apakah kamu semua juga sudah memperoleh apa yang sebetulnya dijanjikan oleh Tuhan kepadamu semua.’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Kemudian seseorang meneriakkan bahwa laknat (kutukan) Allah untuk orang-orang yang menganiaya (berbuat durhaka). Yaitu orang-orang yang menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan mengusahakan supaya jalan itu menjadi bengkok dan mereka tidak mempercayai hari kemudian.” (Q.S. Al-A'raf:44-45)

Perlu dimaklumi bahwa janji Tuhan kepada orang yang berbuat kebaikan adalah kenikmatan dalam surga, sedang janji Tuhan untuk orang yang berdosa ialah siksa dalam neraka. Kedua hal itu sudah diakui bahwa masing-masing sama-sama menerimanya. Selanjutnya Allah menceritakan pula lanjutan percakapan kedua golongan itu dalam Alquran sebagaimana firman-Nya,
“Orang-orang yang mendiami neraka berseru kepada orang-orang yang mendiami surga, ‘Limpahkanlah kepada kami air sedikit atau berilah sedikit rezeki makanan yang telah dikaruniakan oleh Allah kepadamu semua.’ Penghuni surga menjawab, ‘Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya (minuman dan makanan yang enak-enak itu) untuk orang-orang kafir.’ Orang-orang kafir ialah orang-orang yang menganggap agamanya sebagai senda gurau dan permainan belaka. Mereka telah tertipu oleh kehidupan dunia. Oleh sebab itu, pada hari ini Kami (Allah) melupakan mereka sebagaimana mereka dahulu melupakan akan menemui hari ini dan karena mereka menyangkal kebenaran ayat-ayat Kami.” (Q.S. Al-A'raf:50-51)


ORANG YANG TERAKHIR MASUK SURGA DAN YANG TERAKHIR KELUAR DARI NERAKA
Diriwayatkan dari Ibnu Masud r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Orang yang terakhir masuk surga adalah seorang lelaki. Ia kadang-kadang berjalan dan kadang-kadang merangkak, bahkan kadang-kadang masih dijilat-jilat juga oleh api. Setelah ia dapat melalui tempat api itu, ia pun menoleh ke belakang dan berkata, ‘Maha Suci Allah yang telah menyelamatkan diriku daripadamu. Sungguh saya telah dikaruniai oleh Allah Taala suatu pemberian yang belum pernah diberikan oleh-Nya kepada seseorang pun baik dari golongan orang-orang dahulu (awalin) atau pun orang-orang belakangan (akhirin). Kemudian ditampakkan padanya sebatang pohon, lalu ia berkata, ‘Ya Tuhanku! Sudilah kiranya Engkau mendekatkan aku kepada pohon ini, supaya aku dapat bernaung di bawahnya dan dapat pula minum airnya.’ Allah berfirman, ‘Hai anak Adam (manusia)! Barangkali kalau sudah Kuberikan padamu permintaanmu itu, apakah kiranya engkau tidak meminta lagi yang lain?’ Orang itu menjawab, ‘Ya Tuhanku! Aku tidak akan meminta yang lainnya lagi.’ Orang itu disuruh berjanji tidak akan meminta yang lain lagi dan setelah itu Tuhan lalu menerima permohonannya, sebab dilihatnya orang tersebut tidak sabar lagi mendapatkan keinginannya. Oleh Allah ia didekatkan pada pohon itu dan ia pun bernaung di bawahnya serta minum pula airnya. Selanjutnya ditampakkan sebatang pohon yang lain padanya dan yang lebih bagus dari yang pertama. Orang itu berkata, ‘Ya Tuhanku! Sudilah kiranya Engkau mendekatkan aku kepada pohon ini, supaya aku dapat bernaung di bawahnya dan minum airnya. Aku tidak akan meminta yang lainnya pada-Mu.’ Allah berfirman, ‘Hai anak Adam! Bukankah sebelum ini engkau sudah berjanji tidak akan meminta yang lainnya kepada-Ku? Barangkali kalau sudah Kuberikan permintaanmu ini, engkau akan meminta lagi yang lainnya pula?’ Orang itu berjanji sekali lagi untuk tidak meminta yang lainnya. Tuhan lalu menerima permohonannya, sebab dilihatnya orang tersebut agaknya tidak sabar lagi untuk mendapatkan keinginannya itu. Oleh Allah ia didekatkan pada pohon itu dan ia pun bernaung di bawahnya serta minum airnya. Setelah itu ditampakkan pula di muka orang tadi sebatang pohon yang terletak di dekat pintu gerbang surga yang keadaannya lebih bagus dari kedua pohon yang sebelumnya. Orang itu berkata pula, ‘Ya Tuhanku! Sudilah kiranya Engkau mendekatkan aku dari pohon ini, supaya aku bernaung di bawahnya dan minum airnya. Aku tidak akan meminta pada-Mu yang lain lagi.’ Allah berfirman, ‘Hai anak Adam! Bukankah sebelum ini engkau sudah berjanji pada-Ku tidak akan meminta yang lain.’ Orang tadi menjawab, ‘Benar, ya Tuhanku sekarang saya tidak meminta lagi yang lain.’ Oleh Allah diterima permohonannya, sebab dilihatnya ia sudah tidak sabar lagi untuk mendapatkan keinginannya. Orang itu didekatkan pada pohon tersebut. Demi ia sudah didekatkan pada pohon yang terletak di dekat pintu surga itu, lalu terdengar olehnya suara riuh rendah dari penghuni surga. Kemudian ia pun berkata lagi, ‘Ya Tuhanku, masukkanlah saya ke dalam surga.’ Allah berfirman, ‘Hai anak Adam! Karunia apakah yang kiranya dapat memuaskan hatimu, sehingga engkau tidak meminta-minta lagi? Apakah kiranya engkau puas, sekiranya engkau Kuberi kenikmatan sebesar kadar dunia dan sebuah lagi yang seperti itu?’ Orang itu berkata, ‘Ya Tuhanku! Apakah Engkau memperolok-olokkan diriku padahal Engkau adalah Tuhan seru sekalian alam?’ Ibnu Masud (yang menceritakan hadis ini) lalu ketawa. Setelah itu ia berkata, ‘Mengapa kamu semua (kawan-kawannya yang mendengarkan) tidak menanyakan kepadaku, apa sebab aku ketawa?’ Orang-orang yang mendengarkan lalu bertanya, ‘Mengapa engkau tertawa?’ Ia menjawab, ‘Begitulah Rasulullah saw. juga ketawa sewaktu menceritakan ini, lalu beliau ditanya, apakah sebab beliau tertawa.’ Beliau menjawab, ‘Saya tertawa karena Tuhan seru sekalian alam ketawa ketika orang yang meminta dimasukkan surga itu berkata, ‘Apakah Engkau memperolok-olokkan diriku, padahal Engkau adalah Tuhan seru sekalian alam.’ Seterusnya Allah lalu berfirman, ‘Aku tidak memperolok-olokkan engkau, tetapi memang Aku ini Maha Kuasa atas segala yang Aku kehendaki.’”(Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim).


SURGA
Jannah atau surga menurut etimologi berarti taman yang terdiri dari pohon kurma atau pohon lain-lain. Kata ini diambil dari lafal janna yang artinya menutupi. Sebab disebut demikian ialah karena pohon-pohon yang ada di dalam surga amat rindang daunnya, rimbun sekali, sedang cabang-cabang dari pohon yang satu bertaut dengan cabang-cabang dari pohon lainnya, sehingga bagian atas merupakan sebuah naungan atau payung tempat berteduh.

Adapun yang dimaksud dengan surga ialah suatu tempat kediaman atau perumahan yang disediakan oleh Allah swt. untuk hamba-hamba-Nya yang bertakwa kepada-Nya sebagai balasan kepada mereka atas keimanannya yang jujur dan benar serta amal perbuatannya yang saleh.

Untuk memberi nama surga itu, Alquran memberikan banyak gelaran seperti Jannatul Ma'wa (surga tempat kembali), Jannatu Adn (surga tempat tinggal yang kekal), Darul Khulud (perumahan yang kekal), Firdaus (paradis), Darussalam (tempat kediaman yang damai), Darul Maqamah (tempat kediaman yang tenang), Jannatun Na'im (taman-taman yang menyenangkan), Maqam Amin (tempat yang aman) dan lain-lain lagi. Dalam Alquran juga disebutkan bahwa luas surga itu adalah seluas keseluruhan langit dan bumi yakni alam semesta ini. Pernah Nabi saw. ditanya tentang tempat neraka, “Jika luas surga adalah seluas keseluruhan langit dan bumi, maka di manakah tempat neraka?” Beliau memberikan jawaban tentang ini dengan sabdanya, “Maha Suci Allah, di manakah malam, jika siang sudah menjelma.”

PENGHUNI SURGA
Surga tidak akan dimasuki selain orang yang benar-benar mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik dan mulia serta bersifat dengan berbagai keutamaan dan keluhuran. Allah Taaberfirman,
“Sesungguhnya Allah telah membeli diri dan harta orang-orang yang beriman dengan mengaruniakan surga untuk mereka. Mereka berperang untuk membela agama Allah, sebab itu mereka pun membunuh dan terbunuh, menuruti janji Allah yang tersebut dalam kitab Taurat, Injil dan Alquran. Siapakah yang lebih menepati janjinya daripada Allah itu? Oleh sebab itu, maka bergembiralah dengan perjanjian yang telah kamu semua perbuat. Yang sedemikian itu adalah suatu keuntungan yang besar sekali. Orang-orang yang bertobat kepada Allah, orang-orang yang menyembah-Nya, orang-orang yang memuji-Nya, orang-orang yang berpuasa, orang-orang yang rukuk, orang-orang yang sujud, orang-orang yang menyuruh mengerjakan kebaikan, orang-orang yang melarang mengerjakan keburukan dan orang-orang yang menjaga batas-batas hukum Allah, maka sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman itu.” (Q.S. At-Taubah:111-112)

KENIKMATAN SURGA
Allah Taala menjelaskan tentang sifat-sifat dan keadaan surga yakni bahwa kenikmatan-kenikmatan yang ada di dalamnya kekal, kesenangan di situ tidak akan pernah habis dan apa saja yang terdapat di dalamnya benar-benar tidak ada tandingannya. Tentang sungai-sungainya banyak sekali dan bercabang-cabang pula, airnya pun meluap dan tidak akan kering. Dalam Alquran disebutkan,
“Perumpamaan taman surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa ialah sebagai suatu taman yang di dalamnya ada sungai-sungai yang airnya tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari susu yang rasanya tetap tidak berganti-ganti, sungai-sungai dari anggur yang amat sedap rasanya bagi orang-orang yang meminumnya dan sungai-sungai dari madu yang bening jernih. Di sana mereka memperoleh segala macam buah-buahan serta pengampunan dari Tuhan.” (Q.S. Muhammad:15)

Sungai-sungai mengalir di bawah gedung-gedung dan istana-istana yang besar-besar lagi indah, yang di dalamnya penuh tersedia berbagai buah-buahan dan daging burung. Ini jelas difirmankan oleh Allah Taala,
“Para penghuni surga menerima buah-buahan, yang mana saja mereka bebas memilihnya dan juga daging burung, mana saja yang mereka inginkan” (Q.S. Al-Waqi'ah:20-21)

Penghuni-penghuni surga setiap dikaruniai rezeki berupa buah-buahan, mereka senantiasa berkata,
“Ini tentunya yang pernah kita peroleh sebelum sekarang,” padahal yang diberikan kepada mereka memang serupa benar dengan yang lalu. Tetapi yang terang letak persamaan dalam hal kebagusan dan indah bentuknya. Allah Taala berfirman, “Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman serta mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik, sesungguhnya mereka akan memperoleh taman-taman surga yang mengalir beberapa sungai di bawahnya. Setiap mereka mendapatkan pemberian rezeki dari surga dari buah-buahan, mereka berkata, ‘Ini adalah seperti rezeki yang kita terima sebelum sekarang.’ Kepada mereka diberikan pemberian-pemberian yang serupa. Di dalam surga pun mereka akan memperoleh jodoh yang suci dan mereka kekal di dalamnya.” (Q.S. Al-Baqarah:25)

Rezeki baik yang berupa makanan atau minuman yang diberikan kepada penghuni surga dilayani oleh pemuda-pemuda yang tetap tinggal muda dan mereka adalah bagaikan mutiara yang bertaburan karena sangat molek, rupawan dan indah pakaiannya. Ini dinyatakan oleh Allah Taala dalam firman-Nya,
“Dan beredarlah (melayani) di sekitar mereka bujang-bujang yang tetap tinggal muda. Kalau engkau lihat mereka, engkau kira mereka mutiara yang bertaburan. Dan ke mana saja engkau melihat, engkau akan melihat kenikmatan (merasa amat senang sekali) serta kerajaan yang besar. Bujang-bujang muda itu mengenakan pakaian yang berupa sutera halus yang berwarna hijau dan pula sutera tebal, juga diberi perhiasan gelang tangan dari perak. Tuhan memberikan minuman kepada mereka dengan minuman yang bersih.” (Q.S. Al-Insan:19-21)

Adapun bujang-bujang pelayan itu membawa piring-piring, wadah-wadah dan gelas-gelas dari emas, di dalamnya penuh dengan makanan dan minuman yang meneteskan air liur, sangat diingini oleh hati dan sedap dipandang mata. Hal ini dinyatakan oleh Allah Taala dalam firman-Nya,
“Kepada mereka diedarkan piring-piring dan gelas-gelas dari emas. Di dalamnya terdapat semua apa yang diingini oleh hati dan yang sedap dipandang mata. Kamu semua akan kekal di situ selama-lamanya.” (Q.S. Az-Zukhruf:71)

Juga tersebut dalam firman-Nya,
“Kepada mereka diedarkan wadah dari perak dan gelas dari kristal murni. Kristal jernih terbuat dari perak pula yang mereka perkirakan dengan ukuran yang sesuai sekali. Di surga mereka diberi minuman dalam gelas dengan campuran jahe. Diambil dari sebuah mata air yang bernama Salsabil.” (Q.S. Al-Insan:15-18)

Bukan main senang dan suka citanya. Baru pelayannya saja pakaiannya sudah berupa sutera tipis dan tebal berhiaskan emas. Konon pula keadaan tempat kediaman yang digunakan sebagai tempat tinggal, biliknya bersusun dan tampak aliran sungai di bawahnya. Allah Taala berfirman,
“Tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan, mereka akan mendapatkan bilik-bilik gedung yang tinggi dan di atasnya ada pula bilik-bilik dari gedung yang tinggi pula yang dibangun dan di bawahnya mengalir sungai-sungai. Itulah janji Allah. Allah tidak akan mengingkari janji-Nya.” (Q.S. Az-Zumar:20)

Selain itu dijelaskan bahwa penghuni surga ditemani oleh istri-istrinya duduk bersenang-senang dan bersandar di atas sofa yang indah, dalam tempat yang teduh dan nyaman udaranya. Istri-istrinya dijadikan oleh Allah dalam keadaan muda semua, sebaya usianya dan penuh kecintaan pada suaminya, sebagaimana juga halnya Allah menciptakan para bidadari yang matanya jelita, bagaikan telur yang tersimpan rapi. Para wanita dalam surga semua suci dari segala cela yang biasa dialami oleh wanita-wanita di dunia, maka dari itu mereka tidak mengalami haid, nifas, rupa yang buruk atau pun budi pekerti yang jahat. Mengenai semua ini diterangkan oleh Allah Taala dalam beberapa firman-Nya, yaitu,
“Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukannya masing-masing (menurut kegemarannya sendiri-sendiri). Mereka dengan istri-istrinya berada di tempat yang teduh sambil duduk-duduk bersandar di atas sofa.” (Q.S. Yasin:55-56)

Juga firman-Nya,
“Sesungguhnya gadis-gadis dalam surga Kami (Allah) jadikan dengan kejadian yang istimewa. Mereka Kami jadikan perawan suci penuh kecintaan dan sebaya semua usianya.” (Q.S. Al-Waqi'ah:35-37)

Ada pula firman-Nya,
“Di samping mereka terdapat pula gadis-gadis (bidadari-bidadari) yang sopan-sopan lagi setia dengan mata yang jelita bagaikan telur yang tersimpan rapi.” (Q.S. Ash-Shaffat:48-49)

Terdapat pula keterangan bahwa penghuni surga tidak mempunyai perasaan kedengkian, sebab sifat ini sudah dibuang sama sekali oleh Allah Taala dari hati mereka. Mereka hidup sebagai saudara kandung, duduk berhadap-hadapan dan tidak merasa penat atau lelah sama sekali. Ini disebutkan dalam firman Allah Taala yang berbunyi,
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berdiam di dalam taman-taman surga dan di tengah-tengahnya ada mata air yang memancar. Kepada mereka dikatakan, ‘Masuklah kamu semua ke dalamnya dengan aman sentosa.’ Kami (Allah) telah membuang segala sifat kedengkian yang ada di dalam hati mereka, sehingga mereka merupakan saudara-saudara belaka, berhadap-hadapan di atas tempat duduk. Mereka tidak pernah tersentuh rasa lelah dan mereka tidak akan dikeluarkan dari tempat itu.” (Q.S. Al-Hijr:45-48)

Diuraikan pula bahwa di dalam surga tidak terdengar sama sekali omong kosong atau percakapan yang menyebabkan dosa. Yang terdengar hanyalah kata-kata yang menyucikan Allah swt. serta ucapan salam antara seorang dengan lainnya, juga salam Tuhan kepada kaum mukminin, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Taala,
“Di dalam surga mereka tidak mendengarkan perkataan omong kosong dan tidak pula kata-kata yang menyebabkan dosa. Yang terdengar di situ hanyalah ucapan salam (damai), salam (damai)’.” (Q.S. Al-Waqi'ah:25-26)

Juga firman-Nya,
“Salam (damai), suatu ucapan penghormatan yang diterima dari Tuhan Yang Maha Pemurah.” (Q.S. Yasin:58)

Dan lagi firman-Nya,
“Para malaikat akan datang menemui penghuni surga dari segala pintu. Mereka mengatakan, ‘Salam (damai) untukmu semua, dketeguhan hatimu. Alangkah senangnya tempat kediaman yang terakhir.’” (Q.S. Ar-Ra'd:23-24)

Adapun hadis yang menjelaskan sehubungan dengan persoalan surga dan penghuninya serta keadaan-keadaan yang ada di dalamnya, di antaranya ialah yang diceritakan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmizi bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Sesungguhnya kelompok pertama yang memasuki surga rupa mereka adalah bagaikan bulan purnama. Kemudian yang menyusul sesudah mereka mempunyai rupa sebagai bintang cemerlang yang cahayanya sangat terang di langit. Para penghuni surga tidak membuang kotoran kecil atau besar, tidak pula berludah atau pun beringus. Sisir mereka terbuat dari emas sedang keringat mereka berbau minyak kasturi dan perapiannya adalah dari tangkai dupa harum. Istri-istri mereka adalah bidadari yang bermata jelita. Para penghuni surga mempunyai satu macam watak sebagai satu orang saja, sedang bentuk rupanya adalah semua seperti ayah mereka yakni Adam yang tingginya ada enam puluh hasta ke atas.”

Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Usamah bin Zaid, bahwa Rasulullah saw. pada suatu hari bersabda kepada sekalian sahabatnya,
“Ingatlah! Siapakah yang suka cepat-cepat berusaha giat mendapat surga? Sesungguhnya surga tidak pernah terlintas dalam hati yang sesuai dengan keadaannya. Demi Zat yang menguasai Kakbah, surga adalah merupakan cahaya yang terang-benderang, semerbak wangi yang mengharumkan, di dalamnya terdapat istana yang megah, sungai yang mengalir, buah-buahan yang banyak dan matang, istri yang cantik dan molek, berbagai perhiasan yang bermacam-macam dan kedudukan yang selamanya dalam keadaan kelapangan dan kenikmatan hidup, dalam gedung-gedung yang indah dan mengkilap.” Para sahabat lalu berkata, “Kita semua ingin cepat-cepat untuk mencapainya, ya Rasulullah.” Beliau lalu bersabda, “Katakanlah insya Allah.” Kemudian beliau menyebutkan urusan perjuangan dan menyuruh supaya diperhebat". (Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah).

NIKMAT SURGA DI LUAR GAMBARAN AKAL PIKIRAN
Nikmat surga sebagaimana yang telah diuraikan di muka adalah seperti apa yang sudah kita kenal di alam dunia sekarang ini, sekali pun tentunya keadaannya lebih tinggi, nilainya lebih mulia dan mutunya lebih hebat, baik dalam hal warna, bentuk, rasa dan baunya. Sekali pun demikian, hakikatnya tidak dapat digambarkan oleh akal pikiran sebab pasti jauh lebih hebat dari apa yang dilukiskan oleh akal manusia.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. sebuah hadis dari Rasulullah saw., sabdanya,
“Telah Aku (Allah) sediakan untuk seluruh hamba-Ku yang saleh suatu balasan (surga) yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga dan belum pernah terlintas dalam hati seseorang pun. Bacalah sesukamu ayat yang berarti, ‘Seseorang pun tidak dapat mengetahui cahaya mata (kegembiraan) yang disembunyikan yang akan dikaruniakan kepada mereka itu.’” (Q.S. As-Sajdah:l7)

Jadi nikmat yang ada di akhirat sebenarnya sama sekali tidak dapat disamakan dengan nikmat yang pernah kita lihat atau kita alami di dunia. Sekali pun agaknya ada persamaan, maka persamaan itu hanya mengenai nama belaka sedang keadaan dan sifat yang hakiki pasti berbeda. Sebabnya ialah andai kata sama, tentu sudah ada mata yang melihat, telinga yang mendengar atau pun yang terlintas dalam kalbu, padahal jelas sebagaimana sabda Rasulullah saw. tidak demikian. Ibnu Abbas r.a. dalam memberikan kupasan atau tafsiran perihal firman Allah Taala yang berbunyi,
“Kepada penghuni surga diberikan karunia yang serupa dan di dalam surga mereka mendapatkan istri-istri yang suci dan mereka akan kekal selama-lamanya.” (Q.S. Al-Baqarah:25)

Ia berkata,
“Tidak sesuatu pun yang sama atau serupa apa-apa yang ada di surga dengan yang ada di dunia ini, melainkan hanya nama-namanya belaka.”


NIKMAT SURGA YANG TERTINGGI
Adapun nikmat yang diberikan kepada penghuni surga yang tertinggi ialah mereka dapat melihat zat Allah swt., dapat bermunajat dengan-Nya serta merasa bahagia karena mendapatkan keridaan-Nya.

Dalam hal ini Allah Taala berfirman tentang melihat Allah Taala,
“Wajah-wajah penghuni surga pada hari itu berseri-seri, karena dapat melihat Tuhannya.” (Q.S. Al-Qiyamah:22-23)

Tentang bermunajat dengan Allah Taala,
“Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan masing-masing. Mereka dengan istri-istrinya berada di tempat yang teduh, sambil duduk-duduk bersandar di atas sofa. Di situ mereka mendapatkan buah-buahan dan apa saja yang dimintanya. ‘Salam (damai)’ sebagai ucapan penghormatan yang mereka terima dari Tuhan Yang Maha Penyayang.” (Q.S. Yasin:55-58)

Tentang keridaan yang mereka peroleh dari Allah Taala,
“Dan keridaan yang diperoleh dari Allah, itulah kenikmatan yang lebih besar lagi.” (Q.S. At-Taubah:72)

Juga firman-Nya,
“Bagi orang-orang yang bertakwa, di sisi Tuhan akan mendapatkan taman-taman surga yang di bawahnya mengalir berbagai sungai. Mereka kekal di situ selama-lamanya. Mereka juga mendapatkan istri-istri yang suci serta keridaan dari Allah dan Allah adalah Maha Memperhatikan sekalian hamba-Nya.” (Q.S. Ali Imran:15)

Mengenai hadis-hadis yang berhubungan dengan persoalan ini, di antaranya ialah yang diriwayatkan dari Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Apabila penghuni surga sudah memasuki surga, Allah Taala lalu berfirman,‘Jika kamu semua menginginkan sesuatu, Aku akan menambahnya.’ Mereka menjawab, ‘Bukankah Engkau sudah menjernihkan wajah-wajah kami? Bukankah Engkau sudah memasukkan kami semua dalam surga? Bukankah Engkau sudah menyelamatkan kami dari api neraka?’ Kemudian diangkatlah tabirnya, maka tidak ada suatu kenikmatan pun yang pernah dikaruniakan kepada mereka itu yang mereka rasakan lebih senang (lebih lezat) daripada melihat Tuhan. Rasulullah saw. lalu membaca ayat yang artinya, “Bagi orang-orang yang berbuat baik adalah balasan baik dan tambahan lagi dari itu (yakni dapat melihat Tuhan).” (Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dan lain-lain).

Ada pula sebuah hadis yang diriwayatkan dari Jarir bin Abdullah r.a., bahwa pada suatu malam Rasulullah saw. melihat bulan purnama, lalu beliau bersabda,
“Sesungguhnya kamu semua nanti akan dapat melihat Tuhan dengan terang sebagaimana kamu semua melihat bulan ini. Kamu semua tidak akan ragu-ragu sedikit pun melihat-Nya. Jika kamu semua mampu janganlah terlalaikan melakukan salat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya, maka kerjakanlah. Rasulullah saw. lalu membaca ayat yang artinya, ‘Dan sucikanlah Tuhanmu dengan mengucapkan pujian pada-Nya sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya’.”  (Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Tirmiz).

Melihat Allah Taala sewaktu di dunia, tidak mungkin terjadi untuk siapa pun juga. Nabi Musa a.s. pernah memohon kepada Tuhan supaya dapat melihat-Nya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah Taala dengan firman-Nya,
“Ya Tuhan! Perlihatkanlah diri-Mu padaku, supaya aku dapat melihat-Mu. Tuhan lalu berfirman, ‘Engkau tidak akan dapat melihat Aku, tetapi pandang sajalah bukit itu. Jika ia tetap di tempatnya, nanti engkau dapat melihat Aku.’ Tetapi setelah Tuhan memperlihatkan kebesaran Zat-Nya kepada bukit itu, tiba-tiba bukit itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Setelah Musa sadar diri, ia berkata, ‘Maha Suci Engkau. Aku bertobat kepada-Mu dan akulah mula-mula orang yang beriman’.” (Q.S. Al-A'raf:143)

Ibnu Abbas r.a. juga beberapa golongan alim ulama berpendapat, bahwa Nabi Muhammad saw. dapat melihat Tuhan pada waktu malam isra. Ibnu Abbas r.a. dalam mengupas firman Allah Taala,
“Tidaklah Kami membuat pemandangan yang Kami perlihatkan padamu itu, melainkan sebagai fitnah bagi seluruh manusia” (Q.S. Al-Isra:60) Ia berkata, “Pemandangan yang dimaksudkan ialah penglihatan mata kepala yang diperlihatkan kepada Rasulullah saw. di malam beliau diisrakan untuk menghadap ke hadirat Allah Taala.” (Diriwayatkan oleh Bukhari. Hasan sendiri bersumpah bahwa Rasulullah saw. juga pernah melihat Tuhan).

Tetapi Saidah Aisyah r.a. mengingkari pendapat di atas, tidak membenarkan bahwa Rasulullah saw. melihat Tuhan. Diriwayatkan dari Masruq, katanya,
“Saya berkata kepada Aisyah r.a., ‘Wahai Umul mukminin! Benarkah Nabi Muhammad saw. pernah meTuhan?’ Aisyah lalu menjawab, ‘Benar-benar telah berdiri tegak bulu romaku karena mendengar apa yang kau katakan itu. Hati-hatilah engkau dari tiga hal ini. Siapa yang memberitahukan padamu tentang tiga hal ini, pasti ia berdusta. Siapa yang memberitahukan padamu bahwa Muhammad pernah melihat Tuhan, ia pasti berdusta.’ Aisyah lalu membaca ayat yang artinya, ‘Dia (Allah) tidak dapat dicapai oleh semua mata, sedang Dia dapat melihat semua mata itu.’ (Q.S. Al-An'am:103) ‘Siapa yang memberitahukan padamu bahwa ia dapat mengetahui apa yang akan terjadi pada esok hari, pasti ia berdusta.’ Aisyah lalu membaca ayat yang artinya: Tidak seorang pun yang dapat mengetahui apa yang akan dikerjakan esok hari.’ (Q.S. Luqman:34) ‘Siapa yang mengatakan padamu bahwa ia (Rasul) menyembunyikan sedikit pun dari wahyu, maka pasti ia berdusta.’ Aisyah lalu membaca ayat yang artinya, ‘Hai Rasul! Sampaikanlah apa-apa yang diturunkan padamu dari Tuhanmu’. (Q.S. Al-Maidah:67) Tetapi ia pernah melihat Jibril dalam bentuk aslinya sebanyak dua kali.”  (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmizi).


KEKEKALAN KEHIDUPAN DI AKHIRAT
Surga kekal tidak pernah rusak, demikian pula neraka. Para penghuni di masing-masing tempat itu (yakni surga dan neraka) juga kekal. Mereka tidak akan didatangi oleh kematian dan tidak pula dihinggapi oleh kebinasaan dan kerusakan.

Dalam hal ini Allah Taala berfirman,
“Sesungguhnya dalam hal itu pasti dapat menjadi keterangan untuk orang yang takut akan siksa hari kemudian. Hari itu adalah hari seluruh manusia dikumpulkan dan itu pulalah hari yang memberikan kesaksian. Kami tidak mengundurkannya, melainkan sampai pada waktu yang ditentukan. Jika hari itu datang, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya. Di antara orang-orang ada yang celaka dan ada yang bahagia. Adapun orang-orang yang celaka, maka tempat mereka adalah neraka. Mereka di situ menarik nafas panjang dan mengerang. Mereka kekal di situ selama-lamanya selama ada langit dan bumi, kecuali menurut kehendak Tuhanmu, sesungguhnya Tuhanmu Maha Kuasa melaksanakan apa saja yang Dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempat mereka di dalam surga. Mereka kekal di situ selama-lamanya, selama ada langit dan bumi, melainkan menurut kehendak Tuhan. Itulah pemberian yang tiada henti-hentinya.” (Q.S. Hud:103-108)

Adapun rahasianya, mengapa penghuni surga kekal dalam surga dan penghuni neraka dalam neraka, sebab masing-masing dari kedua golongan itu juga mengekalkan perbuatan-perbuatan yang dilakukan sewaktu di dunia, baik berupa kebaikan atau pun berupa keburukan. Para penghuni surga tentunya akan terus melaksanakan keimanan yang benar serta ketaatan dan kebaktian kepada Allah Taala, sekali pun sampai kapan saja mereka hidup di dunia, bahkan selama ada umur dalam tubuh mereka. Demikian pula halnya penghuni neraka. Mereka pun akan tetap melakukan kekafiran, kemaksiatan serta kedurhakaan, sekali pun akan hidup di dunia ini selama berjuta-juta tahun lamanya. Jadi kedua golongan itu pasti akan menghendaki perbuatan-perbuatannya sendiri sebagaimana yang sudah dibiasakan selama itu. Oleh karenanya, maka sudah selayaknya, jika balasan dari kedua golongan tadi diterapkan menurut kehendaknya sendiri serta niat yang sudah terpatri dalam jiwanya.

Berdasarkan apa yang sesuai dengan kehendak dan kemauan mereka inilah pengekalan itu dilaksanakan, karena baik keimanan atau kekafiran dan apa yang merupakan hubungan yang erat dari keduanya yang berupa amal baik atau buruk, pasti akan terus menetap dan meresap dalam kalbu, juga mantap untuk selamanya dalam jiwa. Ini tentunya tidak mungkin hilang sebab sudah meresap dan mendarah daging.

Alquran dengan jelas menggambarkan penetapan hati yang sedemikian ini. Di situ disebutkan bahwa andaikata orang-orang kafir yang tidak beriman dikembalikan ke dunia sekali lagi, setelah mengalami siksaan yang pedih dalam neraka, niscaya mereka akan kembali melakukan apa yang sudah menjadi kebiasaan mereka di dunia, yakni kekafiran, kejahatan dan budi pekerti yang tercela. Allah swt. berfirman,
“Jika engkau melihat di waktu orang-orang kafir ditegakkan di muka neraka, lalu mereka berkata, ‘Wahai, malangnya nasib kami ini. Kiranya kami dapat dikembalikan (ke bumi), maka kami tidak akan mendustakan lagi keterangan-keterangan Tuhan dan kami akan menjadi orang-orang yang beriman. Tidak boleh jadi hal itu, bahkan telah jelas apa yang mereka rahasiakan dahulu. Jika sekiranya mereka dikembalikan, niscaya mereka akan mengulangi lagi mengerjakan apa yang telah dilarang. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berdusta.” (Q.S. Al-An'am:27-28)

Jadi jelas bahwa balasan sesuai dengan iradah atau kehendak serta niat manusia itu sendiri. Sandaran pokok yang demikian ini adalah sesuai dengan sabda Rasulullah saw.
“Sesungguhnya amal-amalan tergantung pada niatnya dan bahwasanya setiap orang mendapat yang diniatkannya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).

Sumber : http://lingkaranmujahid.blogspot.com/2010_12_28_archive.html

WANITA-WANITA AHLI

Telah disebutkan dalam Al-Quran bahwa ;
"Jumlah kaum wanita di dalam neraka lebih banyak daripada kaum lelaki."

Naudzubillahhimindzalik..
semoga kita para muslimah tidak termasuk salah satu diantaranya,
oleh sebab itu kiranya inilah yang bisa dijadikan suatu blokade agar
kita tidak sampai tergelincir.. (ayo bareng2 instropeksi..yuuu…)


Ciri-ciri wanita ahli neraka diantaranya, yaitu:

  • Membuka Aurat
Rasulullah SAW bersabda:
Ada dua golongan ahli neraka yg aku belum melihat sebelumnya. Yang pertama adalah lelaki pelaku kemaksiatan selama hidupnya, dan wanita-wanita yang memakai pakaian terbuka yg tubuhnya berlenggak-lenggok dan kepalanya seperti punuk unta. Semuanya tidak masuk surga dan tidak akan mencium baunya”


Peringatan untuk wanita yang membuka auratnya, menutupnya namun masih terlihat jelas lekukannya, yang semua tingkah perilakunya ingin menarik perhatian lelaki.. Bagaimana mereka bisa masuk surga bila mencium baunya saja tidak akan pernah??Naudzubillah Ya Rabb,

  • Memakai wangi-wangian
Agama Islam adalah agama bersih yang menyukai keindahan,wangi-wangian dan membenci bau-bauan yang tidak sedap. Namun yang berlebihan adalah tidak baik, dimana kebanyakan dari kita memakai wangi-wangian agar kita ‘dilirik’ dan makin ‘laku’ di antara para lelaki.untuk apa sih??? APA yang kau cari?? jika begitu kita tidak ada bedanya dong dengan wanita penghibur yang ingin diperhatikan semua laki2 agar bayarannya makin mahal? niatkanlah memakai wangi-wangian secukupnya untuk mengusir bau badan, dan untuk memberikan rasa nyaman pada diri kita.

  • Berlebihan dalam berhias
Para wanita-wanita yang berlebih-lebihan dalam memakai pakaian (alias dandan dan bergaya) diumpamakan seperti buah yang sudah masak dari pohonnya kemudian dihinggapi seekor lalat dan menggerogotinya. Maka wanita yang baik adalah yang menjaga kehormatan dirinya,menutup auratnya, sehingga ia nampak anggun dan terpuji di hadapan Allah SWT.

ALLAH berfirman :
” Dan hendaklah mereka menutupi kain kudung ke dadanya” (An Nur:31)

  • Menyerupai laki-laki
Allah telah menciptakan manusia ke dalam 2 jenis yang BERBEDA, yaitu laki-laki dan wanita.Telah ditetapkan pula kelebihan dan kekurangan dari masing-masing jenis.Maka tidaklah pantas jika para laki-laki meniru wanita, dan wanita meniru lelaki.
Rasulullah SAW bersabda:
“Allah akan melaknati para lelaki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki”


Hey ibu-ibu, se tangguh apapun kita ini adalah ibu-ibu, yang berkewajiban melahirkan dan membesarkan anak-anak kita dengan penuh kelembutan. Ingatlah selalu kepada fitrah kita sebagai wanita =)



Bismillah,,, semoga kita dijauhkan dari ciri2 di atas… aamiiin


Sumber : http://dinrip.wordpress.com/2011/01/13/wanita-wanita-ahli-neraka/


Beberapa akhlak Wanita Islam,
Assalamualikum,Wr Wb,,

Wanita Islam merupakan bagian dari masyarakat yang tidak dapat dipisah-kan dan mempunyai posisi yang sangat penting. Ia mempunyai kewajiban terhadap Allah, dirinya sendiri, keluarga, lingkungan dan terhadap Islam. Pada kali ini akan sedikit dibahas tentang kewajiban seorang muslimah terhadap dirinya sendiri, lingkungan dan Islam.

Kewajiban Terhadap Diri Sendiri
Kewajiban seorang muslimah terhadap dirinya adalah berhias dengan akhlaq yang mulia sebagai cermin dari keimanan yang ada di dalam dirinya.

Diantara akhlaq mulia yang harus dimiliki seorang muslimah adalah :

1. Hati yang lembut dan perasaan yang sensitif.
Rasulullah sebagai panutan bagi seluruh umat Islam terkenal mempunyai hati yang sangat lembut.


2. Jujur.
Sifat ini mutlak harus ada pada diri setiap muslimah. Jujur dalam bersikap sehari-hari, selalu berhati-hati dengan segala ucapannya agar lidahnya tidak tergelincir pada perkataan yang dusta.


3. Berani & mempunyai fisik yang kuat.
Bagaimana seorang muslimah yang berani dan kuat ? Asma binti Abu Bakar adalah salah seorang wanita yang dapat dijadikan contoh. Dimana dalam masa kehamilannya beliau berjalan melintasi padang pasir dan menaiki bukit terjal sambil membawa bekal bagi Rasulullah dan ayahnya Abu Bakar yang ketika itu bersembunyi di gua Tsaur. Sedang-kan keberanian dalam berpendapat dapat kita ambil contoh teguran Kaulah binti Sa’labah kepada Ummar bin Khattab yang pada masa kekhalifahannya hendak membatasi harga mahar.


4. Menjauhi teman yang buruk.
Pada prinsipnya teman yang buruk adalah teman yang menjauhkan kita dari mengingat Allah dan mengajak kita pada perbuatan yang mengundang murka Allah. Teman seperti inilah yang harus kita hindari, karena akhlaq seseorang itu dapat dilihat dari akhlaq teman karibnya.


Kewajiban terhadap Lingkungannya
Seorang muslimah hidup dalam suatu lingkungan masyarakat dan saling berinteraksi dengan mereka. Dalam berinteraksi dengan sesamanya, seorang muslimah harus memiliki hal-hal sebagai berikut :

1. Sikap adil.
Ia harus mampu bersikap adil kepada orang-orang di sekitar-nya. Tidak membedakan antara yang satu dengan yang lainnya.


2. Keperdulian terhadap orang lain.
Tanggap terhadap situasi dan keadaan saudaranya yang sedang mempunyai masalah. Perduli bukan berarti hanya mengetahui bagaimana keadaan saudaranya, tetapi juga berusaha untuk menunjukkan perha-tiannya sebagai bukti dari keper-duliannya itu.


3. Hati yang pengasih.
Seorang muslimah harus memiliki rasa sayang terhadap sesamanya dan mampu untuk menunjukkan rasa sayangnya itu.


4. Menjaga hak-hak orang lain.
Apa yang menjadi hak orang lain adalah merupakan kewajiban bagi diri kita untuk memenuhinya. Sebagai contoh, hak seornag muslim dari muslim yang lain adalah dikunjungi ketika ia sakit.


Kewajiban terhadap Islam
Diantara kewajiban muslimah terhadap Islam adalah keikutsertaanya dalam menyebarkan syiar-syiar Islam. Dengan selalu berprilaku baik, menjaga adab-adab yang islami, dan membina hubungan baiknya dengan masyarakat, maka secara tidak langsung ia telah turut andil dalam menyebarkan nilai-nilai Islam. Dari sinilah orang dapat melihat dan merasakan indahnya islam sebagai rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam).

Selain itu seorang muslimah juga dituntut untuk dapat berperan aktif dalam membina masyarakatnya sesuai dengan kemampuan dan kelebihan masing-masing. Aisyah ra adalah salah satu istri Rasulullah yang pandai tentang ilmu hadits, fiqih, dan kedokteran. Kemampuan tersebut beliau ajarkan kepada para muslimah lainnya dalam rangka keikutsertaannya membina masyarakat pada saat itu.

Demikianlah kewajiban seorang muslimah yang harus ia jalankan. Dengan mengetahui kewajiban-kewajiban tersebut diharapkan bahwa setiap muslimah akan sadar, bahwa dia hidup bukan untuk dirinya sendiri, dan dia juga islam bukan untuk dirinya sendiri, tetapi juga hidup dan islam bagi masyarakatnya, dan harus turut serta dalam menyebarkan nilai-nilai islam tersebut. Tanggung jawabnya begitu besar, dan kelak akan dimintai pertanggung-jawabannya di hari akhir.

Sumber : http://dinrip.wordpress.com/2011/01/13/beberapa-akhlak-wanita-islam/


Sepuluh Akhlak Yang Harus Dimiliki Muslim/Muslimah
Akhlak : Dalam bahasa, akhlak (budi pekerti) berarti kebiasaan atau watak. Secara terminologi, akhlak berarti kebiasaan, tabiat, atau watak di dalam diri yang menjadi sumber terjadinya perbuatan, tanpa unsur rekayasa ataupun reka-reka. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa akhlak adalah tindakan tanpa rekayasa.

Sepuluh Akhlak Muslim/Muslimah :
(1). Tidak menyakiti orang lain.
“Orang Muslim adalah orang yang orang-orang Muslim lainnya selamat dari (keusilan) lidah dan tangannya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang Allah atas dirinya” (HR. Al-Bukhari dari Abdullah bin Amru).

Hadis tersebut menyatakan bahwa Muslim terbaik adalah Muslim yang menunaikan hak-hak kaum Muslimim lainnya dalam menjalankan hak-hak Allah, artinya orang Muslim harus mencegah diri dari menyakiti orang lain. Penyebutan lidah dan tangan adalah manifestasi cara menyakiti orang lain, baik secara verbal maupun fisik. Balas menyakiti orang yang menyakiti kita sebenarnya tidak menjadi masalah, tetapi yang lebih afdal adalah bersabar dan mengharapkan pahala di sisi Allah (Q.S. Al-Ahzaab 58).

Manifestasi perilaku tidak menyakiti orang lain adalh dengan :
  • Tidak menyakiti tetangga ; pesan berinteraksi secara baik dengan tetangga gencar disampaikan melalui peringatan bahwa tetangga adalah salah satu pintu masuk surga dan bahwasanay mereka kelak menjadi saksi kita di akhirat
  • Menjaga mulut Ldah kelak menjadi cambuk siksaan di hari kiamat. Menjaga lidah adalah jalan menuju keselamatan. Semakin banyak berbicara akan semakin banyak tersilap. Oleh karena itu, berpikirlah sebelum berbicara dan jangan berbohong, berkata kasar, ghibah, mengejek, dll.
  • Tidak menyakiti anak-anak Hindari mengejek dan meremehkan anak-anak, pilih kasih dalam memperlakukan mereka, atau mendoakan mereka celaka.

(2). Menyingkirkan benda menyakitkan dari jalan.
“Iman itu ada tujuh puluh sekian atau enam pulih sekian cabang. Yang paling utama adalah ucapan laa ilaaha illallaah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan benda dari jalanan dan malu termasuk cabang keimanan.” (HR.Muslim dari Abu Hurairah r.a).

Menyingkirkan benda yang menyakitkan dari jalan adalah salah satu bentuk manifestasi dzikir yang bisa menjauhkan manusia dari api neraka.

(3). Malu.
Malu adalah perhiasan wanita yang paling indah dan elok, bahkan merupakan sebagian dari iman dan Nabi SAW sendiri pun terkenal sangat pemalu. Hal ini karena malu menganjurkan kebaikan dan menghindarkan keburukan. Malu mencegah kealpaan untuk bersyukur kepada yang memberi nikmat dan mencegah kelalaian menunaikan hak orang yang memiliki hak.

Disamping itu, malu juga mencegah berbuat/berkata kotor demi menghindari celaan dan kecaman. Malu adalah rasa yang membuat seorang mukmin urung melakukan maksiat karena perasaan serba salah jika sampai dilihat oleh Allah. Malu yang berlebihan adalah rasa sungkan yang justru merupakan kelemahan ental dan sering menimbulkan banyak masalah. Sikap keterlaluan perempuan dalam tertutup dan mengurung diri dari pergaulan dengan laki-laki bukanlah rasa malu, melainkan lebih merupakan faktor kesungkanan. Kewajiban dalam rasa malu ada empat:
  1. Berpakaian menutup aurat.
  2. Memandang menahan pandangan matanya.
  3. Berbicara tidak bergaya centil dan manja ketika berbicara.
  4. Pergaulan tidak berdesakan dengan lelaki.

(4). Santun berbicara.
“Sesungguhnya seseorang mengatakan satu patah kata yang ia pandang tidak ada masalah. Padahal, sepatah kata itu enyebabkan ia harus mendekam di neraka selama tujuh puluh tahun.” (HR. At-Tirmidzi dari Abu Hurairah r.a)

Kesantunan berbicara dimanifestasikan dalam tiga hal :
  1. Berbicara pelan jangan mengeraskan suara diatas volume yang dibutuhkan pendengar karena hal itu tidak sopan dan menyakitkan. Wanita yang bersuara keras menunjukkan ia belum terdidik sempurna dan masih membutuhkan evaluasi panjang dengan dirinya sendiri.
  2. Memperhatikan pembicaraan lawan bicara dan tidak menjatuhkan harga dirinya hal ini dapat dicapai dengan tersenyum, berbicara sesuatu yang menjadi perhatian/kesenangan lawan bicara, dan simak lawan bicara dengan penuh perhatian.
  3. Tidak memotong pembicaraan

(5). Jangan berbohong.
“Tidak beriman seorang hamba dengan keimanan yang sepenuhnya sampai ia meninggalkan bohong meski dalam bercanda dan meninggalkan perdebatan meskipun dalam posisi benar” (H.R. Ahmad dari Abu Hurairah r.a.)

Iman dan kebohongan tidak bisa menyatu dalam hati seorang mukmin. Kebohongan akan mengarah kepada kemunafikan. Keduanya seperti dua sisi mata uang yang bersisian. Tidak ada yang bernama bohong putih atau bohong hitam, kebohongan kecil tetaplah ditulis sebagai kebohongan. Sikap seperti membanggakan diri, bercanda, dan berkelakar juga dapat menjerumuskan kepada kebohongan. Bentuk kebohongan terbesar terhadap Allah adalah kebohongan dalam berniat, berjanji, dan beramal. Bohong yang diperbolehkan adalah bohong untuk mendamaikan dua orang yang bersiteru, bohong dalam perang, dan bohong untuk menyenangkan suami/istri.

(6). Tinggalkan perdebatan.
“Sesungguhnya tadi aku keluar untuk memberitahukan kepada kalian tentang Lailatul Qadar, namun di tengah jalan si Fulan dan Fulan sedang bertengkar mulut, maka dihapuskanlah (pengetahuan tentang itu). Semoga (penghapusan) ini lebih baik bagi Anda sekalian. Telisiklah ia pada malam ketujuh, kesembilan, dan kelima (terakhir bulan Ramadhan)” (H.R. Al-Bukhari dari Ubadah bin Ash-Shamit)

Rasulullah hendak memberikan kabar gembira mengenai waktu turunnya lailatul qadr secara pasti, tetapi pengetahuan tentang ini dilupakan darinya karena mendengar perdebatan. Berdebat tidak baik karena ia membuka kesempatan kepada syaitan untuk turut melakukan provokasi didalamnya. Debat dapat memunculkan fitnah, keraguan, menghapuskan amalan, mengeraskan hati, melahirkan dendam, dll.

Arena yang paling disukai setan adalah permusuhan dimana tiap pihak berusaha untuk menunjukkan aib pihak lain dan menyucikan dirinya sendiri, dan debat dijadikan saran untuk memperoleh kemenangan semu. Dengan meninggalkna debat, itu adalah bukti kepercayaan kepada diri sendiri, keimanan pada manhaj, dan keyakinan kepada Allah SWT. Debat yang diperbolehkan adalah dengan menggunakan argumentasi yang lebih baik dan santun. Bertahan dengan cara yang baik dengan berdiskusi dan memaparkan argumentasi secara santun, sembari meminta maaf dan memaafkan kesalahan ucap.

(7). Jangan bakhil (pelit).

Predikat paling buruk yang disandang oleh wanita muslimah adalah jika ia disebut wanita bakhil/pelit. Orang bakhil yang paling bakhil dapat dibagi tiga :
  1. Orang yang bakhil dengan dunia di jala akhirat.
  2. Orang yang bakhil pada dirinya sendiri dengan dalih zuhud meninggalkan keduniaan.
  3. Orang yang mendengar nama Nabi SAW disebut dihadapannya namun ia tidak bershalawat. Salah satu makar orang bakhil adalah memeluk erat-erat uangnya semasa hidup, namun begitu diambang kematian ia lantas membagi-bagikan apa yang dimilikinya kepada ahli waris.

Berikut manifestasi yang mengekspresikan sifat tidak bakhil :
  1. Mengeluarkan zakat wajib.
  2. Memberikan shadaqah.
  3. Menyuguhi tamu.
  4. Memberikan hadiah. Satu lagi menifestasi bakhil dalam kehidupan rumah tangga ialah bakhil dengan tidak melontarkan kata-kata manis dan perasaan-perasaan mulia, khususnya dengan suami.

(8). Tepiskanlah rasa dengki.
"Surga yang luas disediakan khusus untuk orang-orang yang menahan amarah dan memaafkan manusia." (Ali Imran 133-134).

Abu Hamid Al-Ghazali mengatakan dalah Ihya Ulumuddin bahwa,
“Marah bertempat di hati. Kemarahan yang hebat berarti mendidihnya darah di dalam hati menuntut pembalasan yang merupakan makanan marah dan syahwatnya, dan ia tidak akan tenang kecuali dengan penuntasannya.”

Dengki didefenisikan sebagai memendam permusuhan di dalam hati dan menunggu-nunggu kesempatan pemuasannya. Muncul ketika merasa muak dan jengkel terhadap seseorang. Dengki akan melahirkan 8 buah kezaliman terhadap orang lain :
  1. Hasud
  2. Mencaci maki saat terjadi bala cobaan
  3. Mendiamkan
  4. Melecehkan, berpaling, menjauh
  5. Ghibah
  6. Mengolok-olok
  7. Menyakiti fisik
  8. Menahan kucuran kemurahan (pemberian dan silaturrahim) Jika orang shahih jengkel, maka berbuat adil.

Jika orang budiman jegkel, maka mereka bertindak mulia. Jika orang naif jengkel, mereka bertindak semena-mena. Untuk mencapai status Ash-Shiddiiqiin (orang-orang budiman) maka ada tiga tangga yang harus dilalui, yaitu :
  1. Menahan amarah
  2. Memaafkan kesalahn manusia
  3. Berbuat baik kepada orang yang memusuhi

(9). Dilarang iri/hasud.
Hasud adalah reaksi jiwa dan oenyakit hati yang menganggap nikmat Allah yang diterima seesorang terlalu banyak untuknya sembari mengangan-angankan raibnya kenikmatan tersebut dari mereka. Faktor penyebab diantaranya : • Permusuhan, kebencian, kemarahan, kedengkian.
  1. Takabur dan arogan
  2. Kegearan pada dunia
  3. Ambisi kekuasaan
  4. Kebusukan jiwa dan kekerdilan dari kebaikan Hasud adalah senjata makan tuan yang menghasilkan mudarat dunia dan keagamaan.

Orang yang dihasudi justru berada diatas angin sebab ia memperoleh beragam keuntungan dengan kehasudan orang yang menghasudinya, di dunia maupun di akhirat. Obat penyembuh hasud adalah ilmu dan amal. Ilmu : orang alim adalah orang yang tidak hasud pada orang yang lebih tinggi dan tidak melecehkan orang lebih rendah (tingkat keilmuannya). Amal : dengan amal proses pengurungan hasud bisa berjalan dengan sempurna.

(10). Pantang terpedaya (Ghurur)
Ghurur adalah bentuk kelalaian dan keterpedayaan dan merupakan predikat yang menempel pada setiap penipu. Ghurur memiliki tiga sumber utama :
  1. Tertipu oleh angan kehidupan dunia –> merasa Allah memberinya kehidupan dunia yang melebihi orang lain dan beranggapan karunia tersebut sebagai kelebihan, bukan sebagai kemurahan, dan mungkin mengandung ujian dan cobaan apakah ia bersyukur atau malah kufur.
  2. Tertipu oleh janji setan –> setan senantiasa memberi bisikan yang membesarkan dirinya sehingga tidak lagi peduli pada dosa besar dan kecil.
  3. Tertipu oleh angan ampunan Allah –> Allah mencela kalangan ahlul kitab, orang munafik, dan pemaksiat atas ilusi dan keterpedayaan mereka o Ilusi ahlul kitab –> bahwa dengan kekuatan yang dimiliki, mereka bisa mengalahkan Allah. o Ilusi orang munafik –> mereka berpikir bahwa di akhirat kelak mereka bisa mengatakan hal yang sama yang pernah mereka katakan kepada kaum mukminin sewaktu di dunia, bahwa mereka bersama-sama kaum mukminin.

Manifestasi ghurur cukup beragam, diantaranya :
  1. Meremehkan amalan-amalan ringan
  2. Mencemooh kaum papa dan fakir miskin, enggan bergaul dengan mereka.

Untuk mengatasinya, letakkanlah gumpalan pahala di depan mata Anda ketika melakukan amalan-amalan sepele dan ringan.

Sumber : http://dinrip.wordpress.com/2011/01/13/sepuluh-akhlak-yang-harus-dimiliki-muslimmuslimah/

23 Karakter Munafik

Orang munafik adalah orang yang paling jahat dari semua orang dan layak untuk mendapatkan hukuman di hari kiamat. Ini karena mereka berperilaku sebagai Muslim, tetapi mereka adalah musuh yang paling jahat dari semua musuh karena mereka menyembunyikan kekufuran dan syirik. Pentingnya mempelajari kemunafikan adalah sebagaimana pentingnya mempelajari Tauhid karena keduanya saling berkaitan. Jika kita tidak mempelajari kufur, syirik dan nifaq, tidak dapat disangkal lagi, kita bisa jatuh ke dalamnya, dan selanjutnya menjadi Kafir. Jika seseorang tidak mengetahui karekteristik dari Musyirikin, dia akan menjadi Musyrik. Dan sama halnya jika kita tidak mempelajari kareteristik munafik kita akan menjadi munafik. Hanya Mu’min dan Muslim sejati yang takut melakukan nifak atau kufur, dan hanya muwwahid yang takut untuk melakukan syirik. Satu-satunya orang yang dengan bebas melakukan kufur, nifak dan syirik adalah Kafir. Perhatian pertama bagi setiap Muslim adalah menjauhi kufur, syirik dan nifak, dan kemudian beribadah kepada Allah semata.

Allah SWT Berfirman dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (QS An Nisaa’, 4: 145)

Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari oleh Ibnu Abi Mulaikah, yang berkata,
“Aku bertemu tiga puluh Shahabat Nabi SAW dan masing-masing dari mereka takut menjadi orang munafik, dan tidak ada dari mereka yang berkata bahwa dia sekuat Jibril atau Mika’il.” Dan Hasan (Al Basri) berkata: ‘Hanya orang yang beriman yang takut dari kemunafikan, dan hanya orang munafik yang merasa aman darinya (kemunafikan). (Shahih Al Bukhari Kitabul Iman Bab 36)

Dan Nabi Ibrahim A.S. berkata:
“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.”  (QS Ibrahim, 14: 35)

Seseorang harus berfikir setelah membaca wahyu bahwa jika Shahabat Nabi SAW dahulu takut dari kemunafikan, untuk alasan yang lebih besar tidakkah seharusnya kita takut dari itu? Jika seseorang terbaik seperti Nabi Ibrahim A.S. takut terhadap syirik, tidakkah seharusnya kita takut juga? Namun sangat menyedihkan melihat realitas hari ini sangat jarang kita menemukan orang yang takut melakukan dosa, membiarkan diri sendiri menjadi kafir, munafiq atau musyrik! Orang-orang kelihatannya berfikiran bahwa mereka akan masuk surga secara langsung dan melewati hari pengadilan dengan mudah.

Selanjutnya kita seharusnya tidak menjadi naif dan realistis terhadap berbagai kemungkinan menjadi Kafir, Musyrik atau Munafik dengan mengambil tindakan pencegahan dan kekebalan. Sebaik-baik yang bisa kita lakukan adalah dengan melaksanakan semua perintah Allah dan mempelajari tauhid. Kemudian setelah itu, apakah kita mati sebagai Muslim atau Kafir ada di tangan Allah SWT ; dan semoga Allah SWT meneriman ibadah kita dan menjadikan kita mati dalam keadaan iman dan Tauhid, Amin.

Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk selalu meminta kepada Allah SWT untuk mati dalam keadaan iman dan Tauhid disamping fakta bahwa Allah adalah yang mengendalikan hati kita dan dia bisa membalikkannya sesuai dengan keinginanNya, kapanpun Dia inginkan:
“Yaa Allah ampunilah hidup kami dan perbuatan kami, kehadiran kami dan kealpaan kami, muda kami dan tua kami, laki-laki kami dan perempuan kami. Yaa Allah, siapa saja dari kita menjaga hidup, menjaganya hidup pada Islam dan siapa saja dari kami Kamu matikan, karenanya untuk mati dalam iman, Yaa Allah janganlah mencabut balasan kami dan tidak tunduk kepada fitnah setelah kematiannya.” 

Jika ada kemungkinan menjadi kafir, tidakkah Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan kita untuk memohon kepada Allah untuk menjadikan hidup kita dengan Islam dan mati dalam keadaan beriman. Mari kita sekarang, dengan izin Allah SWT mempelajari sebagian karekteristik Munafik (agar kita terhindar darinya, Insya Allah. 


Karakteristik Munafik:

1. Mereka mengklaim Beriman
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah." Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (QS Al Munafiqun, 63:1)

Allah menjelaskan orang munafik sebagai orang yang mengklaim bahwa mereka beriman, namun mereka realitasnya Kafir. Dia SWT menyebut mereka pembohong dan Kafir disamping fakta bahwa mereka dengan tegas mengklaim dengan lidah mereka bahwa mereka Muslim dan mengucapkan ‘Laa ilaaha illa Allah’. Ini adalah sebuah titik yang menakutkan bagi semua Muslim sebagaimana kita semua mengklaim menjadi beriman, namun bagaimana kita mengetahui bahwa kita tidak murtad? Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman:
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu”. (QS An Nisa, 4: 60)

Selanjutnya kita semua seharusnya berhati-hati ketika mengklaim sebagai Muslim tidak menjamin kita untuk menjadi orang-orang penghuni jannah (surga), dan tidak selamat dari kemunafikan. Tanpa memenuhi perintah Allah, menjauhi Thaghut dan meminta Allah untuk menjaga kita tetap beriman, kita mungkin tidak sengaja jatuh ke dalam perangkap kemunafikan, syirik dan kufur.

Ada dua tipe nifaq, nifaq akbar (nifaq besar) dan nifaq asghar (nifaq kecil). Seseorang dengan nifaq akbar benar-benar kafir walau berpura-pura menjadi Muslim. Selanjutnya dia tidak berfikir untuk dirinya bahwa dia adalah seorang beriman, tetapi dia hanya mengklaim menjadi Muslim dengan tujuan untuk kemulian hidupnya. Nifaq asghar bisa ditemukan dalam diri seorang Muslim, yang melakukan keimanan dia adalah seorang Muslim dan juga mengklaim begitu. Dengan demikian ada dua tingkatan kemunafikan, yakni seseorang itu kafir namun berpura-pura menjadi Muslim (nifaq akbar), dan jenis lainnya adalah dia seorang Muslim yang nyata-nyata melakukan perbuatan kemunafikan.

2.Mereka tidak mempunyai Talazum
At Talazum berarti kesatuan antara iman dan perbuatan, yaitu mengatakan dan melaksanakan apa yang kita imani. Setiap Muslim dan kafir mempunyai Talazum; seorang Muslim beriman kepada Allah dan memanifestasikan hal ini dalam perbuatannya (seperti shalat) dan perkataan (bertasbih). Sebagaimana, setiap Kafir membenci Allah dan dien-Nya dan selanjutnya kita melihat mereka secara lisan mendeklarasikan perang melawan Islam dan kepada kaum Muslimin (melalui perkataan), dan melakukan keyakinan ini dengan membunuhi wanita, anak-anak dan orang tua Muslim yang tidak bersalah.

Sementara itu, orang munafik tidak mempunyai Talazum , artinya apa yang dia sembunyikan dan ditampakkan tidaklah sama dan menjadikam mereka orang yang paling rumit dari semua orang. Ini karena mereka mengatakan apa yang mereka tidak imani dan tidak melaksanakan Islam secara utuh. Allah SWT berfirman:
“Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian," padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.” (QS Al Baqarah, 2:8)

3. Mereka menipu Allah dan Muslim
Allah SWT berfirman dalam Qur’an:
“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.” (QS Al Baqarah, 2;9)

“Dan Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”  (QS An Nisa, 4: 142)

Orang Munafik menipu diri mereka dengan mengklaim sebagai orang beriman, padahal, faktanya mereka adalah Kafir. Mereka mencari kemulian dalam kehidupan mereka dengan mengucapkan Syahadat padahal faktanya mereka tidak mempunyai kemuliaan bagi hidup ini karena mereka bukanlah Muslim. Allah SWT telah membuat dua camp (golongan/kelompok) ; camp Islam dan camp Kufur, namun orang-orang munafik ini menginginkan mereka bisa berada pada kedua camp tersebut pada saat yang bersamaan. Mereka ingin manfaat dari hak-hak Islam dan iman seperti warisan, kehormatan, kemuliaan, persaudaraan, rasa hormat, perayaan ied, pahala dan sebagainya, tetapi juga ingin mengikuti doktrin dan jalan hidup orang kafir.

4. Mereka mempunyai penyakit dalam hati mereka
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dalam hati mereka ada penyakit (keraguan dan kemunafikan), lalu ditambah Allah penyakitnya.” (QS Al Baqarah, 2:10)

Dalam tafsir Ibnu Katsir, dia menjelaskan bahwa istilah ‘penyakit’ dalam ayat ini berarti ‘keraguan’. Selanjutnya, kita selalu melihat mereka yang mempunyai tanda-tanda munafik, sering ragu terhadap ulama, Allah SWT dan Mujahidin dan sebagainya. Keraguan mereka terdapat dalam banyak aspek dien, seperti hidup setelah mati, surga dan hari pengadilan; selanjutnya mereka melangkah terlalu jauh dengan meninggalkan ikatan Islam.

5. Mereka pembohong, pengingkar janji dan tidak bisa dipercaya
Melanjutkan ayat di atas, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.”  (QS Al Baqarah, 2:10)

“Dan apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah." Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.”  (QS Al Muafiqun, 63:1)

Karakteristik paling umum dari orang Munafik adalah bahwa mereka pembohong, selalu mengingkari janji dan tidak bisa dipercaya dimana saja kita mempercayai mereka dengan sesuatu. RasuluLlah SAW juga bersabda dalam hadits yang telah umum:
“Tanda-tanda munafik ada tiga, ketika dia berbicara dia berbohong, ketika dia berjanji mengingkarinya dan ketika dia dipercaya dia khianat.” (Shahih Al Bukhari, Kitabul Iman Bab 24: tanda-tanda Munafik No 33)

6. Mereka menjadi kasar ketika berdebat
Berkaitan dalam bimbingan dan pengetahuan, orang-orang munafik dikenal menjadi orang yang sangat argumentatif dan membantah ketika dia terlibat diskusi atau debat. Ketika mereka tidak bisa memberikan jawaban untuk masalah tertentu atau menghadirkan kasus mereka dengan baik mereka menjadi kasar (menggunakan kata-kata kotor, menggunakan sumpah dan sebagainya) dan menjengkelkan. Rasulullah SAW berkata dalam sebuah riwayat yang berbeda atas hadits yang sama:
“Dan ketika dia berdebat dia menjadi kasar”  (Al Bukhari No 34)

7. Mereka mengkhianati perjanjian dan kontrak
Seorang Muslim tidak pernah membatalkan perjanjiannya karena hal itu adalah dosa besar dalam Islam dan dosa lainnya adalah munafik. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits di atas, tetapi dalam riwayat yang berbeda:
“Dan ketika dia mempunyai perjanjian dia mengkhianatinya.”  (Al Bukhari No 34)

Lebih lanjut Rasulullah SAW telah menginformasikan kepada kita kehinaan itu adalah ketika seseorang yang dengan sengaja melanggar perjanjiannya:
"Bagi setiap pengkhianat dia akan mempunyai sebuah panji pada hari kiamat, memproklamirkan ini adalah begini dan begini yang telah mengkhianati perjanjiannya."  (Riyadus Salihin No 1585)

8. Mereka penyebab fitnah dan keburukan, namun mengklaim pembuat kedamaian
Orang-orang munafik selalu berkomentar dan memperhatikan kesalahan orang lain, dan tidak pernah berfikir tentang kesalahan dan dosa mereka sendiri. Mereka selalu membuat fitnah dan kerusakan, tetapi menunjuk jari mereka kepada orang lain selain mereka. Allah SWT berfirman:
“Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.”  (QS Al Baqarah, 2: 11-12)

Dalam ayat ini Allah SWT menginformasikan kepada kita bahwa orang munafik adalah penyebab fitnah (kerusakan), namun mengklaim telah melakukan perbaikan. Yang lebih mengejutkan lagi mengetahui bahwa mereka benar-benar para pengacau. Mereka dengan yakin percaya bahwa mereka baik, melaksanakan perdamaian di muka bumi, tetapi Allah SWT menginformasikan kepada kita bahwa mereka benar-benar murtad.

9. Mereka berhukum kepada thaghut
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.”  (QS An Nisa, 4: 60)

Dalam ayat ini Allah SWT memperingati kita beberapa poin yang telah disebutkan di atas, seperti bahwa mereka mengklaim telah beriman kepada apa yang telah diturunkan oleh Allah SWT. Tetapi Dia juga menginformasikan kepada kita tentang karakteristik lain dari orang munafik, yakni berhukum kepada Thaghut.

Berhukum kepada selai Allah adalah syirik akbar, namun, orang-orang munafik ini dijelaskan bahwa mereka orang yang tidak hanya secara rutin berhukum kepada selain Allah, tetapi juga mencari dan mempunyai keinginan untuk merujuk kepada selain Allah untuk menyelesaikan perselisihan. Mereka adalah orang-orang yang terus membenarkan kemurtadannya dan dalam kasus yang lebih buruk mereka mungkin mengutip ayat di luar konteks dengan tujuan untuk membenarkan kerusakan mereka.

10. Mereka memuaskan telinga seseorang, mempunyai hafalan Al-Qur’an dan argumentasi yang masuk akal.
Salah satu dari kemampuan terbesar dan berpengaruh adalah bahwa mereka bisa menyesatkan dan menjatuhkan orang-orang dengan argumen ‘mengagumkan’ mereka atau membacakan ayat-ayat. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar[1477]. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?” (QS Al Munafiqun, 63: 4)

Lebih lanjut Rasulullah SAW bersabda:
“Akan ada sebagian orang diantara kalian yang shalatnya mengalahkan shalatmu, dan yang puasanya mengalahkan puasamu, dan ibadahnya mengalahkan ibadahmu. Mereka akan membaca Al-Qur’an tetapi tidak melebihi kerongkongan mereka. Mereka akan meninggalkan Islam seperti anak panah dari busurnya…’  (Al Bukhari, Kitab Fadilah Al-Qur’an Bab 3g Hadits no 5058)

11. Mereka takut dari Al-Qur’an yang ditujukan kepada mereka, dan tidak melihat kesalahan mereka sendiri
Adalah Sunnah Rasulullah SAW dan Shahabatnya untuk membaca Al-Qur’an dimana kita bisa mengaplikasikanya untuk diri kita, dan seolah-olah Allah berbicara kepada kita secara langsung. Namun orang-orang Munafik tidak suka untuk mengakui kesalahan mereka dan membaca Al-Qur’an sebagaimana Allah menujukan kepada mereka. Lebih lanjut Allah SWT berfirman:
“Orang-orang yang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka....”  (QS At Taubah, 6: 64)

Selanjutnya, dimana saja kita mempelajari dien kita seharusnya selalu mengaplikasikannya untuk diri kita, memperhatikan untuk mengoreksi kesalahan kita sebelum mengoreksi kesalahan orang lain.

12. Menghina orang-orang Beriman dan Islam
Allah SWT berfirman dalam kelanjutan ayat di atas :
“…Katakanlah kepada mereka: "Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan rasul-Nya)." Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti itu.”  (QS At Taubah, 9: 64)

Ayat ini diturunkan pada saat perang Tabuk tentang orang-orang Munafik yang terus mengejek orang-orang beriman, berkata bahwa hafalan Al-Qur’an mereka hanya memberikan perut besar. Sindiran dan ejekan seperti ini sangat umum terlihat hari ini dari orang-orang moderat yang menjual kaum Muslimin dan yang mengejek Mujahidin dan aktifis Muslim yang bekerja untuk melihat bendera Islam tegak di seluruh penjuru dunia.

Sangat umum mendengar orang-orang munafik berkata ‘lihatlah orang-orang ini, mereka percaya berjuang untuk Khilafah atau mendukung Jihad atau ‘bagaimana mungkin orang-orang yang tidak berpendidikan yang mengakui manfaat dari pemerintah bisa menegakkan negara Islam?’ dan sebagainya. Ini hanyalah sebagian contoh dari pernyataan mereka yang mempunyai penyakit di dalam hati mereka. Allah SWT menginformasikan kepada kita tentang alasan mereka menggunakan hal tersebut untuk membenarkan kemurtadan mereka:

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS At Taubah, 9: 65-66)

Allah SWT juga berfirman :
“Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu orang-orang berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi): "Apakah yang dikatakannya tadi?" Mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka.”  (QS Muhammad, 47: 16)

13. Mereka tidak pernah pergi berjihad, berpartisipasi dalam semua perjuangan (jihad) dan tidak juga berhijrah
Pada saat perang Uhud orang-orang Munafik lari dari medan pertempuran dan kembali ke Madinah. Sebagian orang-orang beriman menjadi bingung berkaitan dengan bagaimana mereka seharusnya berhadapan dengan orang-orang munafiqun. Shahabat Rasulullah SAW percaya bahwa mereka seharusnya dibunuh dimana saja mereka terlihat, disamping yang lain membantah sebaliknya mereka (munafiqun) adalah Muslim dan mengucapkan syahadat. Dengan maksud untuk menyelesaikan dan mengklarifikasi perselisihan ini, Allah SWT menurunkan ayat di bawah ini:
“Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri ? Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya.” (QS An Nisa, 4: 88)

Lebih lanjut, sebuah hadits dari Nabi Muhammad SAW dengan jelas menyoroti orang yang tidak mempunyai niat berjihad:
“Siapa saja yang mati tanpa berjihad di jalan Allah, tidak juga mempunyai niat untuk melakukannya, akan mati dalam satu cabang nifaq.” (Muslim dan Riyaad Us Saalihin Bab 234, Hadits bo 1341)

Berkaitan dengan Hijrah orang-orang Munafik tidak ingin meninggalkan ‘negeri kesayangan’ mereka dan takut berjihad di jalan Allah. Allah SWT telah menurunkan:
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya : "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?." Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)." Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?." Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”   (QS An Nisa, 4: 97-99)

Penting untuk selalu diingat poin krusial ini bahwa munafiqun membenci Jihad, Mujahidin dan berhijrah di jalan Allah. Jika kita mempunyai perasaan ini maka ketauhilah bahwa kita mempunyai salah satu karakteristik Munafikin dan mintalah kepada Allah agar menjaga kita dari nifaq.

14. Mereka mempunyai Muwalat (sekutu) dengan Kuffar dan hidup diantara Musyrikin
Salah satu tanda seseorang yang terlibat syirik adalah hidup diantara Kuffar dan Musyrikin tanpa membedakan diri mereka. Bukti yang sama telah disebutkan di atas bisa digunakan untuk membenarkan poin ini, sebagaimana sebuah hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:
“Aku berlepas diri dari Muslim yang hidup diantara Musyrikin,... dan tidak membedakan diri dari mereka (kuffar).’ (Sunan Abu Daud, Kitabul Jihad Bab 105, hadits no 2645)

Hadits ini dengan jelas menunjukkan kepada kita betapa bahayanya hidup diantara kuffar, bersatu dengan mereka dan tidak membedakan diri dari mereka. Itu juga menyoroti kewajiban dan perlu bagi Muslim untuk hidup bersama sebagai sebuah komunitas dan menerapkan Syari’ah; atau Rasulullah SAW akan menjauhkan dirinya dari kita pada hari pengadilan, disaat kita akan begitu membutuhkan syafa’atnya.

15. Mereka membuat sejumlah alasan untuk tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya
Orang-orang Munafik selalu banyak alasan untuk tidak mengerjakan kewajiban dan tugas mereka, sebagaimana disebutkan juga dalam ayat sebelumnya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Mereka (orang-orang munafik) mengemukakan 'uzurnya kepadamu, apabila kamu telah kembali kepada mereka (dari medan perang). Katakanlah: "Janganlah kamu mengemukakan 'uzur; kami tidak percaya lagi kepadamu, (karena) sesungguhnya Allah telah memberitahukan kepada kami beritamu yang sebenarnya. Dan Allah serta Rasul-Nya akan melihat pekerjaanmu, kemudian kamu dikembalikan kepada Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS At Taubah, 9: 94)

Lebih lanjut, pada saat perang Tabuk dahulu mereka banyak alasan untuk lari dari Jihad. Salah satu dari alasan mereka adalah cuaca yang amat panas dimana Allah SWT telah tentukan di saat bulan-bulan musim panas:
“Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini." Katakanlah: "Api neraka jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui.” (QS At Taubah, 9: 81)

Sungguh Allah berkata benar, panas neraka tidak dapat dibandingkan dengan panas dunia. Rasulullah SAW bersabda:
“Api yang anak Adam nyalakan adalah satu bagian dari 70 bagian dari api neraka.” (Tafsir Ibnu Katsir tentang ayat di atas 9:81)

16. Mereka membenarkan keharaman, kekufuran dan kesyirikan mereka
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik. Kepada mereka dikatakan: "Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)." Mereka berkata: "Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu". Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.” (QS Al Imran, 3: 167)

Telah diketahui bahwa orang-orang Munafik selalu membenarkan kemurtadan mereka. Allah SWT menginformasikan kepada kita bahwa orang-orang menjadi kafir atau murtad dengan alasan menjadi lebih dekat kepada Allah! Allah SWT berfirman:
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya." Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS Az Zumar, 39: 3)

17. Mereka melakukan kufur I’raad – berpaling kepada Allah SWT
Allah SWT berfirman:
“Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (QS An Nisaa’, 4: 61)

“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” (QS As Sajadah, 32: 22)

Orang-orang Munafik selalu berpaling dari Ahkam (hukum syar’i) dan Ulama. Ketika kita memberi mereka hukum yang tidak sesuai dengan mereka, maka mereka akan berkata ‘Aku tidak mengikuti opini itu’, bahkan tidak ada opini lain tentang isu tersebut. Ketika kita sampaikan kepada mereka ayat mereka akan berkata ‘itu adalah penafsiran kamu terhadap Al-Qur’an dan sebagainya.

18. Mereka menyerukan kemungkaran dan mencegah kebaikan
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS At Taubah, 9: 67)

Mereka akan mencoba untuk menghalangi usaha kita untuk melakukan dakwah berdasarkan metode Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, menyerukan jihad, berjuang untuk dien Allah atau bahkan menciptakan kesadaran tentang Islam di luar Masjid dan sebagainya. Lebih lanjut mereka malah mencegah Ma’ruf dan menyerukan segala bentuk kemunkaran, seperti voting untuk hukum buatan manusia, bergabung dengan toghut dan sebagainya.

19. Mereka memamerkan perbuatan baiknya
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS An Nisaa’, 4: 142)

Orang-orang Munafik memamerkan bahasa Arabnya, tajwid, adzan, ilmu dan sebagainya. Mereka adalah orang-orang yang selalu memamerkan perbuatan baiknya dengan tujuan agar mendapatkan pujian dan agar orang-orang mendengarkan mereka. Ar Riyaa adalah sebuah dosa besar dan perbuatan syirik, karena semua perbuatan baik kita seharusnya dilakukan murni hanya untuk mencari ridha Allah SWT dan bukan pujian dari orang-orang.

Rasulullah SAW bersabda:
“Perkara yang aku takutkan dari kalian adalah syirik asghar. Shahabat bertanya: ‘Apakah syirik asghar itu?’ Rasulullah SAW menjawab: riya.’  (Musnad Imam Ahmad, jilid 5; Al Arsaar, Hadits : Muhammad bin Labid RA)

20. Mereka menginginkan kita menjadi Kafir seperti mereka dan mengikuti jalannya
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong.” (QS An Nisaa’, 4: 89)

Orang-orang Munafik sangat jahat karena mereka ingin agar kita menjadi kafir seperti mereka dan mengikuti kerusakan dan kejahatan mereka. Mereka ingin agar kita meninggalkan golongan yang selamat dan bergabung dengan partai syaitan mereka.

21. Mereka menginginkan kita untuk takut kepada Kuffar
Allah SWT berfirman:
“(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." (QS Ali Imran, 3: 173)

Orang-orang munafik akan selalu mempunyai mental kalah dan akan mencoba untuk menimbulkan ketakutan ke dalam hati orang-orang beriman terhadap Kuffar. Seseorang tidak bisa menjadi Muslim jika mereka mengatakan ‘apa yang bisa kita lakukan, jumlah mereka terlalu banyak dan kita tidak mempunyai senjata yang cukup dan sebagainya.’

Lebih lanjut Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS Ali Imran, 3: 175)

22. Mereka malas melaksanakan Shalat
Sebagaimana telah disebutkan pada poin no 19, Allah menginformasikan kepada kita ayat (QS 4: 142) bahwa orang-orang Munafik berdiri dengan kemalasan pada shalat mereka. Bukti lain untuk ini bisa ditemukan dalam surah Al Ma’un:
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya.” (QS Al Maa’un, 107: 4-7)

Nabi Allah SAW juga menjelaskan orang-orang Munafik adalah orang yang sulit ditemui pada shalat isya dan fajar (subuh).

23. Mereka menunjukkan Islam, tetapi mengutuk dan menghina ketika setiap kali mereka berhadapan dengan semua bentuk kesulitan dan bencana
Allah SWT berfirman:
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS Al Hajj, 22: 11)

Orang-orang Munafik selalu senang dengan kita ketika segala sesuatunya berjalan dengan baik dan mudah, profesional, teratur dengan baik dan terstruktur, tetapi ketika mereka diuji oleh Allah SWT mereka benar-benar meninggalkan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, dien dan kewajiban mereka.


Kesimpulan
Tujuan dari mempelajari masalah ini untuk menyadari tanda-tanda Munafikin, agar kita tidak melakukannya. Kita seharusnya memohon kepada Allah SWT agar dijauhkan dari nifaq, kufur, syirik dan bid’ah dan agar kita mati dalam keadaan iman dan Tauhid. Kita seharusnya juga selalu menyadari celah dan berbagai kemungkinan menjadi Kafir, dan untuk mencegah hal ini adalah dengan memenuhi semua perintah Allah dan juga kewajiban kita. Semoga, Insya Allah!

Sumber : http://insanshalih.blogspot.com/2010/10/23-karakter-munafik.html


Munafik, Orang Penuh Rekayasa

oleh Aa Gym

"Tanda orang munafik ada tiga, apabila seseorang diberi amanat, ia khianat; apabila berbicara, ia dusta; apabila berjanji, ia tidak menepatinya; dan apabila berdebat, ia akan berbuat curang." (HR. Mutafaq’alaih)

Sesungguhnya orang munafik adalah orang yang penuh dengan kepalsuan, penuh dengan rekayasa dan lebih sibuk membangun topeng. Sedangkan seorang mukmin hidupnya asli, tidak ada rekayasa, karena semua kebohongan itu tidak diperlukan dalam mendekatkan diri kepada Allah. Allah tidak memerlukan kepalsuan itu. Allah yang Maha Memiliki segalanya. Seorang mukmin seyogyanya bersih perbuatanya. Tidak terlalu banyak memikirkan pandangan orang lain, yang terpenting dalam pandangan Allah saja. Hidupnya apa adanya.

Orang munafik itu berbahaya, karena ia sesungguhnya orang musyrik hatinya, tapi lahiriahnya menampilkan orang beriman, seperti Abdullah bin Ubay. Orang munafik pun bisa dilihat dari perilakunya sehari-hari. Semua perbuatannya mencerminkan tidak ingin dekat dengan Allah, tidak memakai hati, melainkan agar dinilai orang lain. Sebisa mungkin orang munafik akan berusaha keras untuk benar-benar dengan akal-akalan melakukan apa pun di hadapan orang lain, seperti ingin berwibawa. Sehingga selama ia berbicara dan berbuat, fokusnya hanya untuk mengatur kewibawaannya, tidak melihat hati.

Orang munafik ketika berkata seringkali ditambah-tambah dengan kebohongan. Tidak sesuai antara keterangan dan kenyataannya. Bahkan beda antara mulut dan hatinya. Ia tidak bisa dipegang pembicaraannya. Dia berjanji bukan berniat akan ditepati, melainkan untuk keinginan sesuatu dari orang lain. Bagi yang berniat menepati janji, ketika berjanji berarti ia mengunci untuk ditagih yang membuatnya, sedangkan bagi orang munafik, janjinya untuk sekadar agar orang lain percaya atau senang padanya. Makanya ia mudah mengeluarkan janji-janjinya. Dalam hal amanah ia tidak mempedulikan amanah dari Allah, melainkan lebih mengutamakan gayanya daripada hakikat dari amanah yang dipikulnya.
Dalam aspek ibadah pun seorang munafik bisa terdeteksi. Dalam berdoa misalnya, mulut berdoa tapi hati tidak. Benarkah hatinya ingin mendekat kepada Allah? Allah mengetahui semua kebohongan itu, Allah tidak bisa di bohongi. Karena Allah mengetahui lubuk hati terdalam. Apakah ingin diketahui, dilihat, ataukah diperlakukan spesial.

Keinginan-keinginan tersebut semestinya lepas dari makhluk, barulah akan tenang hati ini. Kita tidak memerlukan pengakuan orang, yang penting Allah saja. Jangan sampai kita menggunakan nama Allah untuk komoditas agar terlihat shaleh. Sekilas mungkin orang akan terkecoh oleh kepalsuan, sedangkan Allah tidak bisa dikelabui, tetapi Allah Maha Mengetahui.

"Sesungguhnya Dia mengetahui perkataan (yang kamu ucapkan) dengan terang-terangan dan Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan." (QS Al-Anbiya:110)

Sesungguhnya segala perbuatan yang kita lakukan akan dihisab semuanya. Berbahagialah bagi siapa pun yang terbebas dari kemusyrikan dan kemunafikan. Sehalus apa pun bersih hidupnya. Maka dibuat nyaman hatinya oleh Allah. Lepasnya hati dari selain Allah. Lillaahi ta’ala.

Apa yang menyebabkan orang cenderung munafik? Karena hati kita cenderung musyrik, menganggap ada sesuatu selain Allah SWT yang bisa memberi manfaat dan mudharat. Yang bersih hatinya ia akan terbebas dari sifat kemunafikan. Akhlak jelek karena hatinya busuk, dan hati busuk karena tauhidnya buruk. Akhlak jadi bagus, tauhidnya pun harus bagus.
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (QS An-Nisaa : 142)

Allah tidak bisa dibohongi dengan cara apa pun, karena Dia mengetahui lubuk hati yang dalam. Hati ini harus lepas dari makhluk.

Dengan demikian, dari paparan di atas, orang munafik itu paling dibenci Allah SWT. Apalagi bila ilmu agamanya makin banyak sedangkan ia masih munafik, tentu kebencian Allah juga akan lebih daripada yang lainnya.

Sumber : http://www.eramuslim.com/ramadhan/tausyiah/munafik-orang-penuh-rekayasa.htm


MUNAFIK

Munafik. Satu kata yang menarik untuk dicermati, digali, dan dipahami, mengingat jaman sekarang banyak sekali orang yang berlaku demikian. Kemunafikan mereka yang sarat dengan kebohongan, pengkhianatan, dan intrik kepentingan pribadi. Sebenarnya, apa itu munafik?

Saya sendiri juga agak kebingungan saat ingin merumuskan arti munafik itu sendiri (maklum, saya nulis artikel ini aja dengan bermodal pengalaman dan kenekatan). Menurut apa yang pernah (dan masih) saya rasakan , munafik adalah kebohongan, ketika seseorang berkata A padahal di dalam hatinya sebenarnya ia berucap Z. Orang yang memiliki sifat ini, cenderung rela mengobral dusta dan janji palsu demi mencapai kepuasan dan keuntungan pribadinya. Orang-orang yang masuk dalam tipe ini bahkan rela mengkhianati orang yang memberikan kepercayaan penuh pada mereka. Sungguh memalukan.

Saya sendiri sering mengalami perlakuan tersebut, ditanggapi oleh teman secara munafik. Mereka bilang suka, padahal hatinya berteriak-teriak “Gue nggak suka!!!” Kejujuran yang harusnya penting dalam sebuah hubungan persahabatan, kini bagai dua sisi koin, di mana kejujuran di satu sisi bersanding dengan kemunafikan. Keduanya tinggal diundi, dan diterapkan sesuai keadaan. Kadang kita harus berlaku jujur dan sok innocent, kadang pula kita harus tega untuk menjadi munafik. Sungguh menyedihkan, karena menurut saya hidup dengan memelihara kemunafikan itu identik dengan orang yang menyia-nyiakan dirinya sendiri dalam kebohongan, serta mencelakakan orang lain dengan tipu muslihatnya yang manis dan menggairahkan.

Dewasa ini, sudah berkembang suatu tren di mana “yang munafik yang bakalan eksis”. Orang yang menyuarakan kejujuran, malah diinjak-injak bak rumput liar yang mengganggu tumbuh suburnya pohon “kemunafikan” dan “formalisme”. Saya, yang sebenarnya lebih mengutamakan bertindak jujur, oleh keadaan yang sulit terpaksa harus menjadi munafik, dengan memberi jawaban pada teman saat ulangan, misalnya. “Nic, ntar jangan lupa nengok ke gue, ya. Bantuin gu ya Nic, please, gue belum belajar nih. Tenang aja, kalau kita hati-hati ‘kan gurunya nggak bakalan tahu…” begitulah ucapan teman-temanku. Dan mungkin, tanpa saya sadari masih banyak lagi tingkah laku saya yang munafik lainnya, terdesak oleh keadaan yang menjebak serba sulit.

Apakah aku sendiri termasuk golongan orang munafik? Apakah aku juga menenggelamkan hidupku dalam lumpur kunistaan, dan melumuri mata hati orang lain dengan kedustaan sikap dan perkataanku? Apakah aku begitu? Aku sendiri pun bingung. Aku sadar bahwa terkadang aku munafik, dan aku tidak menyangkal hal itu, karena kemunafikan telah tertanam di hati semua insan. Hanya bedanya, apakah kemunafikan itu kita tumbuh suburkan di dalam hati kita, atau kita bunuh dengan racun “kejujuran” dan kita pangkas dengan gunting “ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Esa”. Dengan mendekatkan diri pada Tuhan dan selalu senantiasa berbuat jujur walaupun konsekuensinya dijauhi, bahkan dikucilkan, niscaya Tuhan akan memberikan kita keteguhan dalam menjalani hidup sebagai pribadi yang jujur dan jauh dari kata munafik.

Mari, walaupun mungkin kita masih mempunyai bibit-bibit munafik itu dalam hati kita, pangkaslah dan cabutlah itu sampai ke akar-akarnya. Jangan biarkan kemunafikan tumbuh subur dalam hati dan jiwa kita, yang selanjutnya, perlahan tapi pasti, akan membawa kita menuju kesengsaraan sejati di neraka. Hentikan budaya munafik yang secara nyata telah menyebarluaskan keuntungan materialnya untuk menipu dan menjerat kita manusia. Jangan sampai, kita ditolak siapapun karena telah bertransformasi menjadi “Manusia setengah Iblis” dengan semua kebusukan yang berakar dari kemunafikan itu.

Masyarakat Indonesia bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, bangga mengembangkan budaya kejujuran dan cinta kasih. Semoga memang demikian adanya. Semoga.

Sumber : http://blogdiannoviany.blogspot.com/2010/11/munafik.html


Pernahkah Anda Munafik?

Peace dove strapped with dynamite
Menurut Wikipedia, Kemunafikan (Hypocrisy) adalah perilaku mengakui/menganggap memiliki keyakinan, perasaan, moral atau nilai-nilai yang sebenarnya tidak dimiliki atau dipraktekkan. Menurut kamus Webster, Hypocrite adalah seseorang yang mengaku memiliki nilai-nilai, moral atau keyakinan, tetapi sebenarnya tidak punya dan tindakannya bertolak belakang dengan apa yang dinyatakan di publik dalam kehidupan prbadi, opini dan pernyataannya. Jadi ada perbedaan antara teori dan prakteknya. Membenarkan tindakan/perilaku seseorang sementara menyalahkan orang lain yang memiliki hak dan kedudukan yang sama juga termasuk dalam definisi Kemunafikan, namun ada istilah lain yang cocok untuk hal ini yaitu Standar Ganda (double standard).

Banyak sekali contoh tindakan munafik dalam kehidupan kita sehari-hari. Paling banyak adalah bentuk kemunafikan yang standar ganda. Contoh perbedaan antara munafik dan turunannya yaitu standar ganda kira-kira gini: Seorang pemuka di masyarakat, yang sering berkhotbah tentang moral, ngomong keadilan (minjem syair "Bento" nih), tapi korupsi atau jadi pembalak liar misalnya, dan berperilaku kayak nggak ada-apa dari mimik wajahnya, adalah munafik sejati. Sulitnya jika hasil korupsinya itu diamalkan untuk fakir miskin layaknya Robin Hood. Apapun embel-embel penilaiannya, ini sudah termasuk standar ganda.

Diperbolehkannya lelaki untuk memiliki banyak istri sedangkan wanita tidak boleh punya banyak suami juga termasuk standar ganda. Counter argumen hal ini adalah bila persamaan derajat gender itu murni 100% dilakukan, tentu poligami dan poliandri duduk sejajar yang artinya kalau poligami boleh, poliandri juga harus boleh, dan begitu juga sebaliknya. Adakalanya wanita "boleh" menampar pria yang kurang ajar terhadapnya sementara pria jika mendapat perlakuan yang sama tidak pernah menampar wanita yang genit terhadapnya, pun termasuk standar ganda mengingat prinsip diatas dengan segenap penjelasan feminismenya.

Seorang lelaki yang memiliki banyak pacar akan mendapat cap "Playboy", tapi jika hal yang sama terjadi pada perempuan jenis kata-kata predikat negatif lebih banyak dikenakan seperti "perek", atau "kegatelan" atau yang paling anyar "jablay", daripada dicap "Playgirl" misalnya. Ini termasuk standar ganda.

Profesi politikus dan pengacara adalah profesi yang menuntut kemunafikan dan kepintaran memilih kata-kata untuk menyatakan pendapatnya. Disatu saat mereka harus bilang A disaat lain harus bisa bilang B demi tujuan masing-masing walaupun tahu mana yang benar-baik.

Yang paling sulit jika kemunafikan dilakukan secara beramai-ramai. Kelompok Dodol Duren misalnya bilang kalo dodol Duren itu yang paling enak, kelompok Dodol Garut bilang dodol Garut yang paling enak. Dua-duanya punya argumen bahkan ayat-ayat dari primbon Perdodolan untuk mendukung pendapatnya. Ini adalah hal sulit mengingat banyak orang yang berpendapat bahwa makin banyak orang berpendapat sama maka semakin mendekati kebenaran. Bagi mereka yang sadar akan kontradiksi ini akibat proses pembodohan massal yang sedang terjadi, tentu cuma bisa nyengir-nyengir dan apabila diam saja, maka dapat disebut munafik karena mengetahui kebenaran tapi mengabaikan nilai kejujuran dan membiarkan hal itu terus berlangsung.

Munafikisme Setiap orang (termasuk saya :P) pasti pernah bertindak munafik. Mungkin sama banyaknya dengan berbohong. Antara bohong dengan munafik apa bedanya? Munafik lebih banyak menyoroti tindakan daripada perkataan.

Man speaking with peace dove
Tipe-Tipe Munafik

Menurut www.hardcoretruth.com, ada 4 Tipe kemunafikan:
  1. Munafik Jujur Keluar : Tindakan bertolak belakang dengan pendapat/pernyataannya. Walaupun, apa yang dilakukan itu konsisten dengan pendapatnya, ini tetap menjadikan mereka munafik karena tidak benar-benar diyakini. Mereka memiliki keyakinan kuat akan pendapat mereka sendiri namun tidak selalu mengikutinya.
  2. Munafik Tidak Jujur Keluar : Tindakan bertolak belakang dengan pendapat/pernyataannya yang tidak konsisten dengan apa yang diyakini. Mereka sering lemah dalam apa yang diyakini dan memungkinkan mereka menjadi jujur buat diri sendiri dalam hatinya.
  3. Munafik Jujur Kedalam : Tindakan bertolak belakang dengan pendapat/pernyataannya. Keyakinan mereka konstan walaupun tindakannya berbeda. Mereka jujur pada diri sendiri dan berusaha untuk menyesuaikan keyakinannya dengan keinginan pribadi, tindakan atau kekurangan mereka.
  4. Munafik Tidak Jujur Kedalam : Tindakan sejalan dengan yang dinyatakan, walaupun tidak diyakininya. Mereka sering berperilaku "menjilat" dengan keyakinan diri rendah.

Contoh jeleknya mungkin, misalnya seorang Perokok. Dia sudah tahu efek buruk dari merokok dan menyetujui bahkan menyuruh orang berhenti merokok, tetapi masih merokok hal ini sudah menjadikannya munafik. Jika ia tidak yakin dengan larangan pemerintah yang tertera dan berpendapat "aah gak apa-apa, makan permenpun bisa bikin kanker" misalnya, tapi kadang-kadang ragu juga hal ini termasuk tipe yang pertama. Yang tipe kedua mungkin lebih "lembek" dan berpendapat "ada benarnya saya berhenti". Yang tipe ketiga boleh jadi setuju/tidak dengan efek buruk merokok, dan berusaha mengurangi misalnya, yang tipe keempat menyakini efek buruk merokok tapi tetap merokok untuk menyenangkan temannya misalnya. Untuk persoalan lain tinggal ganti variabel "rokok" berserta alasannya dengan masalah lain.

Apapun tipe-tipe munafik dari terjemahannya yang kacau diatas ada satu hal yang perlu digarisbawahi : Adalah baik untuk tidak menjadi munafik dan harus berusaha mencapainya sebaik mungkin, tapi jika iya, saya lebih baik menjadi munafik yang jujur, daripada berbohong mengenai ketidaksempurnaan diri saya.

Sumber : http://www.indonesiaindonesia.com/f/37261-pernahkah-munafik/
Sumber lainnya : http://taimullah.wordpress.com/2010/07/28/munafik-macam-dan-pembagiannya/

Orang munafik adalah orang yang paling jahat dari semua orang dan layak untuk mendapatkan hukuman di hari kiamat. Ini karena mereka berperilaku sebagai Muslim, tetapi mereka adalah musuh yang paling jahat dari semua musuh karena mereka menyembunyikan kekufuran dan syirik. Pentingnya mempelajari kemunafikan adalah sebagaimana pentingnya mempelajari Tauhid karena keduanya saling berkaitan. Jika kita tidak mempelajari kufur, syirik dan nifaq, tidak dapat disangkal lagi, kita bisa jatuh ke dalamnya, dan selanjutnya menjadi Kafir. Jika seseorang tidak mengetahui karekteristik dari Musyirikin, dia akan menjadi Musyrik. Dan sama halnya jika kita tidak mempelajari kareteristik munafik kita akan menjadi munafik. Hanya Mu’min dan Muslim sejati yang takut melakukan nifak atau kufur, dan hanya muwwahid yang takut untuk melakukan syirik. Satu-satunya orang yang dengan bebas melakukan kufur, nifak dan syirik adalah Kafir. Perhatian pertama bagi setiap Muslim adalah menjauhi kufur, syirik dan nifak, dan kemudian beribadah kepada Allah semata.

Allah SWT Berfirman dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (QS An Nisaa’, 4: 145)

Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari oleh Ibnu Abi Mulaikah, yang berkata,
“Aku bertemu tiga puluh Shahabat Nabi SAW dan masing-masing dari mereka takut menjadi orang munafik, dan tidak ada dari mereka yang berkata bahwa dia sekuat Jibril atau Mika’il.” Dan Hasan (Al Basri) berkata: ‘Hanya orang yang beriman yang takut dari kemunafikan, dan hanya orang munafik yang merasa aman darinya (kemunafikan). (Shahih Al Bukhari Kitabul Iman Bab 36)

Dan Nabi Ibrahim A.S. berkata:
“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.”  (QS Ibrahim, 14: 35)

Seseorang harus berfikir setelah membaca wahyu bahwa jika Shahabat Nabi SAW dahulu takut dari kemunafikan, untuk alasan yang lebih besar tidakkah seharusnya kita takut dari itu? Jika seseorang terbaik seperti Nabi Ibrahim A.S. takut terhadap syirik, tidakkah seharusnya kita takut juga? Namun sangat menyedihkan melihat realitas hari ini sangat jarang kita menemukan orang yang takut melakukan dosa, membiarkan diri sendiri menjadi kafir, munafiq atau musyrik! Orang-orang kelihatannya berfikiran bahwa mereka akan masuk surga secara langsung dan melewati hari pengadilan dengan mudah.

Selanjutnya kita seharusnya tidak menjadi naif dan realistis terhadap berbagai kemungkinan menjadi Kafir, Musyrik atau Munafik dengan mengambil tindakan pencegahan dan kekebalan. Sebaik-baik yang bisa kita lakukan adalah dengan melaksanakan semua perintah Allah dan mempelajari tauhid. Kemudian setelah itu, apakah kita mati sebagai Muslim atau Kafir ada di tangan Allah SWT ; dan semoga Allah SWT meneriman ibadah kita dan menjadikan kita mati dalam keadaan iman dan Tauhid, Amin.

Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk selalu meminta kepada Allah SWT untuk mati dalam keadaan iman dan Tauhid disamping fakta bahwa Allah adalah yang mengendalikan hati kita dan dia bisa membalikkannya sesuai dengan keinginanNya, kapanpun Dia inginkan:
“Yaa Allah ampunilah hidup kami dan perbuatan kami, kehadiran kami dan kealpaan kami, muda kami dan tua kami, laki-laki kami dan perempuan kami. Yaa Allah, siapa saja dari kita menjaga hidup, menjaganya hidup pada Islam dan siapa saja dari kami Kamu matikan, karenanya untuk mati dalam iman, Yaa Allah janganlah mencabut balasan kami dan tidak tunduk kepada fitnah setelah kematiannya.” 

Jika ada kemungkinan menjadi kafir, tidakkah Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan kita untuk memohon kepada Allah untuk menjadikan hidup kita dengan Islam dan mati dalam keadaan beriman. Mari kita sekarang, dengan izin Allah SWT mempelajari sebagian karekteristik Munafik (agar kita terhindar darinya, Insya Allah. 


Karakteristik Munafik:

1. Mereka mengklaim Beriman
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah." Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (QS Al Munafiqun, 63:1)

Allah menjelaskan orang munafik sebagai orang yang mengklaim bahwa mereka beriman, namun mereka realitasnya Kafir. Dia SWT menyebut mereka pembohong dan Kafir disamping fakta bahwa mereka dengan tegas mengklaim dengan lidah mereka bahwa mereka Muslim dan mengucapkan ‘Laa ilaaha illa Allah’. Ini adalah sebuah titik yang menakutkan bagi semua Muslim sebagaimana kita semua mengklaim menjadi beriman, namun bagaimana kita mengetahui bahwa kita tidak murtad? Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman:
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu”. (QS An Nisa, 4: 60)

Selanjutnya kita semua seharusnya berhati-hati ketika mengklaim sebagai Muslim tidak menjamin kita untuk menjadi orang-orang penghuni jannah (surga), dan tidak selamat dari kemunafikan. Tanpa memenuhi perintah Allah, menjauhi Thaghut dan meminta Allah untuk menjaga kita tetap beriman, kita mungkin tidak sengaja jatuh ke dalam perangkap kemunafikan, syirik dan kufur.

Ada dua tipe nifaq, nifaq akbar (nifaq besar) dan nifaq asghar (nifaq kecil). Seseorang dengan nifaq akbar benar-benar kafir walau berpura-pura menjadi Muslim. Selanjutnya dia tidak berfikir untuk dirinya bahwa dia adalah seorang beriman, tetapi dia hanya mengklaim menjadi Muslim dengan tujuan untuk kemulian hidupnya. Nifaq asghar bisa ditemukan dalam diri seorang Muslim, yang melakukan keimanan dia adalah seorang Muslim dan juga mengklaim begitu. Dengan demikian ada dua tingkatan kemunafikan, yakni seseorang itu kafir namun berpura-pura menjadi Muslim (nifaq akbar), dan jenis lainnya adalah dia seorang Muslim yang nyata-nyata melakukan perbuatan kemunafikan.

2.Mereka tidak mempunyai Talazum
At Talazum berarti kesatuan antara iman dan perbuatan, yaitu mengatakan dan melaksanakan apa yang kita imani. Setiap Muslim dan kafir mempunyai Talazum; seorang Muslim beriman kepada Allah dan memanifestasikan hal ini dalam perbuatannya (seperti shalat) dan perkataan (bertasbih). Sebagaimana, setiap Kafir membenci Allah dan dien-Nya dan selanjutnya kita melihat mereka secara lisan mendeklarasikan perang melawan Islam dan kepada kaum Muslimin (melalui perkataan), dan melakukan keyakinan ini dengan membunuhi wanita, anak-anak dan orang tua Muslim yang tidak bersalah.

Sementara itu, orang munafik tidak mempunyai Talazum , artinya apa yang dia sembunyikan dan ditampakkan tidaklah sama dan menjadikam mereka orang yang paling rumit dari semua orang. Ini karena mereka mengatakan apa yang mereka tidak imani dan tidak melaksanakan Islam secara utuh. Allah SWT berfirman:
“Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian," padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.” (QS Al Baqarah, 2:8)

3. Mereka menipu Allah dan Muslim
Allah SWT berfirman dalam Qur’an:
“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.” (QS Al Baqarah, 2;9)

“Dan Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”  (QS An Nisa, 4: 142)

Orang Munafik menipu diri mereka dengan mengklaim sebagai orang beriman, padahal, faktanya mereka adalah Kafir. Mereka mencari kemulian dalam kehidupan mereka dengan mengucapkan Syahadat padahal faktanya mereka tidak mempunyai kemuliaan bagi hidup ini karena mereka bukanlah Muslim. Allah SWT telah membuat dua camp (golongan/kelompok) ; camp Islam dan camp Kufur, namun orang-orang munafik ini menginginkan mereka bisa berada pada kedua camp tersebut pada saat yang bersamaan. Mereka ingin manfaat dari hak-hak Islam dan iman seperti warisan, kehormatan, kemuliaan, persaudaraan, rasa hormat, perayaan ied, pahala dan sebagainya, tetapi juga ingin mengikuti doktrin dan jalan hidup orang kafir.

4. Mereka mempunyai penyakit dalam hati mereka
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dalam hati mereka ada penyakit (keraguan dan kemunafikan), lalu ditambah Allah penyakitnya.” (QS Al Baqarah, 2:10)

Dalam tafsir Ibnu Katsir, dia menjelaskan bahwa istilah ‘penyakit’ dalam ayat ini berarti ‘keraguan’. Selanjutnya, kita selalu melihat mereka yang mempunyai tanda-tanda munafik, sering ragu terhadap ulama, Allah SWT dan Mujahidin dan sebagainya. Keraguan mereka terdapat dalam banyak aspek dien, seperti hidup setelah mati, surga dan hari pengadilan; selanjutnya mereka melangkah terlalu jauh dengan meninggalkan ikatan Islam.

5. Mereka pembohong, pengingkar janji dan tidak bisa dipercaya
Melanjutkan ayat di atas, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.”  (QS Al Baqarah, 2:10)

“Dan apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah." Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.”  (QS Al Muafiqun, 63:1)

Karakteristik paling umum dari orang Munafik adalah bahwa mereka pembohong, selalu mengingkari janji dan tidak bisa dipercaya dimana saja kita mempercayai mereka dengan sesuatu. RasuluLlah SAW juga bersabda dalam hadits yang telah umum:
“Tanda-tanda munafik ada tiga, ketika dia berbicara dia berbohong, ketika dia berjanji mengingkarinya dan ketika dia dipercaya dia khianat.” (Shahih Al Bukhari, Kitabul Iman Bab 24: tanda-tanda Munafik No 33)

6. Mereka menjadi kasar ketika berdebat
Berkaitan dalam bimbingan dan pengetahuan, orang-orang munafik dikenal menjadi orang yang sangat argumentatif dan membantah ketika dia terlibat diskusi atau debat. Ketika mereka tidak bisa memberikan jawaban untuk masalah tertentu atau menghadirkan kasus mereka dengan baik mereka menjadi kasar (menggunakan kata-kata kotor, menggunakan sumpah dan sebagainya) dan menjengkelkan. Rasulullah SAW berkata dalam sebuah riwayat yang berbeda atas hadits yang sama:
“Dan ketika dia berdebat dia menjadi kasar”  (Al Bukhari No 34)

7. Mereka mengkhianati perjanjian dan kontrak
Seorang Muslim tidak pernah membatalkan perjanjiannya karena hal itu adalah dosa besar dalam Islam dan dosa lainnya adalah munafik. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits di atas, tetapi dalam riwayat yang berbeda:
“Dan ketika dia mempunyai perjanjian dia mengkhianatinya.”  (Al Bukhari No 34)

Lebih lanjut Rasulullah SAW telah menginformasikan kepada kita kehinaan itu adalah ketika seseorang yang dengan sengaja melanggar perjanjiannya:
"Bagi setiap pengkhianat dia akan mempunyai sebuah panji pada hari kiamat, memproklamirkan ini adalah begini dan begini yang telah mengkhianati perjanjiannya."  (Riyadus Salihin No 1585)

8. Mereka penyebab fitnah dan keburukan, namun mengklaim pembuat kedamaian
Orang-orang munafik selalu berkomentar dan memperhatikan kesalahan orang lain, dan tidak pernah berfikir tentang kesalahan dan dosa mereka sendiri. Mereka selalu membuat fitnah dan kerusakan, tetapi menunjuk jari mereka kepada orang lain selain mereka. Allah SWT berfirman:
“Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.”  (QS Al Baqarah, 2: 11-12)

Dalam ayat ini Allah SWT menginformasikan kepada kita bahwa orang munafik adalah penyebab fitnah (kerusakan), namun mengklaim telah melakukan perbaikan. Yang lebih mengejutkan lagi mengetahui bahwa mereka benar-benar para pengacau. Mereka dengan yakin percaya bahwa mereka baik, melaksanakan perdamaian di muka bumi, tetapi Allah SWT menginformasikan kepada kita bahwa mereka benar-benar murtad.

9. Mereka berhukum kepada thaghut
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.”  (QS An Nisa, 4: 60)

Dalam ayat ini Allah SWT memperingati kita beberapa poin yang telah disebutkan di atas, seperti bahwa mereka mengklaim telah beriman kepada apa yang telah diturunkan oleh Allah SWT. Tetapi Dia juga menginformasikan kepada kita tentang karakteristik lain dari orang munafik, yakni berhukum kepada Thaghut.

Berhukum kepada selai Allah adalah syirik akbar, namun, orang-orang munafik ini dijelaskan bahwa mereka orang yang tidak hanya secara rutin berhukum kepada selain Allah, tetapi juga mencari dan mempunyai keinginan untuk merujuk kepada selain Allah untuk menyelesaikan perselisihan. Mereka adalah orang-orang yang terus membenarkan kemurtadannya dan dalam kasus yang lebih buruk mereka mungkin mengutip ayat di luar konteks dengan tujuan untuk membenarkan kerusakan mereka.

10. Mereka memuaskan telinga seseorang, mempunyai hafalan Al-Qur’an dan argumentasi yang masuk akal.
Salah satu dari kemampuan terbesar dan berpengaruh adalah bahwa mereka bisa menyesatkan dan menjatuhkan orang-orang dengan argumen ‘mengagumkan’ mereka atau membacakan ayat-ayat. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar[1477]. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?” (QS Al Munafiqun, 63: 4)

Lebih lanjut Rasulullah SAW bersabda:
“Akan ada sebagian orang diantara kalian yang shalatnya mengalahkan shalatmu, dan yang puasanya mengalahkan puasamu, dan ibadahnya mengalahkan ibadahmu. Mereka akan membaca Al-Qur’an tetapi tidak melebihi kerongkongan mereka. Mereka akan meninggalkan Islam seperti anak panah dari busurnya…’  (Al Bukhari, Kitab Fadilah Al-Qur’an Bab 3g Hadits no 5058)

11. Mereka takut dari Al-Qur’an yang ditujukan kepada mereka, dan tidak melihat kesalahan mereka sendiri
Adalah Sunnah Rasulullah SAW dan Shahabatnya untuk membaca Al-Qur’an dimana kita bisa mengaplikasikanya untuk diri kita, dan seolah-olah Allah berbicara kepada kita secara langsung. Namun orang-orang Munafik tidak suka untuk mengakui kesalahan mereka dan membaca Al-Qur’an sebagaimana Allah menujukan kepada mereka. Lebih lanjut Allah SWT berfirman:
“Orang-orang yang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka....”  (QS At Taubah, 6: 64)

Selanjutnya, dimana saja kita mempelajari dien kita seharusnya selalu mengaplikasikannya untuk diri kita, memperhatikan untuk mengoreksi kesalahan kita sebelum mengoreksi kesalahan orang lain.

12. Menghina orang-orang Beriman dan Islam
Allah SWT berfirman dalam kelanjutan ayat di atas :
“…Katakanlah kepada mereka: "Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan rasul-Nya)." Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti itu.”  (QS At Taubah, 9: 64)

Ayat ini diturunkan pada saat perang Tabuk tentang orang-orang Munafik yang terus mengejek orang-orang beriman, berkata bahwa hafalan Al-Qur’an mereka hanya memberikan perut besar. Sindiran dan ejekan seperti ini sangat umum terlihat hari ini dari orang-orang moderat yang menjual kaum Muslimin dan yang mengejek Mujahidin dan aktifis Muslim yang bekerja untuk melihat bendera Islam tegak di seluruh penjuru dunia.

Sangat umum mendengar orang-orang munafik berkata ‘lihatlah orang-orang ini, mereka percaya berjuang untuk Khilafah atau mendukung Jihad atau ‘bagaimana mungkin orang-orang yang tidak berpendidikan yang mengakui manfaat dari pemerintah bisa menegakkan negara Islam?’ dan sebagainya. Ini hanyalah sebagian contoh dari pernyataan mereka yang mempunyai penyakit di dalam hati mereka. Allah SWT menginformasikan kepada kita tentang alasan mereka menggunakan hal tersebut untuk membenarkan kemurtadan mereka:

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS At Taubah, 9: 65-66)

Allah SWT juga berfirman :
“Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu orang-orang berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi): "Apakah yang dikatakannya tadi?" Mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka.”  (QS Muhammad, 47: 16)

13. Mereka tidak pernah pergi berjihad, berpartisipasi dalam semua perjuangan (jihad) dan tidak juga berhijrah
Pada saat perang Uhud orang-orang Munafik lari dari medan pertempuran dan kembali ke Madinah. Sebagian orang-orang beriman menjadi bingung berkaitan dengan bagaimana mereka seharusnya berhadapan dengan orang-orang munafiqun. Shahabat Rasulullah SAW percaya bahwa mereka seharusnya dibunuh dimana saja mereka terlihat, disamping yang lain membantah sebaliknya mereka (munafiqun) adalah Muslim dan mengucapkan syahadat. Dengan maksud untuk menyelesaikan dan mengklarifikasi perselisihan ini, Allah SWT menurunkan ayat di bawah ini:
“Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri ? Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya.” (QS An Nisa, 4: 88)

Lebih lanjut, sebuah hadits dari Nabi Muhammad SAW dengan jelas menyoroti orang yang tidak mempunyai niat berjihad:
“Siapa saja yang mati tanpa berjihad di jalan Allah, tidak juga mempunyai niat untuk melakukannya, akan mati dalam satu cabang nifaq.” (Muslim dan Riyaad Us Saalihin Bab 234, Hadits bo 1341)

Berkaitan dengan Hijrah orang-orang Munafik tidak ingin meninggalkan ‘negeri kesayangan’ mereka dan takut berjihad di jalan Allah. Allah SWT telah menurunkan:
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya : "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?." Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)." Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?." Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”   (QS An Nisa, 4: 97-99)

Penting untuk selalu diingat poin krusial ini bahwa munafiqun membenci Jihad, Mujahidin dan berhijrah di jalan Allah. Jika kita mempunyai perasaan ini maka ketauhilah bahwa kita mempunyai salah satu karakteristik Munafikin dan mintalah kepada Allah agar menjaga kita dari nifaq.

14. Mereka mempunyai Muwalat (sekutu) dengan Kuffar dan hidup diantara Musyrikin
Salah satu tanda seseorang yang terlibat syirik adalah hidup diantara Kuffar dan Musyrikin tanpa membedakan diri mereka. Bukti yang sama telah disebutkan di atas bisa digunakan untuk membenarkan poin ini, sebagaimana sebuah hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:
“Aku berlepas diri dari Muslim yang hidup diantara Musyrikin,... dan tidak membedakan diri dari mereka (kuffar).’ (Sunan Abu Daud, Kitabul Jihad Bab 105, hadits no 2645)

Hadits ini dengan jelas menunjukkan kepada kita betapa bahayanya hidup diantara kuffar, bersatu dengan mereka dan tidak membedakan diri dari mereka. Itu juga menyoroti kewajiban dan perlu bagi Muslim untuk hidup bersama sebagai sebuah komunitas dan menerapkan Syari’ah; atau Rasulullah SAW akan menjauhkan dirinya dari kita pada hari pengadilan, disaat kita akan begitu membutuhkan syafa’atnya.

15. Mereka membuat sejumlah alasan untuk tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya
Orang-orang Munafik selalu banyak alasan untuk tidak mengerjakan kewajiban dan tugas mereka, sebagaimana disebutkan juga dalam ayat sebelumnya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Mereka (orang-orang munafik) mengemukakan 'uzurnya kepadamu, apabila kamu telah kembali kepada mereka (dari medan perang). Katakanlah: "Janganlah kamu mengemukakan 'uzur; kami tidak percaya lagi kepadamu, (karena) sesungguhnya Allah telah memberitahukan kepada kami beritamu yang sebenarnya. Dan Allah serta Rasul-Nya akan melihat pekerjaanmu, kemudian kamu dikembalikan kepada Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS At Taubah, 9: 94)

Lebih lanjut, pada saat perang Tabuk dahulu mereka banyak alasan untuk lari dari Jihad. Salah satu dari alasan mereka adalah cuaca yang amat panas dimana Allah SWT telah tentukan di saat bulan-bulan musim panas:
“Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini." Katakanlah: "Api neraka jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui.” (QS At Taubah, 9: 81)

Sungguh Allah berkata benar, panas neraka tidak dapat dibandingkan dengan panas dunia. Rasulullah SAW bersabda:
“Api yang anak Adam nyalakan adalah satu bagian dari 70 bagian dari api neraka.” (Tafsir Ibnu Katsir tentang ayat di atas 9:81)

16. Mereka membenarkan keharaman, kekufuran dan kesyirikan mereka
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik. Kepada mereka dikatakan: "Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)." Mereka berkata: "Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu". Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.” (QS Al Imran, 3: 167)

Telah diketahui bahwa orang-orang Munafik selalu membenarkan kemurtadan mereka. Allah SWT menginformasikan kepada kita bahwa orang-orang menjadi kafir atau murtad dengan alasan menjadi lebih dekat kepada Allah! Allah SWT berfirman:
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya." Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS Az Zumar, 39: 3)

17. Mereka melakukan kufur I’raad – berpaling kepada Allah SWT
Allah SWT berfirman:
“Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (QS An Nisaa’, 4: 61)

“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” (QS As Sajadah, 32: 22)

Orang-orang Munafik selalu berpaling dari Ahkam (hukum syar’i) dan Ulama. Ketika kita memberi mereka hukum yang tidak sesuai dengan mereka, maka mereka akan berkata ‘Aku tidak mengikuti opini itu’, bahkan tidak ada opini lain tentang isu tersebut. Ketika kita sampaikan kepada mereka ayat mereka akan berkata ‘itu adalah penafsiran kamu terhadap Al-Qur’an dan sebagainya.

18. Mereka menyerukan kemungkaran dan mencegah kebaikan
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS At Taubah, 9: 67)

Mereka akan mencoba untuk menghalangi usaha kita untuk melakukan dakwah berdasarkan metode Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, menyerukan jihad, berjuang untuk dien Allah atau bahkan menciptakan kesadaran tentang Islam di luar Masjid dan sebagainya. Lebih lanjut mereka malah mencegah Ma’ruf dan menyerukan segala bentuk kemunkaran, seperti voting untuk hukum buatan manusia, bergabung dengan toghut dan sebagainya.

19. Mereka memamerkan perbuatan baiknya
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS An Nisaa’, 4: 142)

Orang-orang Munafik memamerkan bahasa Arabnya, tajwid, adzan, ilmu dan sebagainya. Mereka adalah orang-orang yang selalu memamerkan perbuatan baiknya dengan tujuan agar mendapatkan pujian dan agar orang-orang mendengarkan mereka. Ar Riyaa adalah sebuah dosa besar dan perbuatan syirik, karena semua perbuatan baik kita seharusnya dilakukan murni hanya untuk mencari ridha Allah SWT dan bukan pujian dari orang-orang.

Rasulullah SAW bersabda:
“Perkara yang aku takutkan dari kalian adalah syirik asghar. Shahabat bertanya: ‘Apakah syirik asghar itu?’ Rasulullah SAW menjawab: riya.’  (Musnad Imam Ahmad, jilid 5; Al Arsaar, Hadits : Muhammad bin Labid RA)

20. Mereka menginginkan kita menjadi Kafir seperti mereka dan mengikuti jalannya
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong.” (QS An Nisaa’, 4: 89)

Orang-orang Munafik sangat jahat karena mereka ingin agar kita menjadi kafir seperti mereka dan mengikuti kerusakan dan kejahatan mereka. Mereka ingin agar kita meninggalkan golongan yang selamat dan bergabung dengan partai syaitan mereka.

21. Mereka menginginkan kita untuk takut kepada Kuffar
Allah SWT berfirman:
“(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." (QS Ali Imran, 3: 173)

Orang-orang munafik akan selalu mempunyai mental kalah dan akan mencoba untuk menimbulkan ketakutan ke dalam hati orang-orang beriman terhadap Kuffar. Seseorang tidak bisa menjadi Muslim jika mereka mengatakan ‘apa yang bisa kita lakukan, jumlah mereka terlalu banyak dan kita tidak mempunyai senjata yang cukup dan sebagainya.’

Lebih lanjut Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS Ali Imran, 3: 175)

22. Mereka malas melaksanakan Shalat
Sebagaimana telah disebutkan pada poin no 19, Allah menginformasikan kepada kita ayat (QS 4: 142) bahwa orang-orang Munafik berdiri dengan kemalasan pada shalat mereka. Bukti lain untuk ini bisa ditemukan dalam surah Al Ma’un:
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya.” (QS Al Maa’un, 107: 4-7)

Nabi Allah SAW juga menjelaskan orang-orang Munafik adalah orang yang sulit ditemui pada shalat isya dan fajar (subuh).

23. Mereka menunjukkan Islam, tetapi mengutuk dan menghina ketika setiap kali mereka berhadapan dengan semua bentuk kesulitan dan bencana
Allah SWT berfirman:
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS Al Hajj, 22: 11)

Orang-orang Munafik selalu senang dengan kita ketika segala sesuatunya berjalan dengan baik dan mudah, profesional, teratur dengan baik dan terstruktur, tetapi ketika mereka diuji oleh Allah SWT mereka benar-benar meninggalkan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, dien dan kewajiban mereka.


Kesimpulan
Tujuan dari mempelajari masalah ini untuk menyadari tanda-tanda Munafikin, agar kita tidak melakukannya. Kita seharusnya memohon kepada Allah SWT agar dijauhkan dari nifaq, kufur, syirik dan bid’ah dan agar kita mati dalam keadaan iman dan Tauhid. Kita seharusnya juga selalu menyadari celah dan berbagai kemungkinan menjadi Kafir, dan untuk mencegah hal ini adalah dengan memenuhi semua perintah Allah dan juga kewajiban kita. Semoga, Insya Allah!

Sumber : http://insanshalih.blogspot.com/2010/10/23-karakter-munafik.html


Munafik, Orang Penuh Rekayasa

oleh Aa Gym

"Tanda orang munafik ada tiga, apabila seseorang diberi amanat, ia khianat; apabila berbicara, ia dusta; apabila berjanji, ia tidak menepatinya; dan apabila berdebat, ia akan berbuat curang." (HR. Mutafaq’alaih)

Sesungguhnya orang munafik adalah orang yang penuh dengan kepalsuan, penuh dengan rekayasa dan lebih sibuk membangun topeng. Sedangkan seorang mukmin hidupnya asli, tidak ada rekayasa, karena semua kebohongan itu tidak diperlukan dalam mendekatkan diri kepada Allah. Allah tidak memerlukan kepalsuan itu. Allah yang Maha Memiliki segalanya. Seorang mukmin seyogyanya bersih perbuatanya. Tidak terlalu banyak memikirkan pandangan orang lain, yang terpenting dalam pandangan Allah saja. Hidupnya apa adanya.

Orang munafik itu berbahaya, karena ia sesungguhnya orang musyrik hatinya, tapi lahiriahnya menampilkan orang beriman, seperti Abdullah bin Ubay. Orang munafik pun bisa dilihat dari perilakunya sehari-hari. Semua perbuatannya mencerminkan tidak ingin dekat dengan Allah, tidak memakai hati, melainkan agar dinilai orang lain. Sebisa mungkin orang munafik akan berusaha keras untuk benar-benar dengan akal-akalan melakukan apa pun di hadapan orang lain, seperti ingin berwibawa. Sehingga selama ia berbicara dan berbuat, fokusnya hanya untuk mengatur kewibawaannya, tidak melihat hati.

Orang munafik ketika berkata seringkali ditambah-tambah dengan kebohongan. Tidak sesuai antara keterangan dan kenyataannya. Bahkan beda antara mulut dan hatinya. Ia tidak bisa dipegang pembicaraannya. Dia berjanji bukan berniat akan ditepati, melainkan untuk keinginan sesuatu dari orang lain. Bagi yang berniat menepati janji, ketika berjanji berarti ia mengunci untuk ditagih yang membuatnya, sedangkan bagi orang munafik, janjinya untuk sekadar agar orang lain percaya atau senang padanya. Makanya ia mudah mengeluarkan janji-janjinya. Dalam hal amanah ia tidak mempedulikan amanah dari Allah, melainkan lebih mengutamakan gayanya daripada hakikat dari amanah yang dipikulnya.
Dalam aspek ibadah pun seorang munafik bisa terdeteksi. Dalam berdoa misalnya, mulut berdoa tapi hati tidak. Benarkah hatinya ingin mendekat kepada Allah? Allah mengetahui semua kebohongan itu, Allah tidak bisa di bohongi. Karena Allah mengetahui lubuk hati terdalam. Apakah ingin diketahui, dilihat, ataukah diperlakukan spesial.

Keinginan-keinginan tersebut semestinya lepas dari makhluk, barulah akan tenang hati ini. Kita tidak memerlukan pengakuan orang, yang penting Allah saja. Jangan sampai kita menggunakan nama Allah untuk komoditas agar terlihat shaleh. Sekilas mungkin orang akan terkecoh oleh kepalsuan, sedangkan Allah tidak bisa dikelabui, tetapi Allah Maha Mengetahui.

"Sesungguhnya Dia mengetahui perkataan (yang kamu ucapkan) dengan terang-terangan dan Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan." (QS Al-Anbiya:110)

Sesungguhnya segala perbuatan yang kita lakukan akan dihisab semuanya. Berbahagialah bagi siapa pun yang terbebas dari kemusyrikan dan kemunafikan. Sehalus apa pun bersih hidupnya. Maka dibuat nyaman hatinya oleh Allah. Lepasnya hati dari selain Allah. Lillaahi ta’ala.

Apa yang menyebabkan orang cenderung munafik? Karena hati kita cenderung musyrik, menganggap ada sesuatu selain Allah SWT yang bisa memberi manfaat dan mudharat. Yang bersih hatinya ia akan terbebas dari sifat kemunafikan. Akhlak jelek karena hatinya busuk, dan hati busuk karena tauhidnya buruk. Akhlak jadi bagus, tauhidnya pun harus bagus.
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (QS An-Nisaa : 142)

Allah tidak bisa dibohongi dengan cara apa pun, karena Dia mengetahui lubuk hati yang dalam. Hati ini harus lepas dari makhluk.

Dengan demikian, dari paparan di atas, orang munafik itu paling dibenci Allah SWT. Apalagi bila ilmu agamanya makin banyak sedangkan ia masih munafik, tentu kebencian Allah juga akan lebih daripada yang lainnya.

Sumber : http://www.eramuslim.com/ramadhan/tausyiah/munafik-orang-penuh-rekayasa.htm


MUNAFIK

Munafik. Satu kata yang menarik untuk dicermati, digali, dan dipahami, mengingat jaman sekarang banyak sekali orang yang berlaku demikian. Kemunafikan mereka yang sarat dengan kebohongan, pengkhianatan, dan intrik kepentingan pribadi. Sebenarnya, apa itu munafik?

Saya sendiri juga agak kebingungan saat ingin merumuskan arti munafik itu sendiri (maklum, saya nulis artikel ini aja dengan bermodal pengalaman dan kenekatan). Menurut apa yang pernah (dan masih) saya rasakan , munafik adalah kebohongan, ketika seseorang berkata A padahal di dalam hatinya sebenarnya ia berucap Z. Orang yang memiliki sifat ini, cenderung rela mengobral dusta dan janji palsu demi mencapai kepuasan dan keuntungan pribadinya. Orang-orang yang masuk dalam tipe ini bahkan rela mengkhianati orang yang memberikan kepercayaan penuh pada mereka. Sungguh memalukan.

Saya sendiri sering mengalami perlakuan tersebut, ditanggapi oleh teman secara munafik. Mereka bilang suka, padahal hatinya berteriak-teriak “Gue nggak suka!!!” Kejujuran yang harusnya penting dalam sebuah hubungan persahabatan, kini bagai dua sisi koin, di mana kejujuran di satu sisi bersanding dengan kemunafikan. Keduanya tinggal diundi, dan diterapkan sesuai keadaan. Kadang kita harus berlaku jujur dan sok innocent, kadang pula kita harus tega untuk menjadi munafik. Sungguh menyedihkan, karena menurut saya hidup dengan memelihara kemunafikan itu identik dengan orang yang menyia-nyiakan dirinya sendiri dalam kebohongan, serta mencelakakan orang lain dengan tipu muslihatnya yang manis dan menggairahkan.

Dewasa ini, sudah berkembang suatu tren di mana “yang munafik yang bakalan eksis”. Orang yang menyuarakan kejujuran, malah diinjak-injak bak rumput liar yang mengganggu tumbuh suburnya pohon “kemunafikan” dan “formalisme”. Saya, yang sebenarnya lebih mengutamakan bertindak jujur, oleh keadaan yang sulit terpaksa harus menjadi munafik, dengan memberi jawaban pada teman saat ulangan, misalnya. “Nic, ntar jangan lupa nengok ke gue, ya. Bantuin gu ya Nic, please, gue belum belajar nih. Tenang aja, kalau kita hati-hati ‘kan gurunya nggak bakalan tahu…” begitulah ucapan teman-temanku. Dan mungkin, tanpa saya sadari masih banyak lagi tingkah laku saya yang munafik lainnya, terdesak oleh keadaan yang menjebak serba sulit.

Apakah aku sendiri termasuk golongan orang munafik? Apakah aku juga menenggelamkan hidupku dalam lumpur kunistaan, dan melumuri mata hati orang lain dengan kedustaan sikap dan perkataanku? Apakah aku begitu? Aku sendiri pun bingung. Aku sadar bahwa terkadang aku munafik, dan aku tidak menyangkal hal itu, karena kemunafikan telah tertanam di hati semua insan. Hanya bedanya, apakah kemunafikan itu kita tumbuh suburkan di dalam hati kita, atau kita bunuh dengan racun “kejujuran” dan kita pangkas dengan gunting “ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Esa”. Dengan mendekatkan diri pada Tuhan dan selalu senantiasa berbuat jujur walaupun konsekuensinya dijauhi, bahkan dikucilkan, niscaya Tuhan akan memberikan kita keteguhan dalam menjalani hidup sebagai pribadi yang jujur dan jauh dari kata munafik.

Mari, walaupun mungkin kita masih mempunyai bibit-bibit munafik itu dalam hati kita, pangkaslah dan cabutlah itu sampai ke akar-akarnya. Jangan biarkan kemunafikan tumbuh subur dalam hati dan jiwa kita, yang selanjutnya, perlahan tapi pasti, akan membawa kita menuju kesengsaraan sejati di neraka. Hentikan budaya munafik yang secara nyata telah menyebarluaskan keuntungan materialnya untuk menipu dan menjerat kita manusia. Jangan sampai, kita ditolak siapapun karena telah bertransformasi menjadi “Manusia setengah Iblis” dengan semua kebusukan yang berakar dari kemunafikan itu.

Masyarakat Indonesia bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, bangga mengembangkan budaya kejujuran dan cinta kasih. Semoga memang demikian adanya. Semoga.

Sumber : http://blogdiannoviany.blogspot.com/2010/11/munafik.html


Pernahkah Anda Munafik?

Peace dove strapped with dynamite
Menurut Wikipedia, Kemunafikan (Hypocrisy) adalah perilaku mengakui/menganggap memiliki keyakinan, perasaan, moral atau nilai-nilai yang sebenarnya tidak dimiliki atau dipraktekkan. Menurut kamus Webster, Hypocrite adalah seseorang yang mengaku memiliki nilai-nilai, moral atau keyakinan, tetapi sebenarnya tidak punya dan tindakannya bertolak belakang dengan apa yang dinyatakan di publik dalam kehidupan prbadi, opini dan pernyataannya. Jadi ada perbedaan antara teori dan prakteknya. Membenarkan tindakan/perilaku seseorang sementara menyalahkan orang lain yang memiliki hak dan kedudukan yang sama juga termasuk dalam definisi Kemunafikan, namun ada istilah lain yang cocok untuk hal ini yaitu Standar Ganda (double standard).

Banyak sekali contoh tindakan munafik dalam kehidupan kita sehari-hari. Paling banyak adalah bentuk kemunafikan yang standar ganda. Contoh perbedaan antara munafik dan turunannya yaitu standar ganda kira-kira gini: Seorang pemuka di masyarakat, yang sering berkhotbah tentang moral, ngomong keadilan (minjem syair "Bento" nih), tapi korupsi atau jadi pembalak liar misalnya, dan berperilaku kayak nggak ada-apa dari mimik wajahnya, adalah munafik sejati. Sulitnya jika hasil korupsinya itu diamalkan untuk fakir miskin layaknya Robin Hood. Apapun embel-embel penilaiannya, ini sudah termasuk standar ganda.

Diperbolehkannya lelaki untuk memiliki banyak istri sedangkan wanita tidak boleh punya banyak suami juga termasuk standar ganda. Counter argumen hal ini adalah bila persamaan derajat gender itu murni 100% dilakukan, tentu poligami dan poliandri duduk sejajar yang artinya kalau poligami boleh, poliandri juga harus boleh, dan begitu juga sebaliknya. Adakalanya wanita "boleh" menampar pria yang kurang ajar terhadapnya sementara pria jika mendapat perlakuan yang sama tidak pernah menampar wanita yang genit terhadapnya, pun termasuk standar ganda mengingat prinsip diatas dengan segenap penjelasan feminismenya.

Seorang lelaki yang memiliki banyak pacar akan mendapat cap "Playboy", tapi jika hal yang sama terjadi pada perempuan jenis kata-kata predikat negatif lebih banyak dikenakan seperti "perek", atau "kegatelan" atau yang paling anyar "jablay", daripada dicap "Playgirl" misalnya. Ini termasuk standar ganda.

Profesi politikus dan pengacara adalah profesi yang menuntut kemunafikan dan kepintaran memilih kata-kata untuk menyatakan pendapatnya. Disatu saat mereka harus bilang A disaat lain harus bisa bilang B demi tujuan masing-masing walaupun tahu mana yang benar-baik.

Yang paling sulit jika kemunafikan dilakukan secara beramai-ramai. Kelompok Dodol Duren misalnya bilang kalo dodol Duren itu yang paling enak, kelompok Dodol Garut bilang dodol Garut yang paling enak. Dua-duanya punya argumen bahkan ayat-ayat dari primbon Perdodolan untuk mendukung pendapatnya. Ini adalah hal sulit mengingat banyak orang yang berpendapat bahwa makin banyak orang berpendapat sama maka semakin mendekati kebenaran. Bagi mereka yang sadar akan kontradiksi ini akibat proses pembodohan massal yang sedang terjadi, tentu cuma bisa nyengir-nyengir dan apabila diam saja, maka dapat disebut munafik karena mengetahui kebenaran tapi mengabaikan nilai kejujuran dan membiarkan hal itu terus berlangsung.

Munafikisme Setiap orang (termasuk saya :P) pasti pernah bertindak munafik. Mungkin sama banyaknya dengan berbohong. Antara bohong dengan munafik apa bedanya? Munafik lebih banyak menyoroti tindakan daripada perkataan.

Man speaking with peace dove
Tipe-Tipe Munafik

Menurut www.hardcoretruth.com, ada 4 Tipe kemunafikan:
  1. Munafik Jujur Keluar : Tindakan bertolak belakang dengan pendapat/pernyataannya. Walaupun, apa yang dilakukan itu konsisten dengan pendapatnya, ini tetap menjadikan mereka munafik karena tidak benar-benar diyakini. Mereka memiliki keyakinan kuat akan pendapat mereka sendiri namun tidak selalu mengikutinya.
  2. Munafik Tidak Jujur Keluar : Tindakan bertolak belakang dengan pendapat/pernyataannya yang tidak konsisten dengan apa yang diyakini. Mereka sering lemah dalam apa yang diyakini dan memungkinkan mereka menjadi jujur buat diri sendiri dalam hatinya.
  3. Munafik Jujur Kedalam : Tindakan bertolak belakang dengan pendapat/pernyataannya. Keyakinan mereka konstan walaupun tindakannya berbeda. Mereka jujur pada diri sendiri dan berusaha untuk menyesuaikan keyakinannya dengan keinginan pribadi, tindakan atau kekurangan mereka.
  4. Munafik Tidak Jujur Kedalam : Tindakan sejalan dengan yang dinyatakan, walaupun tidak diyakininya. Mereka sering berperilaku "menjilat" dengan keyakinan diri rendah.

Contoh jeleknya mungkin, misalnya seorang Perokok. Dia sudah tahu efek buruk dari merokok dan menyetujui bahkan menyuruh orang berhenti merokok, tetapi masih merokok hal ini sudah menjadikannya munafik. Jika ia tidak yakin dengan larangan pemerintah yang tertera dan berpendapat "aah gak apa-apa, makan permenpun bisa bikin kanker" misalnya, tapi kadang-kadang ragu juga hal ini termasuk tipe yang pertama. Yang tipe kedua mungkin lebih "lembek" dan berpendapat "ada benarnya saya berhenti". Yang tipe ketiga boleh jadi setuju/tidak dengan efek buruk merokok, dan berusaha mengurangi misalnya, yang tipe keempat menyakini efek buruk merokok tapi tetap merokok untuk menyenangkan temannya misalnya. Untuk persoalan lain tinggal ganti variabel "rokok" berserta alasannya dengan masalah lain.

Apapun tipe-tipe munafik dari terjemahannya yang kacau diatas ada satu hal yang perlu digarisbawahi : Adalah baik untuk tidak menjadi munafik dan harus berusaha mencapainya sebaik mungkin, tapi jika iya, saya lebih baik menjadi munafik yang jujur, daripada berbohong mengenai ketidaksempurnaan diri saya.

Sumber : http://www.indonesiaindonesia.com/f/37261-pernahkah-munafik/
Sumber lainnya : http://taimullah.wordpress.com/2010/07/28/munafik-macam-dan-pembagiannya/